Tidak Menutup Kemungkinan Anggota BPK Achsanul Qosasi Cuci Uang Korupsi BTS Kominfo

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 November 2023 16:35 WIB
Anggota III BPK, Achsanul Qosasi tersangka korupsi BTS Kominfo (Foto: Dok MI)
Anggota III BPK, Achsanul Qosasi tersangka korupsi BTS Kominfo (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tibiko Zabar menduga bahwa tidak menutup kemungkinan Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasih (AQ) melakukan pencucian uang dalam kasus dugaan korupsi  pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 BAKTI Kominfo. Achsanul Qosasih yang jadi tersangka ke-16 ini diduga menerima Rp 40 miliar.

Pasalnya, menurut dia pelaku tindak pidana korupsi memiliki kecenderungan menyembunyikan harta sehingga sulit terungkap.

“Tentu kemungkinan ada pencucian uang itu bisa saja terjadi, kalau kita bicara tindak pidana korupsi itu kan kecenderungan pelaku korupsi ini kan bagaimana menyembunyikan harta hasil korupsi sehingga sulit terungkap. Apalagi jumlahnya tidak sedikit,” kata Tibiko Zabar kepada wartawan, Senin (13/11).

Untuk mengungkap hal itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) harus dapat mengikuti aliran dana hasil korupsi yang merugikan negara Rp 8,032 triliun itu.

“Konsep follow the money ini adalah konteks pencucian uang ini, bagaimana sih kemana saja aliran dana dugaan korupsi itu mengalir. Jadi menelusuri aliran dana itu hingga jadi ketahuan siapa saja yang ikut menikmati hasil kejahatan korupsi,” ungkapnya.

Diketahui, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi menyatakan bahwa pihaknya tengah mendalami tujuan pemberian uang sebesar Rp40 miliar terhadap Achsanul Qosasi (AQ).

"Masih kami dalami apakah uang sejumlah Rp40 miliar dalam rangka untuk mempengaruhi proses penyidikan kami atau untuk mempengaruhi proses audit BPK,” ujar Kuntadi saat konferensi pers di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Jumat (3/11).

Dalam kasus ini, Achsanul diduga melanggar pasal Pasal 12B, Pasal 12E atau Pasal 5 ayat 2 huruf B Juncto pasal 15 Undang-undang Tindakan Pidana Korupsi atau Pasal 5 ayat 1 Undang-undang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Diberitakan sebelumnya, bahwa dalam persidangan terungkap terdakwa Irwan mengumpulkan uang setotal Rp 243 miliar untuk usaha tutup kasus korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo. Uang Rp 40 miliar kepada Achsanul diantarkan oleh tersangka Windy Purnama (WP).

Sementara Achsanul mengutus rekannya, yaitu tersangka Sadikin Rusli (SDK). Windy dan Sadikin bertemu di pelataran parkir Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat (Jakpus) untuk penyerahan uang tersebut.

Diduga, uang yang diterima Achsanul untuk memoles hasil audit penggunaan anggaran proyek pembangunan 4.200 menara BTS 4G Bakti. Selain Achsanul, dalam pengusutan uang tutup kasus tersebut juga menetapkan tersangka lain, yaitu pengacara sekaligus Komisaris PT Pupuk Indonesia Edward Hutahaean (EH) yang menerima Rp 15 miliar.

Nama lainnya yang terungkap adalah Dito Ariotedjo yang menerima Rp 27 miliar. Namun Dito yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu membantah menerima aliran uang itu. Politikus muda Partai Golkar itu juga sudah dihadirkan sebagai saksi di persidangan.

Dito menegaskan tak pernah mengenal Irwan maupun para terdakwa korupsi BTS 4G lainnya. Nama lain yang saat ini dalam pencarian oleh tim penyidikan Jampidsus adalah Nistra Yohan. Nama Nistra Yohan diketahui sebagai Staf Ahli anggota Komisi 1 DPR, yang menerima Rp 70 miliar dari Irwan.

Tersangka Windy yang mengantarkan uang Rp 70 miliar tersebut kepada Nistra Yohan dua kali di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar). Namun sampai saat ini, Nistra Yohan belum pernah diperiksa. Dan tak pernah dihadirkan ke persidangan sebagai saksi.

Enam Terdakwa Divonis

PN Tipikor Jakarta sudah menjatuhkan putusan bersalah terhadap enam terdakwa korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo. Enam terdakwa tersebut terbukti melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 8,03 triliun terkait proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur 4.200 menara BTS 4G Bakti di seluruh Indonesia.

Pada Selasa (7/11/2023) majelis hakim mengukum terdakwa eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 1 miliar. Eks sekjen Partai Nasdem tersebut juga diminta mengganti kerugian negara sebesar Rp 15,5 miliar.

Terhadap terdakwa eks Dirut Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latif (AAL), majelis hakim menjatuhkan pidana selama 18 tahun penjara dan mewajibkan ganti kerugian negara sebesar Rp 5 miliar.

Adapun terhadap terdakwa Yohan Suryanto (YS), majelis hakim mengukum tenaga ahli HUDEV-UI itu dengan penjara selama lima tahun. Hukuman terhadap Yohan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukumnya selama enam tahun penjara. (An)