Sidang Kasus Alih Muat Batu Bara Libatkan Tan Paulin-PT IMC Kembali Digelar, Begini Duduk Perkaranya

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 September 2024 11:27 WIB
Sidang perkara yang melibatkan “ratu batubara” asal Kalimantan Timur, Tan Paulin dari PT Sentosa Laju Energy (SLE) dengan mantan direksi dan karyawan PT IMC Pelita Logistik Tbk kembali digelar di Pengadilan Negeri Batulicin, Kamis (12/09/2024) kemarin.
Sidang perkara yang melibatkan “ratu batubara” asal Kalimantan Timur, Tan Paulin dari PT Sentosa Laju Energy (SLE) dengan mantan direksi dan karyawan PT IMC Pelita Logistik Tbk kembali digelar di Pengadilan Negeri Batulicin, Kamis (12/09/2024) kemarin.

Batulicin, MI - Sidang kasus perjanjian alih muat batu bara antara PT IMC Pelita Logistik Tbk (IMC) dengan PT Sentosa Laju Energy (SLE) kembali digelar di Pengadilan Negeri Batulicin, Kamis (12/09/2024) kemarin.

Kasus ini telah melibatkan Dirut PT SLE, Tan Paulin dengan mantan direksi dan karyawan PT IMC Pelita Logistik Tbk tersebut. Pada sidang ini Sabri Noor Herman selaku kuasa hukum dari Iriawan Barat (terdakwa II) selaku direktur utama dan Harry Thjen (terdakwa III) selaku direktur komersial dan operasional, membacakan pledoi.

Dalam pledoi, Sabri Noor Herman menyampaikan tuntutan penuntut umum tidak didasarkan atas apa yang termuat dalam surat dakwaan. Seharusnya tuntutan dibuat mengacu pada surat dakwaan, apakah terbukti atau tidaknya berdasarkan fakta hukum persidangan.

Apa yang didakwakan dan tuntutan JPU tidak terbukti berdasarkan fakta hukum di persidangan. Tidak satupun unsur tindak pidana Pasal 404 ayat (1) ke-1 KUHP terpenuhi.

“Kami sangat berkeyakinan, apa yang didakwakan dan apa yang dimuat dalam tuntutan secara sah dan meyakinkan tidak terbukti,” katanya.

Sangat jelas berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, terdakwa II dan terdakwa III tidak pernah melakukan atau menyuruh melakukan pemindahan FC Ben Glory. "Selain itu, pemindahan maupun penyewaan FC Ben Glory bukanlah perbuatan pidana," bebernya.

Permasalahan pemindahan jelas dibenarkan dan diatur dalam Perjanjian Alihmuat. Tidak ada satupun bukti yang menunjukan, PT SLE memiliki hak gadai, hak menahan, hak pungut hasil, maupun hak pakai atas FC Ben Glory.

Perjanjian alihmuat batu bara bukan perjanjian sewa, melainkan perjanjian jasa angkutan untuk mengalih muat batubara. Perjanjian sewa juga tidak bisa ditafsirkan atau dianalogikan menjadi hak – hak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 404 ayat (1) ke-1 tersebut.

Tidak ada ‘mens rea’ dan tidak ada ‘actus reus’ dalam perkara a quo. Seharusnya, surat tuntutan yang tidak didasarkan atau menyimpang dari surat dakwaan, haruslah dianggap kabur atau batal demi hukum.

Selain itu, secara normatif dan bukan hal yang mustahil, seharusnya penuntut umum berani mengambil keputusan dalam tuntutannya, menyatakan para terdakwa tidak terbukti melakukan apa yang didakwakan, sehingga memutuskan membebaskan para terdakwa atau sekurang-kurangnya melepaskan dari segala tuntutan hukum. Bukan sebaliknya memaksakan agar dihukum.

“Adapun terkait permintaan JPU agar FC Ben Glory dirampas dan dilelang, menurut pendapat kami adalah hal yang berlebihan, tidak beralasan, dan bertentangan dengan hukum. Kami juga menyesalkan, terjadi pembiaran oleh JPU terhadap adanya Proses Penilaian yang dilakukan oleh KJPP terhadap FC Ben Glory yang berstatus sita pengadilan. Hal tersebut menurut kami melanggar prosedur dan hukum yang berlaku, menggunakan barang yang berstatus sita tanpa izin yang menyita dan bukan untuk kepentingan peradilan,” beber Sabri Noor Herman.

