Kalau Dirjen Pajak Suryo Utomo Tak Paham PPN 12%, Mundur Sajalah!
Jakarta, MI - Imbas dari kegaduhan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang mulai berlangsung sejak awal 2025, apakah sebaiknya Direktur Jenderal Pajak (DJP) Suryo Utomo mundur saja?
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun pun mewanti-wanti hal demikian. Anehnya, kata dia, perintah yang sudah jelas tersebut tidak bisa diterjemahkan dengan jelas oleh para birokrat di Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sehingga aturan pelaksanaannya di PMK sangat membingungkan dan menimbulkan kerancuan dalam penerapannya karena menggunakan dasar pengenaan dengan nilai lain 11/12.
Di mana, tambah dia, ada penafsiran tunggal seakan-akan UU HPP tidak bisa menerapkan tarif PPN dengan multi tarif. Jelas bahwa UU HPP Pasal 7 tidak ada larangan soal multitarif PPN sehingga tidak ada larangan soal penerapan tarif PPN 11% dan PPN 12% diterapkan bersamaan sekaligus.
Menurutnya, tarif PPN 11% untuk yang tidak naik dan tarif PPN 12% hanya untuk barang dan jasa mewah.
"Tetapi ketika PMK 131 membuat dasar perhitungan yang membingungkan dunia usaha dalam penerapan tarif PPN 11% yang tidak naik dengan menggunakan istilah dasar pengenaan lain maka ini menimbulkan pertanyaan soal loyalitas birokrat di Direktorat Jenderal Pajak khusus Dirjen Pajak dalam menerjemahkan perintah Bapak Presiden Prabowo yang sudah jelas," kata Misbakhun, Sabtu (4/1/2025).
Sementara itu, Kementerian Keuangan dengan PMK Nomor 131 Tahun 2024 menyatakan bahwa atas barang/jasa yang bukan dalam kategori barang mewah dikenakan PPN dengan tarif 12% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak, di mana dasar pengenaan pajak adalah nilai lain, dalam hal ini 11/12 dari harga jual, penggantian, atau nilai impor.
Sedangkan untuk masa transisi pada 1 Januari 2025 sampai 31 Januari 2025, pengenaan PPN barang mewah dikenai tarif 12% dengan DPP yang sama dengan barang atau jasa yang bukan barang mewah.
"Presiden Prabowo menghendaki tarif PPN yang berlaku adalah 11% dan bukan 12% untuk barang/jasa yang bukan barang mewah, tetapi dalam peraturan tersebut menyampaikan bahwa tarif PPN yang berlaku adalah 12%," katanya.
Memang, lanjut dia, dasar pengenaan pajak atau faktor pengalinya menggunakan nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual dengan hasil akhir nilai PPN yang dipungut tetap 11% atau PPN tidak mengalami kenaikan tarif.
"Tetapi peraturan ini menimbulkan keresahan di masyarakat, di mana beberapa perusahaan retail telah memungut PPN sebesar 12% seperti yang disampaikan Direktur Jenderal Pajak dalam media brifing 2 Januari 2025," jelas Misbakhun.
Menurut Misbakhun persiapan dan pembuatan keputusan yang sangat mepet dengan pelaksanaan perubahan tarif PPN tidak memberikan waktu kepada pengusaha untuk mempersiapkan perubahan di dalam sistemnya.
Walaupun pada akhirnya, ungkap dia, PPN terutang dapat dihitung ulang menggunakan mekanisme pada SPT masa PPN, tetapi membuat masyarakat harus membayar lebih dari yang seharusnya.
"Sudah seharusnya Kementerian Keuangan RI dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak membuat peraturan dengan bahasa yang lebih sederhana, tidak menimbulkan multitafsir, dan tetap menggunakan mekanisme penyusunan peraturan yang seharusnya."
"Apakah Kementerian Keuangan terutama Direktorat Jenderal Pajak telah menerjemahkan instruksi Presiden dengan tepat?" tanyanya.
Menurut Misbakhun, tidak seharusnya Direktorat Jenderal Pajak membuat penafsiran ataupun membuat ketentuan yang berbeda dengan perintah Presiden Prabowo sehingga bisa berakibat timbulnya ketidakpercayaan masyarakat kepada pemimpin tertingginya.
"Kalau Dirjen Pajak tidak mampu melaksanakan perintah Bapak Presiden Prabowo sebaiknya memilih untuk menulis surat pengunduran diri."
"Karena apa yang dibuat soal aturan pelaksanaan teknis ini sudah tidak seirama dengan kemauan dan kehendak Bapak Presiden Prabowo karena punya tafsir subjektif soal pasal UU HPP yang sudah jelas yang berakibat menimbulkan pelaksanaan yang menimbulkan kegaduhan di kalangan dunia usaha," tutupnya.
Topik:
PPN 12 Persen DPR Dirjen Pajak DJPCoretax DJP Diselimuti Deret Masalah, Pengamat: Giliran Belum Bayar Pajak Dikejar-kejar
11 jam yang lalu
DPR Minta MA Periksa Hakim PT Pontianak Pembebas Warga China Yu Hao Pencuri 774 Kg Emas RI
13 jam yang lalu
Pengendali Proyek Coretax DJP Harus Disanksi, Ini Kilas Balik PwC hingga Deloitte Consulting
17 jam yang lalu