Jelang Pemeriksaan Wamenkumham Sebagai Tersangka, KPK Acak-acak Rumah Asprinya!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 29 November 2023 19:57 WIB
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta Selatan (Foto: Dok MI)
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta Selatan (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Menjelang pemeriksaan terhadap Wakil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej pada pekan ini, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah diduga milik asisten pribadinya.

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, rumah yang digeledah pada Selasa (28/11) malam itu berada di Jakarta. “Lokasi dimaksud, adalah rumah kediaman dari pihak yang ditetapkan sebagai tersangka (swasta),” kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu (29/11). 

Dari operasi itu penyidik mengamankan barang bukti dokumen yang diperkirakan berkaitan dengan perkara dugaan suap dan gratifikasi Wamenkumham. “Segera  disita dan analisis untuk menjadi barang bukti di berkas perkara,” jelas Ali. 

KPK mengungkapkan ada empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap yang menjerat  Eddy Hiariej ini. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menerangkan, empat tersangka tersebut terdiri tiga penerima dan satu pemberi suap.

“Dari pihak penerima tiga, pemberi satu,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Kamis (9/11/2023).

Tiga orang yang diduga menerima suap ialah Eddy Hiariej dan dua asisten pribadinya, Yogi Ari Rukmana (YAR) dan advokat Yosie Andika Mulyadi (YAM).

Sementara itu, orang yang diduga memberi suap atau gratifikasi ialah seorang pengusaha bernama Helmut Hermawan. Surat penetapan tersangka Eddy Hiariej dan tiga orang lainnya itu sudah diteken dua minggu yang lalu. "Itu (surat penetapan tersangka) sudah kami tandatangan sekitar dua Minggu yang lalu," ujarnya.

Sebagai informasi, perkara dugaan korupsi yang menjerat Eddy ini berawal dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023.

Setelah diverifikasi dan ditelaah, pihak Pengaduan Masyarakat melimpahkan laporan tersebut kepada Direktorat Penyelidikan KPK. Di dalam perkara ini, Eddy Hiariej diduga menerima gratifikasi senilai Rp 7 miliar dari Helmut Hermawan melalui perantara asisten pribadinya.

Eddy Hiariej pernah membantah laporan Sugeng soal dugaan gratifikasi Rp7 miliar, selepas memberikan klarifikasi di kantor KPK bersama dengan asisten pribadi (aspri) dan kuasa hukumnya.

"Kalau sesuatu yang tidak benar kenapa saya harus tanggapi serius? Tetapi supaya ini tidak gaduh, tidak digoreng sana-sini, saya harus beri klarifikasi," kata Eddy, Senin (20/3) lalu.

Mulanya, IPW melaporkan YAR dan YAM pada Selasa, 14 Maret 2023 atas dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp7 miliar terkait konsultasi dan bantuan pengesahan badan hukum sebuah perusahaan. Menanggapi laporan tersebut, kuasa hukum Eddy Hiariej, Ricky Herbert Parulian Sitohang, membantah tudingan soal penerimaan gratifikasi oleh kliennya.

Ricky mengungkapkan, uang yang diterima Yosi adalah murni fee atau bayaran atas pekerjaannya sebagai pengacara. Ricky juga menegaskan bahwa Eddy tak menerima serupiah pun dari uang tersebut. Ia menyebut, kliennya bahkan tak tahu-menahu soal apa saja yang dikerjakan oleh Yosie.

"Tidak ada relevansi-nya antara apa yang dilakukan Saudara Yosi dengan Prof. Eddy, itu yang pertama. Yang kedua, soal aliran dana, Prof. Eddy tidak mengerti, tidak memahami, dan tidak mengetahui apa yang dilakukan Saudara Yosi dengan kliennya. Jadi, Prof. Eddy tidak pernah sepeser pun menerima aliran dana tersebut," katanya.

Akan tetapi, usai KPK melakukan klarifikasi dan gelar perkara, status kasus ini dinaikkan dari penyelidikan ke penyidikan pada Oktober 2023.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengungkapkan bahwa ekspose atau gelar perkara dugaan gratifikasi Eddy telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2023 setelah proses penyelidikan selesai.

Dalam ekspose itu, ungkapnya, disepakati cukup atau tidaknya barang bukti dan siapa pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.

Setelah dilakukan ekspose, KPK kemudian perlu menyelesaikan proses administrasi hingga akhirnya menerbitkan surat perintah penyidikan atau sprindik untuk perkara itu. Hingga pada akhirnya ada pihaknya ditetapkan sebagai tersangka. (LA)