Pengacara Terpidana Kasus Vina dan Jessica Wongso Berburu Novum, Azmi Syahputra: Tidak Semua di Balik Terali Orang Jahat!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 16 Juli 2024 2 jam yang lalu
Terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon (kiri) dan Jessica Kumala Wongso (kanan) (Foto: Kolase MI)
Terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon (kiri) dan Jessica Kumala Wongso (kanan) (Foto: Kolase MI)

Jakarta, MI - Para terpidana kasus dugaan pembunuhan terhadap Vina Dewi Arsita (16) dan Muhammad Rizky alias Eky (16) Cirebon yakni Rivaldi Aditya Wardana alias Ucil, Eka Sandi, Supriyanto, Hadi Saputra Eko Ramadhani, Jaya dan Sudirman saat ini masih di jeruji (terali) besi.

Bahkan, mereka sudah dipindahkan dari Cirebon ke Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar). Kuasa hukum para terpidana itu kini masih memburu bukti baru (novum) sebagai bahan Peninjauan Kembali (PK) baru.

Selain itu, pengacara para terpidana juga mengklaim telah mengantongi alat bukti baru untuk upaya PK mendatang. 

Alat bukti ini berupa sejumlah dokumentasi yang menunjukkan kejadian sebenarnya dari kasus Vina Cirebon.

Langkah kuasa hukum para tersangka kasus Vina itu seperti yang dilakukan oleh pengacara Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan. Yakni mengumpulkan novum untuk PK baru terhadap Jessica yang sudah 8 tahun mendekam di jeruji besi. 

Kasus yang terjadi pada tahun 2016 ini berakhir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan di putus dengan Nomor Putusan 777/Pid.B/2016/Jkt.Pst.

Adalah Putusan atas nama terdakwa Jessica Kumala Wongso yang telah divonis hakim dengan pidana penjara 20 (dua puluh) tahun atas tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Mirna Salihin dengan secangkir kopi sianida.

"Kami akan mengajukan PK setelah terlebih dahulu membongkar pelaku yang diduga melakukan kejahatan dalam kasus ini," tegas Otto saat dihubungi Monitorindonesia.com, Minggu (26/11/2023) dini hari.

[Monitor Juga: Novum Jalan Pembebasan Jessica Kumala Wongso]

Terkait hal itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) Azmi Syahputra mendukung mereka yang sedang berjuang mengumpulkan novum tersebut.

Bahkan, dosen hukum pidana Universitas Trisakti ini menegaskan bahwa tidak semua mereka yang berada di jeruji besi merupakan penjahat, begitu sebaliknya.

"Tidak semua penjahat di balik terali dan tidak semua yang di balik terali adalah orang jahat," kata Azmi kepada Monitorindonesia.com, Selasa (16/7/2024).

Azmi Syahputra
Azmi Syahputra (Foto: Dok MI)

Lantas Azmi bertanya apakah para terpidana itu sebagai tumbal atas nama negara hukum. Pasalnya, kasus ini masih menimbulkan polemik dan spekulasi liar diduga ada upaya untuk menyelamatkan pelaku yang sesungguhnya dari jerat hukum.

"Membuat tumbal atas nama negara hukumkah? Menjebloskan orang yang bukan pelakunya? Pelaku sebenarnya apakah bisa ngopiria dengan orang yang seharusnya menangkap merekakah?," tanya Azmi.

Azmi yang juga seorang kriminolog itu menduga para geng motor hingga pekerja bangunan akan mudah dijadikan tumbal.

"Identitas tak jelas para gang motor, pekerja bangunan ini lebih mudah dijadikan tumbal. Kasus tanpa investigasi or bukti yang kuat? Rentan jadi peristiwa tumbal," tandas Azmi.

Polisi salah tangkap Pegi?

Pegi Setiawan (PS) yang sempat tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky disebut-sebut korban salah tangkap dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon dan Eky dalam peristiwa 27 Agustus 2016 silam. 

Hal itu usai Pengadilan Negeri (PN) Bandung menyatakan penetapan tersangka Pegi tidak sah.

Kasus ini belum tuntas hingga sekarang, karena masih ada pelaku yang belum dibawa ke meja hijau untuk diadili. 

Pada 21 Mei 2024 lalu, Pegi ditangkap paksa satuan Ditreskrimum Polda Jawa Barat lantaran dituding terlibat pembunuhan pasangan muda-mudi di Cirebon pada 2016 itu. 

Pegi dituduh sebagai dalang pembunuhan Vina dan Eky yang tewas dibunuh sekelompok geng motor di daerah Talun, Cirebon, pada Sabtu, 27 Agustus 2016. 

Penangkapan yang dilakukan Polisi sebelumnya terhadap Pegi diharapkan publik dapat menjadi pintu tuntasnya permasalahan kasus pembunuhan Vina Cirebon.

Meski Pegi telah bebas, tapi kasus ini masih menimbulkan polemik. 

Apalagi diumumkan 2 DPO lain yang perannya terperinci dalam BAP dan muncul dalam persidangan hingga putusan pengadilan dinyatakan fiktif.

Pegi Setiawan yang diamankan di salah daerah di Bandung Jawa Barat, beberapa waktu lalu, bukan lah Egi atau Pegi yang disebut-sebut sebagai otak pembunuhan Vina Cirebon. 

Yang lebih mengejutkan lagi, Saka Tatal, salah satu terpidana yang sudah menjalani hukuman, mengaku bahwa foto yang diperlihatkan polisi dulu berbeda dengan foto Pegi Setiawan yang ditangkap beberapa waktu lalu.

Pegi Setiawan pernah menyampaikan bahwa dia pernah menjadi Ketua Geng Motor Moonraker.

Pengakuan Pegi Setiawan ini membuat dirinya semakin terpojok. Terlebih saat ini, sidang praperadilan Pegi Setiawan yang berprofesi sebagai kuli bangunan dimenangkan.

Hal itu menorehkan sebuah fakta baru bahwa Pegi Setiawan kuli bangunan batal menjadi tersangka dalam kasus Vina Cirebon.

Kasus salah tangkap/peradilan sesat bukan hal yang jarang di negeri ini. Acapkali penegak hukum hanya kejar target dalam menangkap dan menahan seseorang. Meski banyak kasus salah tangkap/peradilan sesat, rupanya masalah itu belum tuntas.

Perlu digarisbawahi, bahwa sebagai seseorang yang dipenjara tanpa dosa, seharusnya mereka-mereka wajib diberikan kompensasi atau uang ganti rugi oleh negara. 

Peraturan itu sudah tertuang dalam PP 27/1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Dalam PP itu, korban salah tangkap diberikan ganti rugi Rp 1 juta bagi yang menderita cacat fisik atau meninggal dunia diberi kompensasi senilai Rp 3 juta. Adilkah? (wan)