Monitorindonesia.com – Hari ini Jumat 19 Maret 2021, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyerahkan surat beserta lampiran data lahan yang dibebaskan BUMD DKI PD Pembangunan Sarana Jaya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, KPK telah menetapkan sejumlah direksi Sarana Jaya sebagai tersangka atas pembebasan lahan rumah DP 0 rupiah yang diduga merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
“Kami sudah berikan copy sertifikat Hak Guna Bangunan Lahan di Munjul, Kelurahan Pondok Rangon, kecamatan Cipayung Jakarta Timur yang saat ini KPK sedang melakukan Penyidikan dugaan korupsi pembelian lahan tersebut oleh BUMD DKI Jakarta Perusahaan Daerah Sarana Jaya,” ujar koordinator MAKI Boyamin Saiman di Jakarta, Jumat (19/03/2021).
Boyamin menjelaskan, lahan yang dibebaskan Sarana Jaya terdiri dari Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 97,98, dan 99 yang diterbitkan oleh Kantor BPN Jakarta Timur pada tanggal 31 Juli 2001 dengan masa berlaku hingga 31 Juli 2021 atas nama pemilik Yayasan Kongregasi Suster-Suster Carolus Borromeus dengan luas keseluruhan sekitar 4 hektar.
Berdasar data tersebut terdapat hal-hal yang memperkuat telah terjadinya dugaan korupsi pembayaran pembelian lahan oleh PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan yang mengaku memiliki lahan tersebut.
“Bahwa lahan tersebut dimiliki oleh sebuah Yayasan sehingga tidak bisa dijual kepada sebuah perusahaan bisnis swasta. Lahan Yayasan hanya boleh dialihkan kepada Yaysan lain untuk digunakan tujuan fungsi sosial,” ujar Boyamin.
Hal itu berdasar ketentuan Pasal 37 Ayat (1) huruf B Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang Yayasan. Semestinya sejak awal PD Sarana Jaya mengetahui tidak bisa membeli lahan tersebut karena lahan dimiliki oleh sebuah Yayasan yang kemudian dijual kepada perusahaan swasta yang mana dilarang oleh UU Yayasan.
“Sehingga dengan melakukan pembayaran kepada sebuah perusahaan swasta sekitar Rp 200 Miliar adalah sebuah bentuk pembayaran yang tidak diperolehnya sebuah lahan yang clear and clean serta berpotensi kerugian total lost ( uang hilang semua tanpa mendapat lahan),” katanya.
Boyamin mengungkap bahwa lahan tersebut HGB- nya akan habis tahun 2021 dan selama ini tidak pernah dilakukan pembangunan apapun sesuai ijin HGB sehingga berpotensi tidak akan diperpanjang HGBnya. Sehingga semestinya PD Sarana Jaya menunggu perpanjangan HGB untuk melakukan pembayaran sehingga dengan pembayaran sebelum HGB diperpanjang adalah bentuk pembayaran yang sia-sia dan berpotensi tidak akan memperoleh lahan tersebut.
Sebelum terbit HGB tahun 2001, sambung Boyamin, lahan tersebut adalah berstatus Hak Pakai yang dimaknai lahan milik pemerintah sehingga ketika lahan tersebut terlantar karena tidak didirikan bangunan maka berpotensi HGB dicabut atau setidaknya perpanjangannya akan ditolak sehingga pembayaran oleh PD Sarana Jaya adalah sesuatu hal ceroboh dan uang terbuang percuma.
“Dengan rencana penjualan lahan oleh pemegang HGB kepada perusahaan swasta yang kemudian dijual kepada PD Sarana Jaya patut diduga telah melanggar UU Yayasan sehingga HGB tersebut dapat dicabut oleh pemerintah karena tidak sesuai peruntukannya sehingga pembayaran PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan swasta patut diduga turut serta korupsi yang merugikan negara,” jelasnya.
Untuk itu, MAKI meminta KPK segera diumumkan tersangka kasus Sarana Jaya dan dilakukan penahanan terhadap para Tersangka dugaan korupsi pembayaran PD Sarana Jaya untuk rencana memperoleh lahan di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung Jakarta Timur.[odr]
Discussion about this post