Soal Isu KUHP Baru Sengaja Disiapkan untuk Sambo, Timsos: Itu Keliru!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 17 Februari 2023 12:03 WIB
Jakarta, MI - Tim Sosialisasi KUHP Nasional menegaskan isu yang beredar mengenai ketentuan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dalam KUHP baru sengaja “dipersiapkan” untuk Ferdy Sambo, agar bisa lolos dari hukuman mati adalah hal yang keliru. "Isu tersebut sama sekali tidak benar," tegas Jubir Tim Sosialisasi KUHP Nasional, Albert Aries, Jum'at (17/2). Menurutnya, ketentuan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun bahkan sudah diperkenalkan dalam draft KUHP versi tahun 2015, jauh sebelum kasus Ferdy Sambo ini bergulir. Albert menjelaskan, ketentuan itu mengacu pada pertimbangan hukum (ratio decidendi) Putusan MK No. 2-3/PUU-V/2007 hal. 430, yaitu pidana mati bukan lagi merupakan pidana pokok, melainkan pidana yang bersifat khusus dan alternatif, sehingga dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun, sehingga jika terpidana mati berkelakuan baik dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup. "Mengkait-kaitkan kasus Sambo dengan ketentuan Pidana Mati dalam KUHP baru merupakan asumsi yang keliru, apalagi kasus tersebut juga belum berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde), tegas Albert. Isu lainnya yang perlu diluruskan adalah terkait “kelakuan baik” dari terpidana mati yang katanya bergantung pada “surat sakti” Kalapas. Albert menjelaskan bahwa perubahan pidana mati menjadi seumur hidup diberikan, setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung (Pasal 100 ayat 4) dan juga melewati serangkaian assesment yang objektif dari Kemenkumham dan lembaga terkait selama masa percobaan 10 tahun berlangsung. "Dengan berlakunya KUHP Nasional pada Januari 2026 nanti, jangan dimaknai akan membuat pelaksanaan Pidana Mati menjadi hapus," jelas Albert. Hal ini didasarkan pada paradigma baru dari Pidana Mati dalam KUHP nasional sebagai “jalan tengah” (Indonesian Way) bagi kelompok yang pro (retentionis) dan kontra (abolitionis) terhadap Pidana Mati. Bagi seluruh terpidana mati yang perkaranya berkekuatan hukum tetap, namun belum dieksekusi saat berlakunya KUHP Nasional nanti, maka berlaku Pasal 3 ayat (1) KUHP Nasional (lex favor reo), yang menyatakan dalam hal terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan itu terjadi, diberlakukan peraturan yang baru, kecuali peraturan lama “menguntungkan” bagi pelaku. Untuk itu Pemerintah akan menyiapkan ketentuan “transisi” untuk menghitung “masa tunggu” yang sudah dijalani terpidana mati, dan juga assesment untuk menilai adanya perubahan sikap dan perbuatan terpuji dari terpidana mati secara objektif, sebagai jaminan kepastian hukum yang berkeadilan dan pelindungan Hak Asasi Manusia.