RI Gabung BRICS: Babak Baru Kerja Sama Biodiesel dan Energi Hijau

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 9 Januari 2025 18:28 WIB
BIodiesel (Foto: Ist)
BIodiesel (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh aliansi ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) membuka peluang besar bagi Tanah Air untuk memperluas kerja sama dalam sektor energi baru dan terbarukan (EBT). Salah satu potensi utama adalah pengembangan biodiesel dan bioetanol, sejalan dengan visi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa Indonesia berpeluang membangun kerja sama biodiesel dan bioetanol dengan Brasil, sebagai sesama anggota BRICS. Kemudian, RI juga membuat kerja sama mineral kritis untuk transisi energi dengan Afrika Selatan. 

“Karena Presiden Prabowo lebih mendorong pengurangan impor BBM [bahan bakar minyak], dan dorong bioenergi atau biodiesel, dan bioetanol,” ujar Bhima, Kamis (9/1/2025).

Ia mengatakan, hal itu diyakini akan menjadi pembahasan dalam momen Konferensi Perubahan Iklim dengan nama resmi Conference of the Parties (COP) ke-30 di Brasil pada 2025.

“Di mana kesepakatan antarnegara soal pengembangan bioenergi yang menjadi titik temu Brasil dan Indonesia; yakni [presiden Brasil dan Indonesia] Lula [Luiz Inácio Lula da Silva] dan Prabowo,” jelas Bhima.

Di sisi lain, Bhima tidak menyarankan Indonesia membeli minyak dari Rusia karena risikonya akan sangat tinggi. Menurut dia, risiko itu terjadi karena ada potensi sanksi yang bisa dikenakan ke Indonesia jika terafiliasi dengan minyak Rusia.

Mulai dari hambatan tarif untuk produk Indonesia ke Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE), hingga pencabutan berbagai fasilitas perdagangan seperti generalized system of preference (GSP) yang membuat produk Indonesia kurang kompetitif, hingga potensi dikucilkan dari forum internasional karena kedekatan dengan Rusia.

“Posisinya jadi sangat dilematis. Alih-alih mendapat harga minyak diskon dari Rusia, biaya-biaya untuk mitigasi risikonya jauh lebih besar lagi,” ucap Bhima.

Bhima juga menyoroti tantangan lain yang dihadapi Indonesia jika membeli minyak dari Rusia, yaitu terbatasnya perlindungan asuransi untuk pengiriman melalui kapal, yang menjadi hambatan tersendiri.

“Biaya asuransi dan logistik menjadi kendala. Minyaknya ada di Rusia, tetapi dikirim sampai ke Indonesia bisa jadi bengkak harganya karena asuransi yang cover risiko terbatas, selain itu transit ke negara lain juga terbatas,” ungkapnya.

Bhima menyebut wacana membeli minyak ke Rusia memang pernah disampaikan Sandiaga Uno. Namun, ide itu tenggelam seiring dengan eskalasi konflik yang terjadi di Ukraina secara berkepanjangan.

Topik:

brics ebt biodiesel ri