Jakarta, MI – Rentan terhadap kekuatan modal, Wakil Ketua DPD, Sultan Bachtiar Najamudin mengusulkan agar dilakukan skema konsolidasi modal koperasi dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Dia mengatakan tujuan konsolidasi itu adalah sebagai upaya untuk peningkatan mekanisme pengawasan terhadap lembaga keuangan non-bank. Usulan itu disampaikan Sultan sebagai jawaban atas penolakan masyarakat terhadap wacana pengawasan aktivitas koperasi oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK melalui RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau RUU PPSK.
“Sebagai lembaga keuangan non-bank, banyak koperasi dengan reputasi yang cukup baik tumbuh dan berkembang secara eksponensial sejak Orde Baru, dengan total aset dan modal minimum yang susah menyaingi BPR bahkan BPD,” kata Sultan, Kamis (8/12).
Menurut Senator asal Provinsi Bengukulu itu, koperasi dengan total aset dan modal yang demikian besar, cukup rentan dimanipulasi dan disalahgunakan jika tidak diawasi secara ketat oleh negara. Buktinya, banyak koperasi yang mengalami kecurangan akibat modus kejahatan keuangan yang merugikan ribuan anggotanya.
“Sehingga tak salah jika koperasi dengan total aset di atas Rp1 hingga Rp2 trilliun kita konsolidasikan atau dimerger dengan BPR atau BPD di daerah. Hal ini tentu tidak begitu sulit dilakukan, dengan negosiasi yang saling menguntungkan oleh pemerintah dan manajemen kedua jenis lembaga keuangan itu”, katanya.
Saat ini, lanjut Sultan, masih ada 11 BPD dengan modal inti di bawah Rp3 triliun. Adapun bank daerah tersebut diantaranya Bank Lampung, Bank Sulteng, Bank Jambi, Bank Bengkulu, Bank Banten, Bank Sulutgo, Bank Kalteng, Bank NTB Syariah, Bank NTT, Bank Kalsel dan Bank Kalbar.
“Saya kira BPD-BPD kritis modal ini harus ditopang secara bisnis oleh lembaga keuangan non-bank yang mengakar dalam sistem ekonomi kerakyatan seperti koperasi,” katanya. Dia menambahkan bahwa konsolidasi bisnis berorientasi kekeluargaan dan gotong-royong tersebut penting sebagai upaya penguatan ekonomi dan peningkatan pengawasan lembaga keuangan di daerah.