Bogor, Monitorindonesia.com – Silang sengkarut pertanahan di wilayah Sentul, Kabupaten Bogor melibatkan warga penggarap dan Roky Gerung yang dipaksa mengosongkan lahan yang ditempatinya, menurut Lava Sembada, pengacara sekaligus Dewan Penasihat DPC Peradi Cibinong, terjadi akibat ketidakprofesionalan kinerja BPN.
Dia tegaskan, sengketa lahan di Sentul dan praktik mafia tanah tidak terjadi tanpa kontribusi Kantor Agraria Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). “Yang dialami Roky Gerung juga warga lainnya tidak terjadi jika ada ketegasan BPN melaksanakan penegakan hukum atas kepemilikan tanah, baik yang berstatus hak guna usaha atau hak guna bangunan yang selama ini dimiliki Sentul City,’’ ucapnya.
Lava Sembada, mengatakan tindakan Sentul City mengklaim tanah HGB di Bojongkoneng dan memaksa Roky Gerung untuk segera pergi, menurutnya BPN-lah yang berperan besar, dalam hal ini BPN Cibinong, Kabupaten Bogor.
“Semua HGB yang dimiliki PT Sentul City, khususnya HGB yang merupakan pecahan dari HGB No 2 adalah HGB yang telah diperpanjang masa berlakunya. Perpanjangan HGB tentunya berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan oleh BPN pusat, kanwil, atau kabupaten. Dalam surat keputusan tersebut memuat pertimbangan dan syarat-syarat dapat diperpanjangnya HGB. Tanpa dipenuhi syarat tersebut, maka HGB tidak bisa diperpanjang,” Tegas Lava.
Salah satu contoh surat keputusan Kanwil ATR/BPN Provinsi Jawa Barat Nnomor: 349/HGB/BPN-32/2013 tentang pemberian perpanjangan HGB No 2372/Bojongkoneng, seluas 83.380 M2 atas nama PT Sentul City Tbk yang diajukan pihak Sentul, menurutnya harus batal demi hukum.
Alasannya, perpanjangan HGB Sentul City atas lahan tersebut, yang berakhir 12 Januari 2014, pihak BPN Cibinong telah melakukan kebohongan dengan mengatakan bahwa tanah yang dimohonkan perpanjangan HGB-nya oleh PT Sentul City tersebut berdasarkan Risalah Pemeriksaan Tanah (Konstatering Rappot) dan dinyatakan masih dikuasai pemohon baik secara yuridis maupun fisik yang akan dipergunakan untuk pembangunan perumahan dan kawasan agrowisata terpadu.
Faktanya, di lokasi tersebut sejak tahun 2000 sudah banyak berdiri bangunan dan lahan-lahan garapan warga. “Jadi patut diduga pihak BPN Cibinong kongkalikong dengan pihak Sentul City dan tidak melakukan pengecekan fisik sama sekali pada saat Sentul City mengajukan permohonan perpanjangan HGB. Kalau BPN melakukan pengecekan, tentunya BPN tahu di lahan tersebut banyak berdiri bangunan milik warga,” lanjut Lava.
Berdasarkan aturan, perpanjangan HGB mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai. Aturan ini menyatakan perpanjangan HGB harus memenuhi persyaratan, yakni apabila dalam 3 tahun tidak segera dibangun/dimanfaatkan sesuai tujuan diberikannya hak, maka surat keputusan pemberian HGB tersebut batal demi hukum dan tanahnya menjadi tanah terlantar.
Dalam keputusan Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat terkait perpanjangan HGB Sentul City juga ada klausul yang menyatakan, apabila ternyata di kemudian hari atas tanah yang dimohon tersebut diketahui ada hak pihak lain atau sita jaminan atau penetapan penanggulangan dari pengadilan, maka keputusan tersebut batal demi hukum dan ketentuan itu harus dicatat di lembaran buku tanahnya.
Kesalahan lain yang dilakukan oleh kaantor ATR/BPN menurut Lava adalah tidak melakukan monitoring penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah oleh pemegang hak setelah mendapatkan HGB tersebut.
“Ketidakprofesionalan kinerja BPN Kabupaten Bogor juga terlihat dengan adanya lahan yang tidak diakui oleh PT Sentul City, tetapi oleh BPN Kabupaten Bogor justru dimasukkan menjadi HGB Sentul,” tutup Lava Sembada. (Sukma)
Discussion about this post