Kapolri Pelototi Kasus Afif Maulana, Bocah Tewas Diduga Disiksa Polisi - Siapa Terlibat akan Ditindak!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 2 Juli 2024 18:01 WIB
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (Foto: Istimewa)
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan proses penyidikan terkait kematian siswa SMP Afif Maulana akan dilakukan secara profesional dan transparan. 

Mantan Kabareskrim Polri ini bakal menindak seluruh anggota yang terbukti melakukan pelanggaran etik maupun pidana dalam kasus kematian Afif. "Proses etik menunjukkan bahwa kita tidak ada yang ditutupi dan bila ada kasus pidana juga akan ditindaklanjuti," tegas Listyo Sigit kepada wartawan, Selasa (2/7/2024).

Bahkan, dia mengaku telah memerintahkan Bareskrim Polri untuk menerjunkan tim untuk melakukan supervisi bila ditemukan unsur dugaan tindak pidana.

Sementara tim khusus dari Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri hingga Kompolnas juga turun tangan mengecek proses penyelidikan yang berlangsung.

Diketahui, Afif Maulana, seorang pelajar SMP berusia 13 tahun dari Kota Padang, Sumatera Barat, ditemukan tewas di bawah jembatan Sungai Batang Kuranji pada 9 Juni 2024. 

Kejadian tragis ini memunculkan dugaan yang mendalam terkait kasusnya, termasuk spekulasi mengenai keterlibatan aparat kepolisian dalam kematiannya.

Korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan dengan luka lebam di beberapa bagian tubuhnya, seperti pinggang, punggung, pergelangan tangan, siku, dan kepala bagian belakang dekat telinga, serta dilaporkan oleh keluarga meninggal dunia akibat patah tulang rusuk dan paru-paru robek.

Dia diduga mengalami tindakan kekerasan dari aparat kepolisian. Menurut laporan dari LBH Padang, investigasi awal menunjukkan bahwa Afif Maulana terlibat dalam insiden saat patroli polisi di jembatan Kuranji.

Saat itu, korban bersama temannya, disebutkan sebagai saksi kunci berinisial A, berada di atas jembatan dan terjatuh. Meskipun saksi A menolak untuk melompat, Afif Maulana diduga melompat dari jembatan setinggi sekitar 12 meter. 

Namun, narasi tentang kematiannya mulai bertambah kompleks ketika saksi-saksi lain dan hasil investigasi LBH mengindikasikan adanya kekerasan fisik yang diduga dilakukan oleh polisi terhadap Afif Maulana sebelum kematiannya.

Menurut direktur LBH Padang, Indira Suryani, korban dikelilingi oleh anggota kepolisian yang memegang rotan, dan teman korban tidak melihatnya lagi setelah itu. Hal ini menguatkan dugaan bahwa kemungkinan Afif Maulana meninggal akibat penganiayaan yang dialaminya sebelum jatuh dari jembatan.

"Saat ditangkap polisi, korban A melihat korban AM sempat berdiri dan dikelilingi oleh anggota kepolisian yang memegang rotan. Hingga saat itu, korban A tidak pernah lagi melihat korban AM," katanya.

Sementara itu, Kapolda Sumatera Barat Irjen Suharyono, telah mengumumkan seluruh tahapan yang dilakukan. Termasuk pelbagai temuan yang didapati penyidik terkait kematian Afif.

Suharyono mengklaim bahwa penyebab utama kematian Afif murni dikarenakan melompat ke sungai, bukan akibat penyiksaan anggota. Suharyono menyebut pada saat kejadian, Afif diduga ikut tawuran dan kabur saat dibubarkan tim Sabhara Polda Sumbar hingga terjun ke sungai.

"Saat di TKP di Jembatan Kuranji, sepeda motor yang dibawa Aditia yang membonceng Afif terjatuh. Dan memang jatuh, dan memang ditendang anggota kami dua orang. Sudah kami periksa anggotanya. Jatuh di titik satu sampai 5 (sisi kiri jembatan), jadi memang kencang laju sepeda motornya," ujarnya di Mapolda Sumbar, Minggu (30/6/2024).

"Afif Maulana mengajak lompat. `Bang kita melompat saja`. Dijawab Aditia `jangan lompat, kita menyerahkan diri saja`. Upaya mengajak sudah jelas, upaya ingin melompat sudah jelas, upaya ditolak ajakan itu sudah jelas. Tetapi kita hanya satu tidak ada saksi yang melihat, kapan dia melompat. Kapan dia melakukan niatnya itu. Kapan dia merealisasikan ajakannya itu," sambung Suharyono.

Dia menjelaskan, saat tim datang, Aditia sedang sibuk mencari handphonenya yang hilang. Dalam waktu hitungan detik dia menengok ke kiri, lehernya dipegang polisi.