Tuntutan

Dalam tuntutannya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan dan Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu itu menyatakan bahwa ketiga terdakwa, yakni T, II, dan HT, telah bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 404 Ayat (1) Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana berbunyi, yakni barang siapa menarik barang milik sendiri atau orang lain yang masih ada ikatan hak gadai, hak pungut hasil, atau hak pakai atas barang tersebut. 

Jaksa lantas menuntut ketiga terdakwa yang terdiri dari dua mantan direksi dan seorang mantan manajer IMC tersebut dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun. Tak hanya itu, JPU juga menuntut agar Kapal FC Ben Glory yang telah disita oleh pengadilan turut dirampas oleh negara dan diberikan sebagai ganti rugi kepada korbannya, PT SLE. Adapun hal yang meringankan disebutkan adalah bahwa ketiga terdakwa belum pernah dihukum. 

Aspidum Kejati Kalimantan Selatan, Ramdhanu Dwiyantoro mengatakan, JPU menuntut ketiga tersangka bersalah dan merampas barang bukti untuk menutupi kerugian korban melalui pelelangan milik lembaga independen negara. Pemulihan kerugian korban bisa dilakukan dengan pelelangan barang rampasan tersebut.

"Semua dinyatakan bersalah dan tentunya semua itu ada dasar hukumnya. Alasan menuntut bersalah dan hukuman tuntutan satu tahun itu semuanya sudah dibacakan, dan banyak hal-hal yang sudah meringankan tuntutan itu," kata Ramdhanu dalam keterangannya, Minggu (9/9/2024).

Ketika dimintai tanggapannya, Sabri Noor Herman selaku pengacara dua terdakwa mantan direksi IMC menjelaskan, dari fakta hukum dan fakta persidangan selama persidangan, tidak ada yang bisa membuktikan pasal 404 ayat 1 KUHP Pidana. "Kita tanya di persidangan ketika saksi pelapor Tan Paulin (Direktur SLE) dan adiknya Denny Irianto (Dirut SLE) menjadi saksi di persidangan, adakah perjanjian lain selain daripada perjanjian alihmuat, keduanya menjawab tidak ada. Jadi, sebenarnya tidak ada dasar menjadi surat dakwaan," ujar Sabri. 

Demikian juga ketika menanggapi aspek perampasan aset sitaan FC Ben Glory, Sabri pun menyatakan keberatan. Karena itu barang sitaan milik PT IMC, bukan milik terdakwa, bukan pula benda yang diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.

Sampai proses perkara ini di persidangan, FC Ben Glory masih berstatus disita oleh Pengadilan. Meskipun IMC telah mengajukan permohonan pinjam pakai barang bukti, karena barang bukti tersebut bukan milik terdakwa melainkan milik IMC yang digunakan untuk usaha, namun permohonan pinjam pakai barang bukti tidak dipenuhi. 

Berhubung barang bukti FC Ben Glory disita oleh Pengadilan, maka pengadilan wajib menjaga dan mengawasi barang bukti secara benar menurut hukum. "Sementara kami temukan di permohonan ganti rugi Tan Paulin sudah melampirkan penilaian atas aset sitaan itu oleh Akuntan Publik," ucap Sabri. 

Ia pun merujuk pada Pasal 39 ayat (1), Pasal 44, Pasal 46 KUHAP yang menjelaskan, Pengelolaan benda sitaan harus dilaksanakan secara transparan, dan akuntabel dengan tujuan untuk penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia.

Sebagai informasi, kontrak bisnis alih muat batubara antara PT IMC Pelita Logistik Tbk dengan PT Sentosa Laju Energy (SLE) berlangsung di Kalimantan Timur. SLE di antaranya dinakhodai oleh Tan Paulin, sosok yang ditulis di media massa beberapa waktu sebagai Ratu Batu Bara di Kalimantan Timur.

Pada Juli 2024 lalu, rumahnya di Surabaya digeledah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan gratifikasi dan TPPU mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.

Topik:

Tan Paulin PT IMC