Korupsi BTS Kominfo: Menpora Dito, Komisi I DPR dan Anggota BPK Sadikin Harus Diseret ke Pengadilan

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 27 September 2023 00:46 WIB
Jakarta, MI - Keterangan yang diberikan oleh Irwan Hermawan, Komisaris PT Solitech Media Sinergy sebagai saksi atas kasus korupsi BTS Bakti Kominfo harus didalami oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Termasuk tentang adanya aliran dana ke Komisi I DPR RI dan Dito Ariotedjo yang saat ini menjadi Menpora. Selain itu juga Kejaksaan Agung perlu mendalami tentang adanya aliran dana ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Kejaksaan Agung segera cari bukti lainnya mengenai keterangan Irwan Hermawan dan apabila terbukti segera tetapkan sebagai tersangka. Dan tentunya juga Menpora Dito, Komisi I DPR dan Anggota BPK Sadikin harus dapat dihadirkan ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Ya agar semuanya jelas sebagaimana diungkapkan saksi dalam sidang itu," ujar praktisi hukum, Fernando Emas kepada wartawan, Rabu (27/9). [caption id="attachment_559479" align="alignnone" width="768"] Pengamat Politik Fernando Emas (Foto: Doc Pribadi)[/caption] Dan jika dimungkinkan menggandeng aparat penegak hukum lainnya misalnya KPK, tegas Fernando, jangan takut dan ragu untuk menuntaskan kasus yang merugikan negara lebih dari Rp 8,32 triliun itu, termasuk ketika menetapkan anggota Komisi I DPR RI, anggota BPK Sadikin dan Menpora Dito Ariotedjo. "Tidak ada alasan bagi Kejaksaan Agung untuk tidak mendalami keterangan yang disampaikan oleh Irwan Hermawan. Masyarakat akan menganggap Kejaksaan Agung tidak serius untuk menuntaskan kasus korupsi pembangunan BTS tersebut," cetus Fernando. "Dan akan dianggap memberikan perlindungan kepada anggota Komisi I DPR RI, anggota BPK dan Dito," timpal Direktur Rumah Politik Indonesia (RPI) ini. Kejaksaan Agung juga, tambah dia, harus dapat memberikan alasan yang kuat kalau tidak ada yang menjadi tersangka dari anggota Komisi I DPR RI, anggota BPK dan Dito Ariotedjo. "Selain itu, disebutnya nama Dito Ariotedjo dalam kasus korupsi pembangunan BTS oleh saksi Irwan Hermawan harus menjadi perhatian dari Presiden Joko Widodo untuk melakukan evaluasi terhadap Dito sebagai Menpora," pungkasnya. Komisi I DPR, BPK dan Menpora Dito Kecipratan Duit Korupsi BTS Kominfo Dua saksi kasus dugaan korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung lainnya yaitu Irwan Hermawan dan Windi Purnama mengungkapkan aliran uang Rp 70 miliar untuk Komisi I DPR RI dan Rp 40 miliar ke BPK RI. Irwan dan Windi yang dihadirkan sebagai saksi mahkota mulanya menjelaskan pemberian uang Rp 70 miliar kepada seseorang bernama Nistra Yohan yang diduga merupakan staf ahli di Komisi I DPR. "Pada saat itu sekitar akhir 2021 saya dapat cerita dari Pak Anang [mantan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif] bahwa beliau mendapat tekanan-tekanan tertentu terkait proyek BTS terlambat dan sebagainya". "Jadi, selain dari Jemy [Direktur Utama PT Sansaine Exindo Jemy Sutjiawan] juga (ada) dana lain yang masuk namun penyerahan kepada pihak tersebut dilakukan oleh Pak Windi," ujar Irwan di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (26/9). Ketua majelis hakim yang menangani perkara ini Fahzal Hendri lantas bertanya kepada Windi mengenai pihak yang turut menerima uang dalam kasus BTS. Berdasarkan informasi yang diterima dari Anang, Windi menyebut pihak dimaksud ialah Nistra Yohan. "Saudara enggak bisa sebut nama orangnya?" tanya hakim Fahzal kepada Windi. "Belakangan di penyidikan Yang Mulia, jadi saya mendapatkan nomor telepon dari Pak Anang, seseorang bernama Nistra," jawabnya. "Nistra tuh siapa?" cecar hakim. "Saya juga pada saat itu [diinformasikan] Pak Anang lewat Signal Pak, itu adalah untuk K1," terang Windi. "K1 itu apa?" lanjut hakim. "Ya itu makanya saya enggak tahu Pak, akhirnya saya tanya ke Pak Irwan K1 itu apa, 'Oh, katanya Komisi 1'," terang Windi. Sementara itu, Irwan menambahkan nama Nistra Yohan pernah ia dengar dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung (Kejagung). Selain itu, ia juga mendengar nama tersebut dari pemberitaan di media massa. "Tahu kamu pekerjaannya apa, Wan?" tanya hakim. "Saya tidak tahu, kemudian muncul di BAP [Berita Acara Pemeriksaan] apa media," jawab Irwan. "Belakangan saya tahu dari