Jakarta, MI – Ketua RW 016, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara, Santoso Halim diberhentikan oleh Lurah lantaran diduga membongkar pungutan liar (pungli) di Pantai Mutiara.
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta F-PDIP, Dwi Rio Sambodo meminta isu pungli terkait pencopotan Ketua RW tersebut diusut tuntas. Dwi Rio menegaskan pencopotan ketua RW tidak boleh dilakukan sepihak, melainkan harus sesuai dengan mekanisme dalam undang-undang.
“Apapun bentuk penanganan masalah kelembagaan di semua wilayah termasuk RW maupun Ketua RW harus menempuh mekanisme yang berlaku termasuk mengoptimalkan fungsi pembinaan oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Kelurahan melalui Lurah Sumarno,” kata Rio sapaan akrabnya kepada wartawan, Minggu (18/12).
“Membina itu berarti bisa bermakna merawat, memelihara, menengahi, memediasi dan menghadirkan solusi terbaik. Pergub 22/2022 dapat menjadi acuan tapi tetap mesti fleksibel karena ini menyangkut dinamika sosial kemasyarakatan,” sambungnya.
Terkait hal tersebut, politikus PDIP itu berharap masalah di balik pencopotan Ketua RW ini harus ditelusuri. Salah satunya, terkait Santoso yang dicopot setelah adanya mosi tidak percaya dari 46 orang.
“Misalnya siapa saja 46 orang yang melakukan mosi tak percaya karena Ketua RW 016, Santoso, merasa tak mengenali kepada 46 orang sebagai penghuni dari total sekitar 1.500 rumah di wilayah tersebut tersebut. Bahkan ada 212 orang warga justru mendukung Ketua RW, Santoso. Jadi intinya semua harus didalami supaya tidak sepotong-sepotong,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan, bahwa masalah pungli tersebut ditelusuri sebagai isu utama. Meskipun pungli sudah mengakar dalam semua sendi. Pungli adalah termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa yang harus diberantas.
“Termasuk isu terpanasnya tentang pungli yang selama ini beredar dan marak ini seperti bagaimana? Jangan-jangan memang ada pungli massal namun menjadi bom waktu, karena kita tahu hampir seluruh pranata kehidupan berpotensi timbulnya pungli. Dalam banyak hal pungli seperti tidak dapat tertangani karena menjadi lingkaran setan, sebut saja contoh kasus dalam pelayanan publik, pertanahan agraria, perijinan,” tutur Dwi Rio.
“Pungli sebagai api dalam sekam. Tak terlihat tapi terasa dan meresahkan. Sekaligus pungli menjadi tantangan Pj Gubernur dalam semua aspek pembangunan,” lanjutnya.
Diketahui, Lurah Pluit Sumarno mengatakan alasan pencopotan Santoso dari ketua RW adalah mengenai masalah kinerja. Salah satunya yakni penolakan terkait pembangunan tanggul pengaman pantai di Kompleks Pantai Mutiara.
Terkait hal itu, Dwi Rio pun meminta agar alasan itu dicek kebenarannya.
“Begitu juga tentang pernyataan Lurah Sumarno yang menyatakan bahwa Ketua RW beberapa kali melakukan penolakan terhadap program/kebijakan pemerintah di wilayah tersebut. Ukuran menolak itu patut didalami. Jangan-jangan hanya sekedar rumors yang tak terbukti,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua RW 016 Pluit Santoso Halim membongkar pungutan liar (pungli) yang terjadi di Pantai Mutiara. Lalu ia pun dicopot usai bicara soal pungli tersebut.
Disebut, dasar pencopotannya sebagai ketua RW berupa mosi tidak percaya tidak mencerminkan suara mayoritas.
“Jadi gini, mosi ini dibuat oleh segelintir orang. Ada 46 orang yang mungkin identitasnya tidak kita ketahui. Dari 1500 unit rumah yang ada di Pantai Mutiara. 46 orang ini tidak merepresentasikan apapun. Tapi 46 orang dan didukung oleh 9 pengurus RT, ini jadi acuannya pak lurah,” kata Santoso kepada wartawan, Sabtu (17/12).
Sementa itu, Lurah Pluit Sumarno menjelaskan mengenai pencopotan Ketua RW itu. Ia mengatakan pencopotan dilakukan bukan karena Santoso membongkar dugaan pungli di sana.
Sumarno mengatakan pencopotan Santoso dari ketua RW didasarkan berbagai macam pertimbangan. Salah satunya terkait kinerja.
“Terkait pemberhentian RW 16, itu sudah melalui prosedur yang diatur Pergub 22/2022 tentang RT/RW, prosesnya bukan hanya dilihat dari SK Pemberhentian, tapi banyak hal kejadian sebelumnya yang menjadi pertimbangan,” kata Sumarno, Sabtu (17/12).
“Proses ini juga sudah berbulan-bulan lalu, terkait kinerja dan perilaku RW di lingkungan dan juga sudah diberikan peringatan lisan, imbauan, bahkan sampai surat peringatan yang tidak pernah direspons oleh Ketua dan pengurus RW,” pungkasnya.