Korupsi Pengadaan Lahan Rugikan Negara Rp 30,2 Miliar, Ini Peran Eks Dirut PTPN XI Mochamad Cholidi Cs

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 13 Mei 2024 19:47 WIB
pers penetapan tersangka dan penahanan mantan Direktur PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI, Mohamad Cholidi (MC), di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (13/5/2024)
pers penetapan tersangka dan penahanan mantan Direktur PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI, Mohamad Cholidi (MC), di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (13/5/2024)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) Mochamad Cholidi sebagai tersangka kasus korupsi pada proses pengadaan lahan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan tebu.

"Tiga pihak sebagai tersangka, yaitu saudara MC Direktur PTPN XI Tahun 2016, kemudian MK yang kepala Divisi Hukum dan Aset PTPN XI Tahun 2016, dan MHK sebagai Komisaris Utama PT KM," kata Wakil Ketua KPK, Alex Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Senin (13/5/2024).

Selain eks Dirut PTPN XI, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Kepala Divisi Hukum dan Aset PTPN XI Tahun 2016, Mochamad Khoiri dan Komisaris Utama PT Kejayan Mas, Muchidin Karli. 

Awal mula kasus tersebut, menurut KPK, adanya tawaran oleh Direktur Utama PT Kejayan Mas kepada PTPN XI pada tahun 2016, berupa lahan dengan luas 79,5 hektare dengan harga Rp125 ribu per meter persegi di Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan.

Selanjutnya, Cholidi dan Khoiri langsung mengunjungi lahan yang ditawarkan sebelumnya oleh Karli. Tanpa pengkajian mendalam, Cholidi selaku Dirut PTPN XI memerintahkan Khoiri untuk menyiapkan anggaran sebesar Rp150 miliar unntuk membeli lahan tersebut.

"MC [Choiri] langsung memerintahkan MK [Khoiri] untuk segera memproses dan menyiapkan anggaran senilai Rp150 miliar," ungkapnya. 

Alex kemudian mengatakan bahwa akhirnya kedua pihak sepakat penjualan lahan seharga Rp120 ribu per meter persegi, yang seharusnya menurut keterangan desa setempat, lahan tersebut berharga sekitar Rp35 ribu sampai Rp50 ribu per meter persegi.

Choiri akhirnya memerintahkan Khoiri untuk membuat laporan fiktif berupa laporan akhir kajian kelayakan untuk melengkapi syarat kelengkapan pembayaran uang muka.

"Sebagai salah satu kelengkapan dokumen pencairan uang muka termasuk pelunasan yang diputuskan pada divisi keuangan PTPN XI," ujar Alex.

KPK menyimpulkan bahwa ada mark up dalam penjualan lahan tersebut. Kesimpulan tersebut juga diperkuat oleh P2PK Kementerian Keuangan dan hasil kaji ulang litigasi Dewan Penilai Masyarakat Profesi Penilai Masyarakat (MAPPI), serta kesimpulan dari KJPP Sisco cabang Surabaya yang menyimpulkan dan menyatakan bahwa angka tersebut tidak wajar dan terjadi mark up.

Selanjutnya, Alex menyampaikan bahwa Cholidi memaksakan pembelian lahan tersebut dikarenakan fakta lapangan bahwa lahan tersebut tidak cocok untuk dijadikan perkebunan tebu karena keterbatasan lereng, akses, dan juga air.

KPK menduga bahwa terdapat pemberian uang sejumlah Rp1 miliar ke berbagai pihak di PTPN XI agar mempermudah pembelian lahan tersebut. Berdasarkan hasil dari perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), negara ditaksir mengalami kerugian Rp30,2 miliar dalam kasus tersebut.

Topik:

KPK PTPN PTPN XI