pengacara saya beliau [Nistra Yohan] orang politik, staf salah satu anggota DPR," tandasnya. "Berapa diserahkan ke dia?" tanya hakim. "Saya menyerahkan dua kali Yang Mulia, totalnya Rp 70 miliar," ungkap Irwan. Dalam kesempatan ini, Irwan turut menyampaikan alasannya baru bisa berterus terang menyampaikan informasi perihal aliran uang terkait proyek BTS 4G di muka persidangan. Hal itu berbekal nasihat pengacaranya. Sebelumnya, selama proses penyidikan, Irwan mengaku keluarganya sering mendapat teror dari orang tak dikenal sehingga ia takut jujur memberikan keterangan di hadapan tim penyidik Kejagung. Windi mengaku juga turut menyerahkan uang terkait proyek BTS 4G kepada seseorang bernama Sadikin selaku perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Uang yang diserahkan senilai Rp 40 miliar. "Nomor [telepon] dari pak Anang seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh pak Anang lewat Signal," ucap Windi. "Berapa?" tanya hakim Fahzal. "Itu saya tanya untuk siapa, untuk BPK Yang Mulia," tutur Windi. "BPK atau PPK? Kalau PPK Pejabat Pembuat Komitmen. Kalau BPK Badan Pemeriksa Keuangan. Yang mana?" tanya hakim menegaskan. "Badan Pemeriksa Keuangan, Yang Mulia," jawab Windi. Windi menjelaskan uang diberikan kepada Sadikin di parkiran salah satu hotel mewah di pusat kota Jakarta. Uang diberikan secara tunai dalam pecahan mata uang asing. "Di mana ketemunya sama Sadikin itu?" tanya hakim. "Ketemunya di Hotel Grand Hyatt. Di parkirannya Pak," kata Windi. "Berapa Pak?" tanya hakim lagi. "Rp 40 M," ucap Windi. "Ya Allah. Rp 40 M diserahkan di parkiran? Uang apa itu? Uang rupiah atau dolar Amerika, dolar Singapura, atau Euro?" lanjut hakim terkaget-kaget. "Uang asing Pak. Saya lupa detailnya mungkin gabungan dolar Amerika dan dolar Singapura," ungkap Windi. Dalam penyerahan itu, Windi ditemani dengan sopirnya. Uang puluhan miliar yang tersimpan dalam koper diserahkan kepada seseorang bernama Sadikin. Selain itu, Irwan Hermawan yang juga Komisaris PT Solitech Media Sinergy mengakui ada aliran dana sebesar Rp 27 miliar kepada seseorang bernama Dito Ariotedjo untuk pengamanan kasus dugaan korupsi. Hal itu diungkapkan Irwan Hermawan ketika ketua majelis hakim Fahzal Hendri mencecar pengeluaran dana yang coba dilakukan untuk menutupi kasus dugaan korupsi yang saat itu masih dalam proses penyidikan di Kejaksaan Agung. Dito merupakan pihak terakhir yang diberikan uang puluhan miliaran dalam rangka pengaman kasus tersebut. Irwan mengatakan, ia juga pernah memberikan Rp 15 miliar kepada Edward Hutahaean dan seseorang bernama Wawan sebanyak dua kali pemberian sebesar Rp 30 miliar. “Ada lagi pak?” tanya hakim Fahzal Hendri dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023). “Ada lagi,” kata Irwan Hermawan. “Untuk nutup (kasus BTS 4G) juga?” tanya hakim lagi. “Iya,” jawab Irwan Hermawan. “Berapa?” cecar hakim Fahzal. “Rp 27 miliar,” kata Irwan Hermawan. Irwan mengungkapkan, uang puluhan miliar itu dititipkan melalui seseorang bernama Resi dan Windi untuk diberikan ke Dito. Hakim Fahzal lantas mencecar siapa sosok Dito yang dimaksud oleh Irwan Hermawan. “Dito apa?” tanya hakim menegaskan. “Pada saatnya itu namanya Dito saja,” kata Irwan. “Dito apa pak? Dito itu macam-macam,” cecar hakim lagi. “Belakangan saya ketahui, Dito Ariotedjo,” ujar Irwan Hermawan. Terkait hal ini, Kejaksaan Agung juga telah mendalami dugaan adanya aliran uang dalam kasus korupsi penyediaan infrastruktur menara BTS 4G melalui pemeriksaan Menpora Dito Ariotedjo pada 3 Juli 2023 lalu. Dito Ariotedjo sendiri telah membantah dugaan bahwa dirinya pernah menerima uang dari salah seorang tersangka kasus proyek BTS 4G. Politikus Partai Golkar itu mengaku tidak mengenal Irwan Hermawan yang mengungkap soal dugaan aliran uang kepada dirinya. “Saya sama sekali tidak pernah ketemu, tidak pernah mengenal, apalagi menerima (aliran uang)," ujar Dito kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada 3 Juli 2023 lalu. Untuk diketahuit, dalam sidang ini Irwan dan Windi diperiksa sebagai saksi mahkota untuk terdakwa mantan Menkominfo Johnny G Plate, Anang Achmad Latif dan mantan Tenaga Ahli Hudev UI Yohan Suryanto. Johnny Plate dkk didakwa merugikan keuangan negara sejumlah Rp 8,32 triliun terkait kasus dugaan korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung lainnya. (An)