Keluarga SYL Diduga "Main" Proyek Kementan, Begini Awal Mula Korupsinya

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 Januari 2024 16:12 WIB
Syahrul Yasin Limpo mengenakan rompi tahanan KPK (Foto: Dok MI)
Syahrul Yasin Limpo mengenakan rompi tahanan KPK (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga keluarga mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) ikut bermain dalam proyek pengadaan di Kementan. Dalam proyek ini, terkuak dugaan korupsi yang menyeret SYL beserta anak buahnya.

KPK pun telah melacak sejumlah aset yang diduga berbau korupsi ini. Hal itu dilakukan KPK usai memeriksa General Manager Radio Prambors atau PT Bayureksha, Dhirgaraya S Santo, Jumat (5/1) kemarin.

KPK mengendus sejumlah aset yang diduga dinikmati keluarga SYL lewat proyek di Kementerian Pertanian."Dikonfirmasi juga kaitan adanya proyek pengadaan di Kementan yang diduga melibatkan keluarga Tersangka SYL sebagai pihak yang turut serta menentukan sepihak kontraktor yang akan dimenangkan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Sabtu (6/1).

Awal mula korupsi

SYL telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan dan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementan.

Selain SYL KPK juga menjerat dua anak buah Syahrul Yasin Limpo, yaitu Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.

Awal mula kasus ini saat SYL menduduki jabatan Menteri Pertanian, dia mengangkat kedua anak buahnya itu menjadi bawahannya di Kementan. Kemudian SYL membuat kebijakan yang berujung pemerasan dalam jabatan.

"SYL kemudian membuat kebijakan personal kaitan adanya pungutan maupun setoran di antaranya dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga intinya," ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers di gedung KPK, Rabu (11/10).

Lalu, SYL menugaskan Kasdi dan Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.

Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.

"Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya mengumpulkan sejumlah uang dilingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekertaris dimasing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai USD4 ribu hingga USD10 ribu," beber Johanis.

Penerimaan uang melalui Kasdi dan Harta sebagai representasi sekaligus orang kepercayaan SYL dilakukan secara rutin tiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.

"Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahuai KS dan MH. Antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL," lanjut Johanis.

Selain untuk cicilan kartu kredit dan Alphard, KPK menyebut uang itu juga digunakan untuk umrah para pejabat di Kementan dan untuk kebutuhan keluarga SYL.

"Sejauh ini uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sejumlah sekitar Rp13,9 miliar dan penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan tim penyidik," kata Johanis.

Atas aksinya itu, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan Tersangka SYL turut pula disangkakan melanggar pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (wan)