Monitorindonesia.com – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, telah menetapkan tiga petugas Lembaga Pemasyarakat Kelas I Tangerang sebagai tersangka kasus kebakaran karena melakukan kelalaian yang diatur dalam Pasal 359 KUHP
Diuraikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Tubagus Ade Hidayat, ketiga tersangka berinsial RU, S, dan Y. Mereka ada unsur kelalaian dalam menjalankan standar operasional prosedur (SOP).
“Meninggalnya seseorang itu disebabkan karena diduga adanya kealpaan. Siapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka dalam gelar perkara tadi pagi, itu ada sementara ini tiga orang yang semuanya adalah petugas dari lapas,” ujar Tubagus, Senin (20/9/2021).
Pasal 359 KUHP berbunyi, “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
Namun demikian, Tubagus tidak merincinya kelalaian petugas lapas karena merupakan materi penyidikan.
“Sedangkan bentuk kealpaanya mungkin tidak kita uraikan secara khusus, karena ini merupakan materi dari pada penyidikan,” ungkapnya.
Meninggal 48 orang
Kebakaran akhirnya menewaskan 48 orang dan 73 napi terluka, membuka kualitas buruk penjara di tanah air.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid melalui keterangan persnya di Jakarta, Kamis (9/9/2021) mengatakan, kebakaran semakin menunjukkan urgensi untuk mengatasi masalah penjara di Indonesia yang sarat pelanggaran hak-hak asasi manusia.
Dia melihat, para tahanan dan terpidana kerap ditempatkan dalam penjara yang sesak dan mengancam hidup dan kesehatan mereka. Padahal, semua tahanan berhak diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat dengan tempat penahanan harus menyediakan ruang, penerangan, udara, dan ventilasi yang memadai.
“Kapasitas penjara yang terbatas dengan jumlah penghuni yang berlebihan adalah akar masalah serius dalam system peradilan pidana di Indonesia,” papar Usman.
Salah satu langkah yang dapat segera diambil pemerintah untuk menangani masalah ini, menurut Usman adalah dengan mengubah orientasi politik kebijakan dalam menangani kejahatan ringan.
“Termasuk yang terkait penggunaan narkotika. Pemerintah dapat membebaskan mereka yang seharusnya tidak perlu atau tidak pernah ditahan. Termasuk tahanan hati nurani dan orang-orang yang ditahan atas dasar pasal-pasal karet dalam UU ITE,” sebutnya.
Selain itu, penahanan dan pemenjaraan orang hanya karena mengekspresikan pendapatnya secara damai tidak dapat dibenarkan dalam situasi apa pun. Terlebih lagi dalam overcapacity lapas yang membahayakan kesehatan dan bahkan nyawa tahanan, terutama di masa pandemi seperti saat ini, demikian Usman Hamid. (Tar)
Discussion about this post