Bacapres AS Terkuat: Donald Trump

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 23 Desember 2023 18:56 WIB
Donald Trump terus memimpin dalam tingkat elektabilitas sebagai bakal calon Presiden Amerika Serikat untuk Pemilu 2024 (Foto: AFP)
Donald Trump terus memimpin dalam tingkat elektabilitas sebagai bakal calon Presiden Amerika Serikat untuk Pemilu 2024 (Foto: AFP)

Jakarta, MI - Donald Trump terus memimpin dalam tingkat elektabilitas sebagai bakal calon Presiden Amerika Serikat untuk Pemilu 2024 dari Partai Republik. Pada awal tahun depan, Partai Republik akan memasuki masa primary dan kaukus mulai 15 Januari di Iowa.

Dalam berbagai jajak pendapat, termasuk Reuters/Ipsos dan Economist/YouGov, Trump unggul atas semua bakal calon presiden lain dari Partai Republik, dengan kisaran 41-55 persen.

Gubernur Florida Ron DeSantis dan mantan Duta Besar AS Nikki Haley menjadi dua pesaing terkuat Trump. Bahkan jika pemilu diadakan saat ini, Trump diprediksi mengalahkan petahana Presiden Joe Biden dari Partai Demokrat.

Menurut jajak pendapat New York Times dan Siena College, Trump unggul atas Biden dengan perbandingan 46 persen melawan 44 persen.

Dalam jajak pendapat lain oleh Morning Consult/Bloomberg News, Trump mengungguli Biden dengan 47 persen melawan 42 persen.

Oleh karena itu, tim sukses Donald Trump optimistis bahwa mantan Presiden Amerika Serikat itu akan berhasil mendapatkan tiket calon presiden dari Partai Republik pada Konvensi Partai Republik di pertengahan Juli tahun depan.

Mereka juga yakin Trump akan mengalahkan Biden pada 5 November 2024, saat hari pemungutan suara Pemilu 2024 digelar.

Namun, Trump sedang dihadapkan pada kasus hukum yang dapat menghambat ambisinya untuk kembali menduduki Gedung Putih setelah memenangkan Pemilu 2016.

Trump terjerat dalam empat kasus besar yang persidangannya akan digelar pada tahun depan. Dua dari empat perkara itu bersifat nasional atau federal, sementara dua lainnya bersifat tingkat negara bagian.

Kasus pertama adalah dakwaan bersekongkol untuk membatalkan hasil Pilpres 2020. Kasus ini dijadwalkan untuk disidangkan awal Maret tahun depan.

Pada 25 Maret 2024, Trump akan menghadapi sidang di Pengadilan Distrik Manhattan di Negara Bagian New York terkait pembayaran uang tutup mulut kepada seorang bintang film porno menjelang Pilpres 2016.

Kemudian, pada 20 Mei 2024, Trump akan menghadapi sidang di Florida terkait penyimpanan ilegal dokumen-dokumen rahasia negara setelah tak lagi menjadi presiden. Dia juga didakwa menyembunyikan dokumen-dokumen tersebut dari penyidik negara.

Kasus keempat adalah dakwaan berusaha membatalkan hasil Pilpres 2020 di Georgia, satu-satunya negara bagian yang menggelar pemilu susulan akibat ketatnya perolehan suara Pemilu 2020 di negara bagian itu.

Dalam kasus Georgia, Trump didakwa memerintahkan Sekretaris Negara Bagian Georgia Brad Raffensperger untuk "mencari" 11.000 suara, menunjukkan adanya campur tangan politis dalam menentukan hasil pemilu di Georgia.

Selain kasus-kasus itu, beberapa negara bagian juga menggelar persidangan terkait persekongkolan untuk membatalkan hasil Pilpres 2020, salah satunya di negara bagian Colorado.

Pada 19 Desember 2023, Mahkamah Agung Colorado memutuskan bahwa Trump didiskualifikasi dari pemilu 2024 di negara bagian tersebut. Mahkamah Agung Colorado menyimpulkan bahwa Trump terlibat dalam serangan ke gedung wakil rakyat, Capitol, pada 6 Januari 2021, yang dilakukan oleh para pendukung Trump.

