Kepala BPN Jakarta Timur belum juga menjalankan perintah pengadilan untuk mencabut kedua SHGB yang ada di PT CAM atas tanah tersebut. SHM milik Budi begitu mudah dimatikan, sebaliknya putusan pengadilan yang sudah inkrah malah diabaikan BPN.
Monitorindonesia.com – Tragis sekali nasib almarhum Budi Suyono. Upayanya untuk memperoleh keadilan justru berujung kematian. Budi Suyono adalah pemilik lahan seluas 9 130. M2 yang terletak di Jalan Pegangsaan II Rawaterate, Cakung, Jakarta Timur dengan alas hak Sertifikat Hak Milik (SHM) No 60 atas nama H Ruman Bin Djonon.
Lahan tersebut dimiliki almarhum Budi Suyono berdasarkan Akta Jual Beli No. 18/HM/1977 yang dibuat di hadapan Notaris Aida Daulay Harahap SH tertanggal 3 September 1977. “Budi Suyono meninggal saat proses hukum atas tanah miliknya ditangani pihak kepolisian,” ujar kuasa hukum Budi Suyono, Hasan Basri kepada awak media di Jakarta, Senin (27/9/2021)
Hasil pengecekan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 60/Rawaterate dengan luas 9.130 M2 yang dimiliki Budi Suyono di BPN Jakarta Timur (Jaktim) dinyatakan asli adanya. Namun sertifikat itu telah dimatikan BPN Jakarta Timur berdasarkan selembar surat laporan hilang pihak lain.
Hal ini terungkap dalam surat BPN Jakarta Timur Nomor 270/8.31.75/II/2018 pada 5 Februari 2018 menyatakan, SHM Nomor 60/Rawaterate telah dimatikan dengan surat keterangan hilang yang diajukan Ali Sutanto. Aneh tapi nyata, Budi Suyono selaku pemilik sah mempertanyakan, kenapa pihak BPN Jakarta Timur begitu mudah mematikan SHM miliknya tanpa ada proses pengadilan.
Apalagi Ali Sutanto tidak ada hubungan apapun dengan Budi Suyono. Tapi kenapa bisa dengan mudah mematikan SHM Nomor 60/Rawaterate milik Budi Suyono di BPN Jakarta Timur. “Permohonan Ali Sutanto untuk mematikan SHM milik Budi Suyono dengan mudah diproses pihak BPN Jakarta Timur tanpa melakukan pengecekan siapa pemilik tanah itu sebenarnya,” kata Hasan Basri.
Anehnya lagi, BPN Jakarta Timur kemudian menerbitkan dua Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) sebagai pengganti SHM Nomor 60/Rawaterate milik Budi Suyono atas tanah yang terletak di Jalan Pegangsaan II Rawaterate Cakung Jakarta Timur. Kuat dugaan, lahan seluas 9.130 meter per segi milik Budi Suyoto sesuai SHM Nomor 60/Rawaterate sengaja dipecah menjadi dua bagian untuk tujuan tertentu.
Kedua sertifikat dimaksud, yakni SHGB No. 755 dengan luas tanah 4.740 meter per segi dan SHGB No. 747 dengan luas tanah 4.390 meter per segi. Kedua sertifikat yang akhirnya dipersengketakan di pengadilan oleh pihak BPN Jakarta Timur diserahkan kepada PT CAM. Pihak ahli waris almarhum Budi Suyono melalui kuasa hukumnya Hasan Basri menduga tanah SHM 60/Rawaterate sudah diratakan ke dalam bagian tanah milik PT CAM.
Budi Suyono sendiri belum pernah melakukan transaksi jual beli atas tanah itu, tapi kenapa tanah miliknya bisa berpindah hak kepada pihak lain. Pertanyaan itu sampai sekarang belum terjawab. Budi Suyono melalui Hasan Basri mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terhadap BPN Jakarta Timur sebagai tergugat dan PT Citra Abadi Mandiri selaku pemegang kedua SHGB itu.
Dalam proses persidangan yang cukup panjang akhirnya pihak ahli waris Budi Suyono memenangi empat putusan gugatan atas tanah milik mereka yang dirampas pihak lain. Inti putusan mulai dari PTUN Jakarta hingga Mahkamah Agung (MA) memutuskan, pengadilan memerintahkan Badan Pertanahan Nasional Jakarta Timur untuk mencabut dan membatalkan SHGB 747/Rawaterate dan SHGB 755/Rawaterate yang dimiliki pihak PT CAM.
Keempat putusan dimaksud, yakni putusan PTUN Jakarta Nomor 107/G/2018/PTUN-JKT tertanggal 3 Oktober 2018. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTTUN) Jakarta Nomor 314/B/2018/PT.TUN-JKT tertanggal 21 Januari 2019. Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) 284K/TUN/2019 tertanggal 10 Juli 20219. Terakhir putusan peninjauan kembali (PK) 171 PK/TUN/2020 tertanggal 26 November 2020 yang diajukan pihak BPN Jakarta Timur dan PT CAM tetap dimenangi Budi Suyono selaku pemilik sah atas tanah tersebut.
Hasan Basri menyebutkan, pihaknya sudah beberapa kali berupa untuk membicarakan perihal sengakrut tanah itu kepada direktur PT CAM yang juga Wakil Ketua DPD RI Letjen TNI (Purn) Dr Nono Sampono. “Tapi tak membuahkan hasil,” tukasnya.
Dari putusan pengadilan yang sudah memiliki hukum tetap secara hukum, tanah itu sah menjadi milik ahli waris almarhum Budi Suyono kembali. Sebaliknya di lapangan, tanah tersebut masih dikuasai pihak PT CAM karena mereka belum mau melepas kepada pemilik yang sebenarnya.
Anehnya, sampai sekarang Kepala BPN Jakarta Timur belum juga menjalankan perintah pengadilan untuk mencabut dan membatalkan kedua SHGB yang dimiliki PT CAM atas tanah tersebut. “SHM milik Budi begitu mudah dimatikan, sebaliknya putusan pengadilan yang sudah inkrah diabaikan,” ujar Hasan Basri.
Hasan Basri melihat persoalan putusan pengadilan yang sudah inkrah tapi tak dijalankan oleh pihak BPN sebagai suatu keanehan. Dia menyebut hal ini bertentangan dengan keadilan dan mengangkangi perintah Presiden Jokowi soal mafia tanah. “BPN telah mengangkangi perintah Presiden dan mengusik rasa keadilan. Inilah yang namanya mafia hukum itu,” tegasnya.
Atas kasus yang menzolimi kliennya tersebut, Hasan Basri meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil dengan tegas melakukan pemberantasan mafia tanah di instansinya tersebut. “Jangan cuma sekadar jargon,” ucapnya.
Dalam sebuah kesempatan kepada wartawan, Menteri Sofyan Djalil mengakui banyak oknum anak buahnya terlibat dalam jaringan mafia tanah. “Ini adalah bukti bahwa BPN tempatnya sarang mafia tanah,” lontarnya.
Kepala Kantor BPN Jakarta Timur Sudarman ketika dikonfirmasi awak media melalui WA hanya memberikan jawaban singkat. “Sudah kami laporkan ke Kanwil,” jawab Sudarman. (Zan)
Discussion about this post