Alibi MA Tak Bisa Evaluasi Vonis Ringan Harvey Moeis Terdakwa Korupsi Timah Rp 300 Triliun


Jakarta, MI - Mahkamah Agung (MA) menyatakan tidak dapat mengevaluasi putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis terdakwa korupsi tata niaga timah Rp 300 triliun, Harvey Moeis dengan pidana penjara 6,5 tahun.
Pasalnya, hakim bekerja secara independen dalam menjatuhkan putusan. Hal tersebut membedakan kinerja hakim dengan aparat penegak hukum lainnya, seperti polisi dan jaksa. "(Kami) tidak bisa (evaluasi). Kan hakim itu mandiri, independen. Beda dengan polisi, apa kata Kapolri, jaksa apa kata Jaksa Agung. Kalau kita itu, begitu perkara diketok oleh majelis, enggak bisa intervensi," kata Juru bicara MA, Yanto kepada Monitorindonesia.com, Jumat (3/1/2024).
Menurut Yanto, vonis terhadap Harvey belum berkekuatan hukum tetap atau inkracth. Sementara Jaksa penuntut umum (JPU) sedang mengupayakan banding. "Kalau di putusan banding enggak puas, ada upaya hukum namanya kasasi. Jadi saya tidak bisa menilai apakah itu terlalu ringan atau tidak, kan yang tahu pertimbangannya majelis hakim kenapa menjadi ringan," tandas Yanto.
Kejagung bicara
Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai pertimbangan hakim yang menyebut tuntutan 12 tahun penjara terhadap Harvey Moeis dinilai terlalu berat adalah subjektivitas hakim.
Kepala Pusat Peneranan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, meyakini bukti yang dimiliki jaksa dalam sidang tuntutan terdakwa korupsi timah itu sudah sesuai substansi.
"Kalau Anda mengikuti bagaimana pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan oleh Majelis Hakim dalam persidangan itu, sesungguhnya apa yang sudah diajukan oleh penuntut umum terkait dengan pemenuhan alat bukti Pasal 183-184, itu sudah sama linier," kata Harli dalam konferensi pers di Kejagung RI, Jakarta Selatan, pada Selasa (31/12/2024).
Harli menjelaskan, tidak terpenuhinya tuntutan jaksa yang menginginkan hukuman selama 12 tahun terhadap Harvey Moeis dilandasi dengan pertimbangan subjektivitas Majelis Hakim. Namun secara substansi, Harli memastikan tidak ada hal yang keliru terhadap substansi tuntutan yang diberikan jaksa.
"Hanya saja kan bahwa pertimbangannya menyatakan tuntutan itu terlalu tinggi. Jadi ada subjektivitas di situ. Kalau dari sisi substansi, tidak ada masalah," kata Harli.
12 tahun penjara terlalu berat?
Sebelumnya, pengusaha Harvey Moeis dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah yang merugikan negara Rp 300 triliun. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan 12 tahun penjara dari jaksa. Begini penuturan Ketua Majelis Hakim Persidangan Tipikor Jakarta, Eko Aryanto.
Dalam persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (23/12/2024), Hakim Eko menganggap tuntutan 12 tahun penjara terhadap Harvey Moeis terlalu berat.
"Majelis hakim mempertimbangkan tuntutan 12 tahun terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologi perkara itu," jelasnya.
Eko mengatakan penambangan timah di wilayah Bangka Belitung tengah mengupayakan peningkatan produksi timah dan ekspor timah.
Di sisi lain, ketua hakim dalam sidang vonis suami artis Sandra Dewi itu menyebutkan ada perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung yang sedang berusaha meningkatkan produksinya.
Salah satu smelter swasta itu adalah PT Refined Bangka Tin (RBT) yang diwakili Harvey Moeis. Hakim Eko menyatakan Harvey Moeis hanya mewakili PT RBT saat melakukan pertemuan dengan pihak PT Timah.
Menurut penilaian sang hakim, terdakwa tidak termasuk dalam struktur pengurus PT RBT, baik itu komisaris, direksi, maupun pemegang saham.
Hakim pun menerima alasan Harvey Moeis yang mengaku hanya membantu temannya, Direktur Utama PT RBT Suparta, yang juga divonis bersalah dalam kasus yang sama.
Terdakwa dinilai bukan pembuat keputusan kerja sama antara PT Timah Tbk dan PT RBT serta tidak mengetahui keuangannya.
"Terdakwa beralasan hanya bermaksud membantu temannya, yaitu direktur utama Suparta. Karena terdakwa memiliki pengalaman mengelola usaha tambang batu bara di Kalimantan," jelas Hakim Eko.
"Bahwa Terdakwa bukan pengurus perseroan PT RBT sehingga Terdakwa bukan pembuat keputusan kerja sama antara PT Timah Tbk dan PT RBT, begitu pula Terdakwa tidak mengetahui administrasi dan keuangan, baik pada PT RBT dan PT Timah Tbk," sambungnya.
Hakim Eko juga menyampaikan pertimbangannya seraya menyebut tidak adanya peran besar Harvey dalam kerja sama antara PT RBT dan PT Timah.
Selain itu, hakim juga menyebutkan PT Timah dan PT RBT bukan penambang ilegal. "Bahwa dengan keadaan tersebut Terdakwa tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT Timah Tbk dan PT RBT maupun dengan para pengusaha smelter peleburan timah lainnya yang menjalin kerja sama dengan PT Timah Tbk."
"PT Timah Tbk dan PT RBT bukan penambang ilegal, keduanya memiliki IUP dan IUJP pihak yang melakukan penambangan ilegal adalah masyarakat yang jumlahnya ribuan orang," katanya menambahkan.
Berdasarkan hal itu, akhirnya hakim menilai tuntutan jaksa 12 tahun penjara terhadap Harvey Moeis terlalu tinggi. Eko pun menyatakan hukuman Harvey harus dikurangi.
"Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut sehingga majelis hakim berpendapat tuntutan pidana penjara yang diajukan penuntut umum terhadap tiga terdakwa, Harvey Moeis, Suparta, Reza terlalu tinggi dan harus dikurangi," tegasnya.
Topik:
Korupsi Timah MA Mahkamah Agung Kejagung Harvey Moeis