Trump telah mengajukan banding ke Mahkamah Agung Amerika Serikat, pengadilan tertinggi negara ini. Putusan di Colorado dapat merusak citra politik Trump dan menguntungkan pesaing-pesaingnya dalam Partai Republik, serta menguntungkan Joe Biden, petahana dari Partai Demokrat.

Namun, para analis politik dari kedua kubu, Demokrat maupun Republik, berpendapat bahwa vonis itu dapat memperkuat militansi pendukung Trump yang akan melihatnya sebagai korban proses hukum yang bersifat partisan.

Sistem hukum di Amerika Serikat terlihat bersifat partisan karena hakim-hakim umumnya dipilih dari kalangan Demokrat atau Republik, atau diangkat oleh Demokrat atau Republik.

Jaksa agung, baik pada tingkat negara bagian maupun federal, adalah pejabat negara yang diangkat oleh pemerintah negara bagian atau federal sehingga tidak dapat dianggap partisan dalam kasus-kasus bernuansa politik.

Pemilih Trump yang percaya bahwa mantan Presiden AS itu menjadi korban sistem hukum partisan dapat membuat Trump lebih percaya diri dalam meraih dukungan pada proses primary dan kaukus tahun depan.

Berdasarkan jajak pendapat Reuters/Ipsos, sekitar 70 persen pemilih Partai Republik tidak mempercayai dakwaan di Mahkamah Agung Colorado.

Trump yakin bandingnya kepada Mahkamah Agung Amerika Serikat akan dikabulkan, mengingat enam dari sembilan hakim agung di sana adalah hakim konservatif yang cenderung memihak Republik. Tiga hakim agung lainnya adalah hakim liberal yang biasanya memihak Demokrat.

Perubahan komposisi hakim agung 6:3 ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Trump cenderung melawan demokrasi, terutama setelah dia memasukkan tiga hakim konservatif semasa berkuasa.

Pengaruh putusan Mahkamah Agung Colorado dapat dirasakan oleh pemilih yang tidak terkait baik dengan Republik maupun Demokrat. Menurut jajak pendapat Reuters dan Ipsos dari 5 hingga 11 Desember 2023, 57 persen pemilih suara mengambang percaya bahwa Trump telah memicu serangan di Capitol pada 6 Januari 2021.

Sementara Ron DeSantis dan Nikki Haley, dua pesaing terkuat Trump, berusaha menjauhi kesan memanfaatkan vonis mahkamah Colorado.

"Saya akan mengalahkan Donald Trump dengan cara saya sendiri. Saya tak butuh hakim untuk membuang dia dari surat suara," kata Haley kepada Fox News seperti dilaporkan Reuters.

Seperti di Indonesia saat ini, iklim politik di Amerika Serikat tengah memanas menjelang pemilu tahun depan. Kubu Demokrat dan beberapa kalangan independen, serta sebagian kecil kalangan dalam tubuh Partai Republik, berusaha mencegah Trump agar tidak lagi masuk Gedung Putih karena dianggap membahayakan demokrasi.

Sebagaimana dilakukan hampir seluruh politikus sipil di seluruh dunia, mereka melakukan hal itu dengan cara-cara hukum, meskipun manuver itu membuat pendukung Trump menjadi beranggapan bahwa sistem hukum sudah sangat partisan.

Sayangnya, Trump sendiri melakukan hal yang sama dengan mengabaikan etika saat menambahkan satu hakim agung konservatif saat sudah ada lima hakim agung konservatif dalam sistem sembilan hakim agung di Mahkamah Agung Amerika Serikat.

Pertarungan di ranah hukum ini menambah dinamika demokrasi dan proses elektoral di Amerika Serikat, terutama menjelang Pemilu 2024. Masa-masa yang lebih panas dalam Pemilu AS diperkirakan akan terjadi tahun depan ketika proses formal penjaringan bakal calon presiden dari Republik dimulai, bersamaan dengan berlangsungnya proses hukum terhadap Trump pada fase yang menentukan.