Menanti Nyali KPK Seret Auditor BPK di Persidangan Kasus SYL, Minta Uang Pelicin WTP Kementan Rp 12 M!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 28 Mei 2024 22:00 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Nyali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI mengahapkan oknum auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI di persidangan kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) kini dinantikan publik.

Dalam persidangan sebelumnya terungkap auditor BPK meminta uang sejumlah Rp 12 miliar agar Kementan mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Ada dua nama yang disebut yaitu auditor BPK RI Victor dan Haerul Seleh selaku selaku anggota IV BPK RI.

KPK sebelumnya justru memfasilitasi BPK untuk memeriksa SYL Jumat (17/5). Pemeriksaan itu berkaitan dengan penanganan kode etik auditor BPK yang diduga meminta uang demi opini WTP Kementan itu.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menegaskan, kedua oknum auditornya harus diseret ke pengadilan. Bahkan Abdul Fickar meminta KPK untuk memproses hukum kalau memang terbukti soal permintaan uang guna penerbitan WTP di Kementan itu.

"Seharusnya diproses hukum sebagai bagian dari tipikor kalau benar merekalah yang memicu korupsi di kementerian dan lembaga negara," tegas Abdul Fickar saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Selasa (28/5/2024).

Fickar mengingatkan proses hukum harus dilakukan oleh KPK supaya tidak timbul kesan kalau BPK RI adalah lembaga pemicu korupsi di Kementan. Namun langkah itu menurutnya dilakukan harus berdasarkan kecukupan alat bukti.

Sementara itu, pegiat anti korupsi dan pengamat tindak pidana pencucian uang, Yenti Garnasih mengaku heran dengan kasus itu. Ia pun menuntut adanya pemeriksaan terhadap setiap direktorat jenderal di Kementan.

Selain itu, para auditor di BPK juga tidak boleh luput dari pemeriksaan. Apalagi, isu ini bukan pertama kali terjadi. “Ini bukan yang pertama kali kementerian atau lembaga dapat status WTP, tapi kemudian di lembaga itu terjadi korupsi. Bagaimana hal ini terjadi, tanyakan saja pada auditornya waktu itu,” kata Yenti, Jumat (10/5/2024).

Pemeriksaan harus merata dan jangan tebang pilih, karena bisa saja oknum BPK terpedaya atau sebaliknya. Namun, jika di BPK tidak ada temuan terkait itu, maka akan muncul pertanyaan baru. 

"Yakni, asal usul uang untuk keperluan pribadi SYL, maka dari itu semua direktur jenderal harus diperiksa," katanya.

Pengeluaran secara rinci harus dipastikan, misalnya pengeluaran private jet, atau perjalanan ke luar negeri. Harus diketahui dalam pembukuannya tertulis dengan deskripsi yang jelas. “Ada pengeluaran Rp1,3 miliar perjalanan pribadi. Bagaimana lampirannya?” ucapnya.

Adapun dugaan permintaan uang sebanyak Rp 12 miliar dari auditor BPK kepada Kementan untuk mendapatkan status opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang terganjal akibat temuan pada proyek “food estate”.

Dengan demikian, Yenti meyakini pemberian WTP seharusnya batal. Apalagi sekarang ada temuan korupsi Rp44,5 miliar. Penyidikan ini mesti berlanjut. Bahkan bisa menjadi kasus baru. “Bagaimana mungkin bisa WTP ternyata penggunaan anggaran seperti itu. Berarti ya memang percuma ada dirjen ada BPK. Pengawas internal dan external tidak jalan. Baru terungkap karena ada yang lapor KPK,” tandasnya.

Sebelumnya, permintaan uang Rp 12 miliar oleh auditor BPK untuk WTP Kementan diungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto saat bersaksi dalam persidangan SYL dkk.

"Permintaan itu untuk disampaikan kepada pimpinan, untuk nilainya kalau enggak salah, saya diminta Rp 12 miliar untuk Kementan," kata Hermanto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/5/2024).

Awalnya, jaksa bertanya soal auditor BPK yang selama ini memeriksa Kementan sebelum predikat WTP diberikan. Hermanto lalu mengaku kenal dengan auditor bernama Victor yang melakukan pemeriksaan langsung di Kementan.

Hermanto juga mengaku kenal dengan Haerul Saleh yakni Ketua Akuntan Keuangan Negara IV alias atasan Victor. Dalam proses pemeriksaan, Hermanto mengatakan auditor BPK memperoleh temuan. Meski tak banyak, tapi jumlahnya besar terutama terkait proyek food estate.

"Yang menjadi concern itu yang food estate, yang sepengetahuan saya ya pak, yang besar itu food estate kalau enggak salah saya dan temuan-temuan lain. Tapi, yang pastinya secara spesifik saya enggak hafal," ucap Hermanto.

Terkait hal ini, KPK menjamin setiap fakta yang terungkap dalam persidangan sudah dicatat oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK. KPK siap menindaklanjuti fakta hukum yang terungkap sepanjang persidangan.