Usut Korupsi SKIPI, KPK Panggil Bendahara Pengeluaran KKP, Angga Rahadhany dan Setiawan Mudhianto

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 31 Juli 2024 2 jam yang lalu
Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto (Foto: Dok MI)
Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua orang Bendahara Pengeluaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) Tahun Anggaran 2012-2016.

"Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Rabu siang (31/7/2024).

Adapun 2 saksi yang dipanggil itu adalah AR (Angga Rahadhany) dan SM (Setiawan Mudhianto). Mereka adalah Bendahara Pengeluaran KKP.

Sebelumnya, Direktur Pengembangan Usaha PT Daya Radar Utama (DTU), Steven Angga Prana (SAP) dan karyawan (DTU) Hotman Erwin Hutahaean (HEH) menjadi saksi dalam kasus ini, Senin (29/7/2024).

“(Dua saksi) SAP dan HEH hadir, didalami oleh penyidik terkait keikutsertaan lelang pengadaan SKIPI di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi, Rabu (31/7/2024).

Meski Tessa enggan membeberkan identitas dua saksi itu. Namun, berdasarkan pantauan Moniotirndonesia.com, di Gedung Merah Putih KPK, adalah Steven Angga Prana dan Utama Hotman Erwin Hutahaean.

Pun, KPK enggan memerinci jawaban dua saksi itu kepada penyidik. Informasi mendetail baru dibuka dalam persidangan nanti.

Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai dan KKP. Keempat orang itu yakni Direktur Utama PT Daya Radar Utama (PT DRU), Amir Gunawan; pejabat pembuat komitmen (PPK) Bea dan Cukai, Istadi Prahastanto; Ketua Panitia Lelang, Heru Sumarwanto; dan Aris Rustandi selaku PPK KKP.

Istadi, Amir dan Heru diduga melakukan sejumlah perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan pengadaan 16 kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat/FCB) di Ditjen Bea dan Cukai. Salah satunya, mengarahkan panitia lelang agar memilih PT DRU untuk menggarap proyek tahun jamak 2013-2015 senilai Rp1,12 triliun tersebut.

Namun setelah dilakukan uji coba, kecepatan dan sertifikasi dual-class 16 kapal patroli itu tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan di kontrak. Meski tidak sesuai, pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti pembayaran.
 
Selama proses pengadaan Istadi dan kawan-kawan menerima 7.000 Euro sebagai sole agent mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat tersebut. Dugaan kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp117.736.941.127.
 
Kemudian pada perkara berikutnya, Amir dan Aris diduga melakukan cawe-cawe dalam penandatangan kontrak kerja pengadaan 4 unit kapal 60 meter untuk Sistem Kapal Inspeksi Perikanan (SKIPI) pada Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP. Nilai kontrak proyek ini USD58.307.789.
 
Aris diketahui membayar seluruh termin pembayaran proyek pengadaan empat kapal SKIPI kepada PT DRU senilai USD58.307.788 atau setara Rp744.089.959.059. Padahal, biaya pembangunan empat kapal itu hanya Rp446.267.570.055.
 
Tak hanya itu, KPK mensinyalir terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum lain dalam proses pengadaan. Di antaranya, belum adanya Engineering Estimate, persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar dan sejumlah PMH lainnya.
 
Empat kapal SKIPI itu juga diduga tidak sesuai spesifikasi yang disyaratkan dan dibutuhkan, misalnya kecepatan tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm, markup volume plat baja dan aluminium serta kekurangan perlengkapan kapal lain. Kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp61.540.127.782.
 
Perkara korupsi kapal Ditjen Bea dan Cukai, Amir, Istadi dan Heru melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
 
Sedangkan, pada perkara korupsi kapal di KKP, Amir dan Aris disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.