Jakarta, MI – Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyatakan konsumsi rokok oleh masyarakat miskin cenderung tinggi.
Menurutnya, konsumsi rokok berada di posisi kedua tertinggi setelah beras, karena lebih banyak masyarakat miskin memilih membeli rokok ketimbang membeli sumber protein seperti telur, ayam, tahu atau pun tempe.
“Ini (rokok) kedua tertinggi sesudah beras, melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu dan tempe,” katanya, dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (3/11).
Berangkat dari hal itu, Kader Partai Demokrat Ardi W ikut menyoroti pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal konsumsi rokok di kalangan orang miskin itu.
“Ini adalah stereotyping orang miskin. Seolah mereka tidak tahu yang terbaik bagi dirinya dan keluarganya,” sindir Ardi dalam cuitannya di twitter seperti dikutip Monitor Indonesia, Sabtu (5/11).
Dia mengkritik cara Sri Mulyani menarasikan kebijakan kenaikan cukai rokok. “Nggak gini juga cara menarasikan kebijakan naikin cukai rokok. Iya. Tapi twit tadi bukan soal kenaikan cukai rokok. Lebih pada narasi yg ndak bagus aja,” ungkapnya.
“Selalu orang miskin yg dijadikan alasan agar dapat uang untuk anggaran negara yg jeblok. Keterlaluan betul,” komentar @ Harrisregar.
“Sepanjang pengamatan saya sih emang demikian adanya, jd sah aja pajak rokok dinaikan tp kenaikan itu semestinya dikasihkan BPJS biar kita2 yg gak ngerokok gak nombokin perokok yg sakit akibat merokok yg biasanha pengobatannya berbiaya mahal,” komentar @Budipermana.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengumumkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk rokok akan naik 10% pada 2023 dan 2024, pada, Kamis, (3/11/2022) kemarin melalui YouTube Sekretariat Presiden.
Hal ini pastinya akan berdampak kepada harga rokok. “Presiden telah menyetujui untuk menaikkan cukai rokok sebesar 10 persen untuk tahun 2023 dan 2024. Karena cukai rokok merupakan rata-rata tertimbang dari berbagai golongan,” ungkap Sri Mulyani.
Kebijakan ini dikeluarkan agar konsumsi rokok dapat dikendalikan utamanya di kalangan orang miskin sekaligus untuk menghindari prevalensi anak-anak usia 10-18 tahun.
Pasalnya rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari keluarga miskin yaitu mencapai 12,21 persen rumah tangga miskin perkotaan dan 11,36 persen untuk masyarakat miskin pedesaan.
Konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua tertinggi setelah beras. “Bahkan melebihi konsumsi telur, ayam, tahu dan tempe yang merupakan makanan yang dibutuhkan masyarakat,” ujar Sri Mulyani.
Bendahara negara ini juga mengatakan, rokok merupakan salah satu faktor yang menyebabkan risiko stunting dan kematian.
“Kita selama ini sudah menaikkan cukai rokok untuk mengendalikan baik konsumsi maupun produksi,” imbuhnya.
Lebih jauh dia memaparkan, kenaikan 10 persen akan diterjemahkan menjadi kenaikan bagi kelompok mulai SKM, SPM, dan SKT yang masing-masing memiliki kelompok atau golongan tersendiri.
Rata-rata 10 persen nanti akan ditunjukkan dengan SKM 1 dan 2 yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75. SPM 1 dan 2 naik di 12 hingga 11 persen. Sedangkan SKT 1, 2 dan 3 naik 3 persen.
Kenaikan ini akan berlaku untuk tahun 2023 dan tahun 2024 akan diberlakukan kenaikan yang sama.
Pemerintah juga menaikkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen dan 5 persen untuk HPTL (hasil pengolahan tembakau lainnya).
“Selain kenaikan dari cukai rokok atau hasil tembakau hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen dan 5 persen untuk HPTL (hasil pengolahan tembakau lainnya). Dan ini berlaku setiap tahun naik. Dan ini berlaku setiap tahun naik 15 persen selama 5 tahun ke depan,” jelas Sri Mulyani. (MI/Aan)