RPP Kesehatan Ancam Industri Media Digital

Rendy Bimantara
Rendy Bimantara
Diperbarui 22 November 2023 14:28 WIB
Ilustrasi Rokok Elektronik (Foto: Shutterstock)
Ilustrasi Rokok Elektronik (Foto: Shutterstock)

Jakarta, MI - Pemerintah pusat mengembangkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, yang merupakan hasil dari Undang-undang (UU) No 17/2023 tentang Kesehatan. Di antaranya adalah peraturan yang melarang iklan rokok. Pelarangan tersebut dianggap mengancam stabilitas industri media digital.

Pelaku bisnis  media digital pun mempertanyakan regulasi ini dan menanti ajakan diskusi dari pemangku kepentingan. Sebab, jika RPP jadi diberlakukan, akan mengganggu pada keberlangsungan industri hingga memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Draf ini agak aneh, digital media itu media yang paling memungkinkan untuk mengatur iklan, targetnya siapa, kapan ditayangkan, itu sangat memungkinkan. Tapi justru kami paling sial karena dilarang total, ada unsur keadilan yang perlu didiskusikan lebih panjang," kata Ketua Indonesia Digital Association (IDA) Dian Gemiano dalam diskusi media dikutip Rabu (22/11).

Selama ini media digital sudah mengikuti aturan yang berlaku, diantaranya PP No 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Media digital justru berharap adanya regulasi yang adil karena RPP Kesehatan yang kini tengah dibahas bakal berdampak pada industri ini.

"Mengacu ke data Statista, iklan di semua platform digital, termasuk sosmed (media sosial) dan sebagainya di Indonesia itu nilainya US$2,5 miliar atau Rp 43 triliun, tapi industri lokal hanya dapat 30% doang, 70% ke global platform. 30% itu sekitar Rp 2,23 triliun di semua format media, jadi nggak hanya media online seperti Detik, CNBC, Kompas," ungkap Gemio.

Dia menambahkan, media digital tidak mendapat porsi besar dari nilai iklan tersebut. Belum lagi, disrupsi media yang terjadi belakangan menjadi faktor pendapatan media kian terkikis.

Dia mengatakan, ketika media digital tengah kesulitan, situasinya bakal lebih terhimpit jika RPP Kesehatan jadi diketok. Nasib karyawan di industri media digital yang bakal menjadi pertaruhan.

"Kita pernah hitung proyeksi pendapatan media berita seperti Detik, Kompas, Kontan yang masuk media berita, kemungkinan potensi hilang Rp 200-250 miliar setahun jika ngga boleh iklan rokok, dan itu signifikan karena kita sedang disrupsi,” kata Gemio.

Kehilangan sebesar itu bisa memengaruhi profit loss, impact-nya management mengurangi cost, dan cost paling besar media di karyawan ada potensi pengurangan karyawan, kami belum hitung potensinya berapa, tapi ada potensi itu," pungkasnya.(Ran)