"Saat ditangkap, Aditia menyampaikan ke anggota polisi `pak teman saja tadi ada melompat`. Polisinya menjawab tidak mungkin, dan tidak percaya menerima informasi dari Aditia. Ini kami meluruskan sesuai fakta, tidak asumsi atau mengada," tegasnya.

Kendati demikian, pihak keluarga membantahnya. Mereka memberikan keterangan serta menyampaikan sejumlah dokumentasi mengenai aduan terkait kasus dugaan penganiayaan aparat kepolisian terhadap remaja asal Padang ini.

"Saya yakin seyakin-yakinnya anak saya tidak melompat. Karena tidak ada tanda-tanda di badannya jatuh dari ketinggian," tegas ayah Afif, Afrinaldi di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (1/7/2024).

"Dan Afif pun tidak pernah tawuran sama sekali, keluar malam pun tidak pernah. Kalau memang dia melompat, pasti badannya tuh patah-patah, cara jatuhnya itu berserakan, kalau ini tidak," sambung ibu Afif, Anggun Angriani.

Dalam kesempatan itu, Direktur LBH Padang sekaligus kuasa hukum keluarga Afif, Indira Suryani juga menyoroti kondisi mayat Afif saat ditemukan.

Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan adanya kekerasan yang dialami Afif. "Mayat Afif itu bukan telungkup ditemukan, dia telentang dan tangannya begini ya. Terapung. Itu salah satu alasan ada tanda kekerasan, bentuk dia ditemukan itu terapung, bukan telungkup dan lain-lain. Dan itu meyakinkan kami ada dugaan penyiksaan itu sangat kuat terjadi," jelas Indira.

Indira juga menyinggung soal kepolisian yang seolah-olah ingin segera menutup perkara Afif ini. Adapun Ia menyadari bahwa kasus ini memang diduga banyak melibatkan anggota polisi.

"Kami merasa ada dugaan kuat obstruction of justice yang dilakukan oleh Kepolisian Sumatera Barat dalam tragedi ini. Kita tahu bahwa kasus ini tidak mudah, kasus ini melibatkan banyak polisi sebagai diduga sebagai pelaku, dan dalam keterangannya ada 45 orang yang diperiksa karena kasus ini," kata Indira.

Karenanya, Indira mengaku bakal tetap berjuang memperoleh keadilan untuk Afif Maulana dan kawan-kawannya. Indira mengatakan pihaknya juga meminta Komnas HAM untuk membentuk tim investigasi dalam kasus ini agar bisa membuat terang kasus kematian Afif Maulana dan penyiksaan terhadap teman-temannya.

Kemudian, Indira menyoroti keterangan pihak kepolisian yang dinilai berubah-ubah. "Hingga saat ini saya katakan dengan tegas kami dari awal sangat yakin Afif Maulana dan kawan-kawannya disiksa hingga menyebabkan dia mati," beber Indira.

"Tidak ada perubahan statement yang kami lakukan dan kami bukan Kepolisian Daerah Sumatera Barat yang selalu merubah statement dari waktu ke waktu soal situasi kematian Afif Maulana mulai dari lebam, lalu kemudian mengatakan melompat, yakin melompat, lalu forensik bilang juga kepeleset". 

"Itu suatu keanehan yang luar biasa dalam kasus ini. Dan kami berharap kawan-kawan bersama mendukung kami dan melawan segala bentuk penyiksaan dan impunitas kepolisian atas kasus ini," imbuh dia.

Hingga saat ini, Indira mengaku pihaknya belum menerima hasil autopsi. Pada Rabu lalu, Indira mengatakan pihaknya mengelar aksi di depan Polda Sumatera Barat. Kala itu, kata dia, Kapolda Sumatera Barat Irjen Suharyono pun turun dan menjanjikan salinan hasil autopsi dan salinan CCTV.

"Ini yang kemudian kami akan tindaklanjuti segera dan kami kirimkan permintaannya segera untuk mendapatkan dua hal yang dijanjikan oleh Kapolda Sumbar," kata dia.

Kemudian, Indira sempat menyinggung kegiatan keterangan pihak forensik yang menyebut Afif terpeleset. Indira mengatakan keluarga meyakini kondisi mayat Afif mestinya lebih parah apabila memang lompat atau terpeleset. 

Namun, kata dia, kondisi Afif tidak mengalami luka-luka yang menyebabkan Afif meninggal dunia. Afif disebut meninggal dunia karena patah tulang dan mengenai paru-paru.

Indira lagi-lagi menyoroti sikap kepolisian, misalnya pada awalnya meminta keluarga untuk menandatangani surat tidak menuntut, menghalang-halangi autopsi, hingga tidak membolehkan keluarga membawa jenazah pasca autopsi.