Nasib Skandal TPPU Rp 349 T Kemenkeu di Era Hadi Tjahjanto

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 29 Mei 2024 00:42 WIB
Hadi Tjahjanto Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) (Foto: Istimewa)
Hadi Tjahjanto Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Bagaimana nasib skandal transaksi janggal/tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp 349 triliun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di era Hadi Tjahjanto Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)?

Dalam konferensi pers usai serah, terima, dan jabatan (Sertijab), Hadi ditemani oleh Tito Karnavian selaku Plt. Menko Polhukam yang dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Tito sempat mengatakan kelanjutan tindak pidana pencucian uang Rp 349 triliun. 

Mantan Kapolri itu menyebut masih harus dirundingkan terlebih dahulu dengan jajaran di Kemenko Polhukam. "Nanti ya itu bagian yang disampaikan internal pada beliau," kata Tito dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024).

Persoalan masa tugas Satgas TPPU, Tito mengatakan hal tersebut perlu diusulkan terlebih dahulu oleh Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto. Namun, Hadi tidak menanggapi lebih lanjut. "Nanti kan beliau usulkan dulu ya dan seterusnya," imbuhnya.

Adapun Mahfud MD yang menjabat sebagai Menko Polhukam sebelumnya membongkar skandal pencucian uang sebesar Rp 349 T yang melibatkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

Mahfud diminta DPR RI untuk membentuk Satgas TPPU untuk menelusuri transaksi janggal tersebut. Dalam kurun waktu delapan bulan, Satgas TPPU berhasil melakukan supervisi kepada 300 surat laporan hasil analisis (LHA) dengan nilai agregat Rp 349 triliun.

Namun, masa tugas satgas tersebut telah berakhir sejak 31 Desember 2023 lalu. Dengan begitu, mekanisme kerja Satgas TPPU akan dilanjutkan oleh Komite Nasional TPPU.

Apa hasilnya?
Mahfud menyampaikan laporan akhir Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang dalam keterangan pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (17/1/2024).

Dalam paparannya, Mahfud menjelaskan, Satgas TPPU dibentuk berdasarkan rapat Komite Nasional TPPU pada 10 April 2023. Hasil rapat itu kemudian disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR pada 11 April 2023.

"Masa tugas Satgas TPPU telah berakhir 31 Desember 2023 dan dalam waktu kurun waktu delapan bulan, satgas telah melakukan supervisi dan evaluasi penanganan 300 surat LHA (laporan hasil analisis), LHP (laporan hasil pemeriksaan), informasi dugaan TPPU dengan nilai agregat lebih dari Rp 349 triliun," jelas Mahfud.

"Sebanyak 300 surat LHA, LHP, informasi, seluruhnya telah dibahas secara sistematis dalam Satgas TPPU dengan melibatkan 12 orang tim ahli yang terdiri dari para akademisi dan para tokoh yang concern dalam pemberantasan TPPU bersama Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Pajak, Kejaksaan, Polri, dan KPK," lanjutnya.

Menurut Mahfud, perkembangan yang paling signifikan dari kerja Satgas TPPU adalah penanganan surat LHP Nomor SR205/2020 terkait kasus importasi emas dengan nilai transaksi keuangan mencurigakan sebesar Rp189 triliun. Dia mengatakan, sebelum ada Satgas TPPU, kasus itu tidak berjalan.

"Namun dengan supervisi Satgas TPPU, kasus mulai diproses dengan mengungkap dugaan tindak pidana kepabeanan oleh penyidik Ditjen Bea dan Cukai dan dugaan tindak pidana perpajakan oleh penyidik Ditjen Pajak," kata Mahfud.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan, status kasus kepabeanan importasi emas grup SB telah naik ke tahap penyidikan. Sedangkan kasus perpajakan dalam tahap pengumpulan bukti permulaan yang terdiri dari empat wajib pajak dengan pajak kurang bayar mencapai ratusan miliar rupiah.

"Terhadap kasus lainnya, saat ini sedang ditindaklanjuti oleh Kejaksaan, Polri, dan KPK," ujar Mahfud.

Dia menjelaskan, kehadiran Satgas TPPU juga memberikan dampak positif penyelesaian kasus-kasus serupa, baik penanganan dan penyelesaian tindak pidana asalnya maupun TPPU seperti kasus yang melibatkan oknum Ditjen Bea dan Cukai di Makassar dan Yogyakarta.

"Jadi saudara kasus itu berjalan penanganannya dengan cukup baik karena itu tadi ada yang sekarang sudah masuk penyidikan, ada yang sudah divonis seperti RAT yang masuk di surat ini sudah divonis seminggu lalu. Yang sebelumnya lagi ada di 300 surat itu Angin Prayitno, sebelumnya lagi juga ada Gayus. Itu kan 300 surat sejak tahun 2009. Cuma ada yang belum terlaporkan, ada yang belum terproses. Jadi semuanya itu sudah berjalan," kata Mahfud.

Lebih lanjut, eks menteri pertahanan itu bilang, Satgas TPPU telah memetakan permasalahan dan menyampaikan tujuh rekomendasi. Salah satu rekomendasinya adalah Komite Nasional TPPU agar melakukan supervisi terhadap penanganan kasus importasi emas dengan melibatkan kelompok ahli dan kelompok kerja.

"Bahkan tadi ada usul lebih spesifik untuk kelompok kerja yang terus mengawasi setiap laporan. Dikirim tanggal berapa suratnya, sebulan kemudian sampai mana, sebulan kemudian sampai mana, dan seterusnya agar tidak ada yang terlantar," ujar Mahfud.

Menurut dia, masa tugas Satgas TPPU telah berakhir. Namun mekanisme kerja Satgas TPPU yang telah terbangun dengan baik selama ini akan dilanjutkan dan menjadi bagian optimalisasi kerja tim pelaksana Komite Nasional TPPU.

"Selanjutnya saya selaku ketua komite akan menyelenggarakan rapat komite dalam waktu yang tidak terlalu lama untuk membahas masalah ini. Saya mengucapkan terima kasih atas kerja keras seluruh anggota Satgas TPPU dan atas dukungan semua pihak, termasuk para pewarta, yang selalu rajin memberitakan soal ini," kata Mahfud.

"Dan sebagai kabar bagusnya saya ulangi, alhamdulillah pada akhir tahun lalu, Indonesia sudah masuk menjadi anggota penuh Financial Action Task Force yang sudah diperjuangkan 18 tahun dan baru berhasil tahun 2023 karena kita terus memacu, memburu TPPU dan meningkatkan kualitas kerja dan kinerja PPATK," tandasnya.