Di tengah Utang Rp82 Triliun, Direksi dan Komisaris Waskita Karya Terima Dana Remunerasi, Legislator: Mereka Tidak Malu?

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 1 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Anggota Komisi VI DPR RI, I Nyoman Parta (Foto: Ist)
Anggota Komisi VI DPR RI, I Nyoman Parta (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Anggota Komisi VI DPR RI I Nyoman Parta, menyoroti salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Waskita Karya (Persero/WSKT) Tbk yang terjerat utang sebesar Rp82 triliun. 

Pasalnya, di tengah kesulitan keuangan yang dialami PT Waskita Karya, justru jajaran direksi dan komisaris perusahaan tersebut malah berpesta pora dengan menikmati dana remunerasi yang nilainya miliaran rupiah.

Sehingga tak heran, jika muncul dugaan adanya praktik korupsi di jajaran direksi dan komisaris PT Waskita Karya. 

Melihat kondisi tersebut, Parta menilai banyaknya BUMN yang bermasalah disebabkan karena ulah para direksi dan komisarisnya yang tak memikirkan kelangsungan hidup BUMN. 

"Banyak perusahan BUMN yang bermasalah justru karena manajemen terlalu boros dan semau gue," kata Parta saat dihubungi Monitorindonesia.com Kamis (1/8/2024). 

Bahkan kata Parta, semestinya direksi dan komisaris PT Waksita Karya semestinya malu menerima kucuran dana yang nilainya tak sedikit itu di tengah perusahaan yang terombang-ambing dengan nilai utang yang fantastis. 

"Termasuk pemberian remunerasi diatas, kok mereka tidak malu ya?" heran Parta melihat kondisi tersebut. 

Seperti diketahui, berdasarkan laporan keuangan semester I-2024 dari WSKT yang tebalnya 217 halaman, dana remunerasi atau tambahan imbalan untuk komisaris dan direksi sebagai apresiasi perusahaan, ditetapkan cukup besar. Bahkan naik jika dibandingkan tahun lalu.

Di mana, dana remunerasi ini diatur dalam pos Pengurus dan Struktur Organisasi Perusahaan di halaman 11. Saat ini, Waskita Karya memiliki 5 anggota dewan komisaris dan 6 anggota dewan direksi.

Periode Juni 2024, Waskita Karya menetapkan dana remunerasi untuk dewan direksi yang berjumlah 6 orang, sebesar Rp11.024.197.542 (Rp11 miliar).

Angka ini naik jika dibandingkan Desember 2023 yang besarnya Rp10.740.443.080 (Rp10,7 miliar). Total setahun menjadi Rp21,7 miliar.

Sehingga, masing-masing direksi Waskita Karya berhak atas remunerasi Rp3,61 miliar per tahun. Atau Rp300,8 juta/bulan. Sedangkan dana remunerasi untuk komisaris Waskita Karya periode Juni 2024 ditetapkan Rp6.332.682.432 (Rp6,3 miliar).

Angka itu naik jika dibandingkan remunerasi pada Desember 2023 sebesar Rp5.665.205.764 (Rp5,7 miliar). Total setahun menjadi Rp12 miliar.

Sehingga, tiap komisaris WSKT berhak atas remunerasi sebesar Rp2,4 miliar/tahun atau Rp200 juta/bulan. Wow.

Di sisi lain Waskita Karya harus menanggung utang yang menumpuk sebesar Rp82,107 triliun. Terdiri dari utang jangka pendek Rp18,7 triliun per Juni 2024. Angka ini susut 17,9 persen ketimbang akhir 2023 yang mencapai Rp22,838 triliun.

Namun, kewajiban jangka panjang WSKT mengalami kenaikan 3,6 persen ketimbang akhir 2023, menjadi Rp63,3 triliun. Akibatnya, keuangan WSKT mengalami defisit hingga Rp15,8 triliun per Juni 2024.

Kasus korupsi menyelimuti WSKT

BUMN karya tengah menjadi sorotan menyusul kasus korupsi yang menjerat petinggi PT Waskita Karya Tbk dan PT Waskita Beton Precast Tbk. Di mana, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah merilis perkara penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan beberapa bank pada kedua emiten pelat merah tersebut. 

Tindak pidana korupsi bukan kali pertama terjadi di BUMN karya. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah perusahaan pelat merah sektor infrastruktur sudah lebih dulu terjerat korupsi. 

Perkara itu berdasarkan rilis resmi Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pengadilan Tinggi. 

Berdasarkan data yang dihimpun Monitorindonesia.com, berikut ini kasus korupsi yang terjadi Waskita Karya:

PT Waskita Karya Tbk Direktur Utama (Dirut) Waskita Karya Destiawan Soewardjono terserat dalam kasus dugaan korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya (persero) dan PT Waskita Beton Precast. 

Destiawan diduga melawan hukum dengan memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) menggunakan dokumen pendukung palsu.

Tujuannya untuk digunakan sebagai pembayaran utang-utang perusahaan yang diakibatkan oleh pencairan pembayaran proyek-proyek pekerjaan fiktif guna memenuhi permintaan tersangka. Kasus ini merugikan negara lebih dari Rp2,5 triliun.

PT Waskita Beton Precast Tbk Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Beton Precast Tbk., Agus Wantoro bersama dengan terdakwa lainnya, didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. Yakni, penyimpangan dan penyelewengan dalam penggunaan dana PT Waskita Beton Precast Tbk pada tahun 2016-2020 yang merugikan negara Rp 2,5 triliun.