KPK Duga Eddy Hiariej Punya Relasi di Bareskrim, Koneksi Menawarkan Pembebasan Bos PT CLM!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 8 Desember 2023 22:24 WIB
Gedung Bareskrim Polri (Foto: MI/Aswan)
Gedung Bareskrim Polri (Foto: MI/Aswan)
Jakarta, MI - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy, diduga memiliki hubungan dengan Bareskrim Polri

Menurut Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, koneksi ini mengindikasikan Eddy untuk menawarkan pembebasan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan dari kasusnya dan memperoleh Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Padahal, diketahui bahwa wewenang untuk mengeluarkan SP3 seharusnya berada di tangan kepolisian, bukan di tangan Wamenkumham.

“Namanya juga barang kali kenal baik dengan pihak Bareskrim atau penyidiknya, bisa saja, ya dalam banyak kasus kan seperti itu. Meskipun tidak punya kewenangan untuk menerbitkan SP3, tapi kalau dia punya link atau relasi atau hubungan baik dengan pihak-pihak yang berkepentingan semuanya bisa," kata Alexander kepada wartawan, Jumat (8/12).

Alexander menyatakan bahwa siapapun memiliki kemampuan untuk mengurus dan mempengaruhi jalannya proses hukum di lembaga penegak hukum, selama mereka memiliki uang. Dalam konteks lembaga peradilan, sebagai contoh, seorang pengacara dapat memengaruhi hakim untuk memengaruhi keputusan tertentu.

Alexander menyebut hal ini sebagai istilah "mafia hukum" atau fenomena serupa yang terjadi dalam sistem peradilan. Alex mengungkapkan bahwa proses hukum tidak hanya dipengaruhi oleh aparat penegak hukum yang menangani suatu kasus.

Penegakan hukum kadang juga terpengaruh oleh individu yang tidak memiliki kewenangan atau berada di luar instansi yang terkait. “Sepanjang itu tadi, ada harga, dan cocok, ya sudah terjadi lah di situ,” tutur Alexander.

Diketahui, bahwa  PT Citra Lampia Mandiri (CLM), perusahaan tambang nikel yang tengah menghadapi sengketa kepemilikan perusahaan. Helmut ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) pada 22 Februari lalu.

Ia ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Untuk mendapatkan SP3 itu, Helmut membayar Rp 3 miliar kepada Eddy. "Dengan adanya penyerahan uang sejumlah sekitar Rp 3 miliar," ujar Alexander.

Adapun kontak Helmut dengan Eddy dimulai ketika pengusaha itu mencari konsultasi hukum terkait AHU. Ia kemudian mendapat rekomendasi untuk menghubungi Eddy.

Pertemuan kemudian digelar di rumah dinas Eddy pada April 2022 yang dihadiri asisten pribadinya bernama Yogi Arie Rukmana dan pengacara bernama Yosi Andika Mulyadi. Eddy kemudian menugaskan Yogi dan Yosi untuk menangani isu tersebut. "Jumlah uang yang disepakati untuk diberikan kepada Eddy oleh Helmut sekitar Rp 4 miliar," kata Alexander.

Dalam kasus ini, KPK menduga bahwa Eddy dan dua rekan bawahannya menerima suap dan gratifikasi dari Helmut sebesar Rp 8 miliar. Selain itu, Rp 1 miliar lainnya diberikan oleh Helmut kepada Eddy untuk kebutuhan pribadinya. Uang tersebut diduga digunakan oleh Eddy untuk biaya pencalonannya sebagai Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).

KPK kemudian menetapkan Helmut sebagai tersangka dugaan pemberi suap, sementara Eddy, Yogi, dan Yosi sebagai tersangka dugaan penerima suap dan gratifikasi. Helmut ditahan oleh KPK mulai malam ini hingga 20 hari ke depan. (LA)