Asetnya Banyak yang Hilang, ID FOOD Punya Anak Usaha Terseret Kasus Impor Gula Tom Lembong
Jakarta, MI - Berdasarkan temuan Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI, bahwa sekitar 147 aset milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ID FOOD yang dulu dikenal PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) beserta anak perusahaannya hilang alias raib dan atau dikuasai pihak lain.
Total nilai aset itu diperkirakan mencapai Rp 3,32 triliun. Temuan itu tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan terkait Pengelolaan Dana Pinjaman Pemegang Saham, Aset Tetap, dan Properti Investasi untuk Tahun Buku 2021 hingga Semester I 2023.
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada PT RNI Persero, anak perusahaan, serta instansi terkait lainnya di wilayah DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
Aset tersebut terdiri dari 35 aset milik PT RNI (Persero), 221 aset milik PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), 40 aset milik PT Sang Hyang Seri (SHS), 28 aset milik PT Pabrik Gula Rajawali I, 7 aset milik PT Berdikari, 3 aset milik PT Garam, sembilan aset milik PT Perindo, dan 6 aset milik PT Perkebunan Mitra Ogan (PTP MO).
Data tersebut menunjukkan bahwa PT PPI lah yang asetnya terbanyak. Sejalan dengan temuan itu, PT PPI menjadi sorotan. Bahwa perusahaan tersebut terseret dalam kasus dugaan korupsi importasi gula Kementerian Perdagangan yang menyeret mantan Mendag Tom Lembong.
Anak usaha ID FOOD itu dalam pusaran kasus ini sebab Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI periode 2015-2016, Charles Sitorus, juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
“PT PPI mendapatkan fee (upah) dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp105 per kilogram,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) lalu.
Peran Charles Sitorus dalam kasus impor gula itu ialah memerintahkan Staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI di Gedung Equity Tower SCBD sebanyak empat kali.
Pertemuan itu guna membahas rencana kerja sama impor gula kristal mentah menjadi gula kristal putih antara PT PPI dan delapan perusahaan gula swasta, yang juga atas sepengetahuan dan Direktur Utama PT PPI saat itu.
Sementara Tom Lembong berperan telah memberikan penugasan kepada perusahaan untuk mengimpor gula kristal mentah menjadi gula yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih dalam rangka stabilisasi harga gula di masyarakat.
Tak hanya itu, Tom Lembong memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP. Gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih. Pun, Negara rugi kurang lebih Rp 400 miliar akibat kasus ini.
Sekadar tahu, bahwa PT PPI adalah perusahaan anggota Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan ID FOOD di bawah PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). Perusahaan perdagangan dan logistik tersebut berperan untuk mendukung program pemerintah dalam rangka merealisasikan kedaulatan pangan melalui kegiatan rantai pasok dari hulu ke hilir yang lebih efisien.
MONITOR JUGA: CAWE-CAWE di BUMN ID FOOD
Melansir laman resminya, PT PPI berawal dari perusahaan bentukan Pemerintah Belanda di bawah The Big Five Perusahaan Perdagangan. Setelah merdeka, Pemerintah Indonesia mulai mengambil alih perusahaan yang disebut sebagai Perusahaan Niaga pada 1950-an.
Pada 1998, pemerintah memutuskan untuk melakukan merger terhadap belasan BUMN di bidang perdagangan menjadi tiga perusahaan. Perusahaan tersebut meliputi PT Dharma Niaga, PT Pantja Niaga, dan PT Cipta Niaga.
Kemudian, pada Juni 2003, tiga perusahaan itu kembali digabung menjadi satu perusahaan niaga, yaitu PT PPI yang berlaku efektif sejak 31 Maret 2003. Penyederhanaan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2003 yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi manajemen, integrasi bisnis, meningkatkan kepemilikan aset, dan memaksimalkan keuntungan.
Pada 2 Desember 2021, PT PPI dan PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) resmi bergabung yang disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Nomor AHU-AH.01.10-0014697.
Kini, PT PPI menjadi perusahaan yang bergerak pada sektor bisnis perdagangan domestik, internasional, pergudangan, dan logistik yang terdigitalisasi.
Terkait kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret Charles Sitorus, Direktur Utama PT PPI, Soegeng Hernowo mengatakan proses hukum tersebut merupakan wujud nyata dari bersih-bersih BUMN yang selalu ditegaskan Menteri BUMN Erick Thohir. PT PPI, lanjut dia, juga akan bersikap kooperatif atas proses hukum yang dilaksanakan oleh Kejagung.
“Sebagai penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan wujud nyata mendukung aksi bersih-bersih BUMN,” ucap Soegeng dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2024.
