Penyidik Ambil Sikap Usai Erick Ketemu Jaksa Agung Jam 11 Malam


Jakarta, MI - Penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mengambil sikap usai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir bertemu dengan Jaksa Agung, ST Burhanuddin baru-baru ini.
Adapun pertemuan pada sekitar jam 11 malam itu dilakukan di tengah pengusutan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023 yang merugikan negara Rp197,3 triliun.
“Kita lihat sikap penyidik ke depannya ya, apakah hal itu menjadi kebutuhan penyidikan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Senin (3/3/2025).
Apa kata Erick?
Erick Thohir menyebut jika akan ada review total pada perusahaan yang bergerak di sektor energi tersebut. Erick ingin mengikutsertakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dipimpin oleh Bahlil Lahadalia serta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas. “Kami harus beri solusi. Seperti yang Pak Presiden selalu bilang, antara menteri ini berkomunikasi,” katanya.
Sementara proses yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung (Kejagung) turut menjadi poin penting dalam pernyataan Erick Thohir. Ia menghormati proses tersebut seperti saat kasus Jiwasraya dan Garuda.
Erick kemudian mengaku akan turut membantu jalannya proses penyelidikan yang dilakukan oleh Kejagung. Bahkan, dia mempercayai, jika perbaikan BUMN, terkhusus Pertamina, akan semakin baik karena proses investasi dan operasional akan semakin mudah. Erick Thohir menyampaikan jika hal itu disebabkan karena adanya Danantara.
“Dahulu investasi BUMN tidak pernah didiskusikan karena saya tidak punya power itu. Bukan membela diri ya. Tapi nanti semua usulan investasi atau operasional yang membutuhkan dana besar akan ada komite investasinya, itu adalah hal bagus,” jelas Erick.
Lantas apa yang dibahas dalam pertemuannya dengan Jaksa Agung? Erick mengaku telah melakukan rapat dengan Kejagung terkait blending oplosan di BBM. Erick Thohir tidak mau berasumsi lebih jauh, namun apabila ditemukan, ia akan melakukan penindakan.
"Kemarin saya meeting sama Pak Kejaksaan, Pak JA, sebelum ke Magelang jam 11 malam. Tentu kita apresiasi yang dilakukan Kejaksaan. Kita hormati. Seperti dulu kita bersama Kejaksaan menangani kasus Asabri, Jiwasraya, Garuda. Kita berpartisipasi," kata Erick di Bandara Soekarno Hatta, Sabtu (1/3/2025), usai pengumuman diskon pajak tiket pesawat untuk mudik.
Kejaksaan Agung sebelumnya mengungkap kronologi dugaan kasus korupsi terkait pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, termasuk Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam periode 2018-2023.
Kasus ini melibatkan direksi anak perusahaan Pertamina serta pihak swasta. Bahwa berdasarkan alat bukti yang cukup, Kejagung sebelumnya telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka pada 24 Februari 2025.
Para tersangka termasuk Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, dan beberapa pejabat tinggi lainnya di Pertamina dan subholdingnya.
Tak lama kemudian Kejagung menetapkan dua tersangka baru pada 26 Februari 2025.
Berikut adalah daftar sembilan tersangka beserta peran mereka dalam kasus ini:
1. Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
Dalam kasus ini, Riva bersama Sani Dinar Saifuddin dan Agus Purwono, Riva diduga melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.
Mereka juga memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum. Riva juga diduga "menyulap" BBM jenis Pertalite menjadi Pertamax.
2. Sani Dinar Saifuddin, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
Dalam kasus ini, ia bersama Riva Siahaan dan Agus Purwono, Sani diduga melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.
Mereka juga memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.
3. Yoki Firnandi, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
Dalam kasus korupsi ini, Yoki diduga melakukan mark-up kontrak pengiriman minyak mentah dan produk kilang.
Hal itu menyebabkan negara harus membayar biaya pengiriman lebih tinggi dari seharusnya.
4. Agus Purwono, Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
Peran dia dalam kasus ini adalah bersama Riva Siahaan dan Sani Dinar Saifuddin, Agus diduga terlibat dalam manipulasi rapat optimalisasi.
Ia juga terlibat dalam pengondisian yang memungkinkan broker minyak meraih kemenangan secara ilegal.
5. Muhammad Kerry Adrianto Riza, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
Ia, disebut terlihat dalam praktik mark-up kontrak pengiriman yang dilakukan Yoki.
Akibat mark-up yang dilakukannya, negara harus membayar fee tambahan sebesar 13-15 persen yang menguntungkan Kerry.
6. Dimas Werhaspati, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim
Dimas bersama Gading Ramadhan Joedo diduga melakukan komunikasi dengan Agus Purwono untuk mendapatkan harga tinggi dalam kontrak, meskipun syarat belum terpenuhi.
7. Gading Ramadhan Joedo, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
Gading bersama Dimas menjalin komunikasi dengan Agus Purwono demi memuluskan kontrak harga tinggi.
Ia juga diduga mendapatkan persetujuan dari Sani Dinar Saifuddin dan Riva Siahaan untuk impor minyak mentah dan produk kilang.
8. Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga
Maya Kusmaya diduga memerintahkan dan memberikan persetujuan untuk melakukan pembelian bahan bakar minyak (BBM) RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92.
Selain itu, Maya juga memerintahkan pengoplosan produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal PT Orbit Terminal Merak. Tindakan ini menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi yang tidak sesuai dengan kualitas barang.
9. Edward Corne, VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga
Edward Corne diduga terlibat dalam pembelian BBM RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 atas persetujuan Riva Siahaan.
Edward juga terlibat dalam pengoplosan produk kilang jenis RON 88 dengan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak.
Selain itu, Edward melakukan pembayaran impor produk kilang menggunakan metode spot atau penunjukan langsung, yang menyebabkan PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga tinggi.
Kerugian negara
Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun.
Namun, Kejagung memperkirakan bahwa kerugian negara bisa mencapai hampir Rp1 kuadriliun jika dihitung secara keseluruhan untuk periode 2018-2023.
Angka ini mencakup berbagai komponen, seperti kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, pembelian minyak impor dengan harga tidak wajar, dan pemberian subsidi serta kompensasi yang seharusnya bisa ditekan jika tata kelola energi berjalan dengan baik.
Kasus ini menjadi salah satu skandal keuangan terbesar di Indonesia dan menambah panjang daftar kasus korupsi dengan kerugian negara yang sangat besar.
Kejagung terus melakukan penyelidikan untuk memastikan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab atas perbuatannya. (an)
Topik:
Erick Thohir BUMN Kejagung Korupsi Pertamina Pertamina Patra Niaga Jaksa Agung