Bu, PLN Sebut Kompor Induksi Lebih Ekonomis Dibanding Gas, Benar Gak sih?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 15 Februari 2022 19:03 WIB
Monitorindonesia.com - PLN  siap mendukung program konversi kompor liquified petroleum gas (LPG) ke kompor induksi dalam upaya pemerintah membangun kemandirian energi sekaligus menghemat anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Kompor induksi adalah kompor yang memungkinkan memasak tanpa menggunakan api yang menyala, melainkan energi listrik yang jadi sumber energi panas. Kompor induksi menggunakan reaksi elektromagnetik untuk menghantarkan panas ke makanan dalam wajanan dengan kemampuan hingga sekitar 80 – 90 persen. Sementara itu, kompor listrik hanya dapat mencapai efisiensi energi sekitar 70 persen. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, impor LPG terus naik seiring meningkatnya konsumsi masyarakat. Pada 2024 diprediksi impor LPG mencapai Rp 67,8 triliun. Dengan beralih ke kompor induksi, ketergantungan terhadap impor LPG berkurang dan defisit transaksi berjalan atau (current account defisit/CAD) dapat diselesaikan. "Arahan Presiden di Istana Bogor, mengubah energi berbasis impor ke energi berbasis domestik. Salah satunya konversi kompor LPG ke kompor induksi," ujar Darmawan dalam rilis yang diterima di Jakarta, Selasa (15/2/2022). Konversi, imbuh dia, bakal menekan subsidi LPG dalam APBN. Pada tahun ini saja pemerintah menganggarkan Rp 61 triliun untuk subsidi LPG. Angka ini akan terus naik menjadi Rp 71,5 triliun pada 2024. Saat ini, pemakaian LPG memang dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik. Padahal kalau dicermati, harga LPG di pasaran sudah subsidi. LPG sebelum disubsidi Rp 13.500 per kg, yang kemudian harga eceran tertinggi (HET) subsidi dibanderol Rp 7.000 per kg. Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp 6.500 untuk subsidi per kg LPG. "Jadi seakan-akan LPG ini lebih murah dari kompor listrik. Padahal ini membebani APBN. Ada komponen subsidi dari APBN sekitar Rp 6.500," ujar Darmawan. Menghitung perbandingan berbasis kalori, 1 kg LPG setara dengan 7 kWh listrik. Harga keekonomian 1 kg LPG yaitu Rp 13.500 jelas lebih mahal daripada 7 kWh listrik yang biayanya sekitar Rp 10.250. Artinya harga keekonomian menggunakan LPG lebih mahal Rp 3.250 per kg dibandingkan dengan pemanfaatan listrik. PLN juga memastikan pasokan listrik di seluruh sistem kelistrikan dalam kondisi cukup. Hingga satu setengah tahun ke depan, PLN mempunyai cadangan daya hingga 7 gigawatt (GW). "Dengan program ini, akan ada peningkatan kebutuhan listrik. Proyeksi kami, serapan listrik akan meningkat hingga 13 GW. Ini akan meningkatkan kondisi perusahaan dan keuangan negara tentunya," ujar Darmawan. PLN menilai, konversi ke kompor induksi ini juga akan menjadi pintu masuk kemandirian energi, dari yang sebelumnya impor menjadi pemanfaatan listrik yang bersumber energi domestik. "Ini agenda bersama. Kita gotong royong untuk menuju kedaulatan energi di Indonesia. Apalagi sumber energi domestik kita sekarang melimpah dan dapat dimanfaatkan," jelas Darmawan. "Subsidi yang selama ini digunakan untuk membiayai LPG, ke depan dapat dimanfaatkan untuk program yang lebih berdampak untuk masyarakat. Seperti pendidikan, infrastruktur, air bersih, dan sebagainya," pungkas Dirut PLN ini. [tar]

Topik:

-