Dia mengungkapkan, aktivitas PT PPI kini masih berjalan normal dan tidak ada hambatan terhadap operasional bisnis. Dia pun berkomitmen akan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dan benar dalam proses bisnis perseroan.
147 Aset ID FOOD Hilang
BPK dalam laporannya menyebutkan, berdasarkan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA), sebanyak 349 aset PT RNI (Persero) dan Anak Perusahaan dikuasai oleh pihak ketiga.
Aset tersebut terdiri dari 35 aset milik PT RNI (Persero), 221 aset milik PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), 40 aset milik PT Sang Hyang Seri (SHS), 28 aset milik PT Pabrik Gula Rajawali I, 7 aset milik PT Berdikari, 3 aset milik PT Garam, sembilan aset milik PT Perindo, dan 6 aset milik PT Perkebunan Mitra Ogan (PTP MO).
Hasil pemeriksaan fisik secara uji petik dan konfirmasi kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) terhadap sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) milik PT RNI (Persero) dan Anak Perusahaan menunjukkan 147 aset senilai Rp3.317.187.550.565,00 dikuasai oleh pihak lain.
Pertama, 131 Aset Tanah dan Bangunan PT RNI (Persero) dan Anak Perusahaan senilai Rp2.817.327.444.565,00 dikuasai swasta dan perorangan.
Aset tersebut yakni, 50 aset tanah dan bangunan PT RNI (Persero) dan Anak Perusahaan senilai Rp 420 miliar lebih dikuasai pihak lain dan berdasarkan konfirmasi kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) diketahui PT RNI (Persero) dan Anak Perusahaan masih tercatat sebagai pemegang hak terakhir.
Kemudian 81 bidang tanah dan bangunan PT RNI (Persero) dan Anak Perusahaan senilai Rp 2,4 triliun dikuasai pihak lain dan berdasarkan hasil konfirmasi BPN, telah berubah status kepemilikan.
Berikutnya, sebanyak 21 Aset Milik PT PG Rajawali I Senilai Rp 37,4 miliar berubah fungsi menjadi fasilitas umum. Lalu terdapat 151 aset tanah dan bangunan senilai Rp 968,6 milyar belum diketahui lokasinya dan bukti kepemilikan tidak ditemukan.
Kedua, terdapat 6 aset tanah dan bangunan senilai Rp 29,9 miliar dikuasai instansi Pemerintah dan BUMN.
Ketiga, 10 rumah dinas milik PT PPI senilai Rp 470 miliar dikuasai eks karyawan. BPK menyebutkan, akibat persoalan tersebut, PT RNI (Persero) dan anak perusahaan berpotensi kehilangan hak penggunaan aset tanah dan bangunan senilai Rp 6,8 triliun lebih.
PT RNI (Persero) dan anak perusahaan juga tidak dapat memanfaatkan tanah dan bangunan yang dikuasai pihak lain untuk optimalisasi pendapatan. Selain itu perusahaan mencatat aset tanah dan bangunan tanpa didukung bukti alas hak dan kejelasan titik lokasi aset.
BPK merekomendasikan kepada Direksi PT RNI (Persero), dan direksi PT Berdikari, PT Garam, Perindo, PT PPI, PG Rajawali I, Rajawali II, dan Direktur Utama PT SHS agar menetapkan rencana pengurusan perpanjangan dan pembaruan SHGB yang terukur untuk dituangkan dalam rencana tahunan dan rencana jangka panjang perusahaan.
BPK juga meminta Direksi PT RNI (Persero), dan anak perusahaan untuk menetapkan strategi dan prosedur penertiban atas aset tanah dan bangunan yang sudah dikuasai pihak lain, diantaranya melakukan upaya hukum dengan menyertakan instansi berwenang, melakukan dokumentasi, serta evaluasi atas pelaksanaan tahapan prosedur pengamanan yang sudah dilakukan.
Terakhir, BPK meminta Direksi PT RNI (Persero), dan anak perusahaan untuk berkoordinasi dengan Kementerian BUMN selaku pemegang saham terkait status aset tanah dan bangunan yang sudah beralih kepemilikannya, digunakan untuk fasilitas umum serta tidak ditemukan bukti alas hak dan lokasinya.
Topik:
PT PPI ID FOOD BPK Tom Lembong Impor Gula Korupsi Impor GulaBerita Selanjutnya
Bos PT Duta Sugar Internasional Hendrogiarto Antonio Ditangkap, Kejagung: Tak Mengindahkan Panggilan Kami!
22 Januari 2025 19:59 WIB
Kejagung Cari Bos PT Duta Segar Internasional dan Kebun Tebu Mas, Tersangka Korupsi Impor Gula
20 Januari 2025 21:32 WIB