Kasus Suap Hakim Rp 60 Miliar, Kejagung Periksa Direktur PT Yes Money Changer 'NTT'


Jakarta, MI - Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Direktur PT Yes Money Changer berinisial NTT sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2025).
"NTT selaku Direktur PT Yes Money Changer," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar.
Selain NTT, kata Harli, penyidik juga memeriksa 9 saksi lainnya yakni DH selaku Istri Tersangka ASB; AGS selaku Sopir Tersangka MS; AMT selaku Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; MNBMG selaku Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; ASH selaku Sopir Tersangka AR; RPW selaku Staf AALF; BM selaku PH LKBH; ASR selaku Staf AALF; dan AFA selaku Staf AALF.
"Adapun sepuluh orang saksi diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas nama Tersangka WG dkk. Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," jelasnya.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Empat di antaranya merupakan hakim, yaitu Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharuddin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM). Saat perkara ini disidangkan, Arif menjabat sebagai wakil ketua PN Jakarta Pusat. Dia yang menunjuk tiga hakim lain untuk memimpin persidangan.
Sementara empat tersangka lain adalah Muhammad Syafei (MSY), Head of Social Security Legal Wilmar Group; dua pengacara korporasi, Ariyanto (AR) dan Marcella Santoso (MS); serta mantan panitera PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan (MG).
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menjelaskan Wahyu Gunawan merupakan pihak yang pertama kali menawarkan pengurusan perkara kepada Ariyanto. Dalam tawarannya, Wahyu menyebut bahwa jika perkara tidak diurus, hakim bisa menjatuhkan vonis maksimal atau bahkan lebih berat dari tuntutan jaksa.
Tawaran itu diteruskan Ariyanto kepada rekannya, Marcella Santoso. Marcella lalu menyampaikan kepada Syafei dalam pertemuan di rumah makan Daun Muda di Jakarta Selatan. Syafei, menurut penyidik, menyatakan Wilmar bersedia menyediakan dana sebesar Rp 20 miliar untuk mengupayakan putusan bebas.
Namun, dalam pertemuan lanjutan yang melibatkan Ariyanto, Wahyu, dan Arif di restoran lain di kawasan Kelapa Gading, Arif menyebut biaya harus dinaikkan tiga kali lipat menjadi Rp 60 miliar. Ia menyatakan perkara itu tidak bisa diputus bebas, tapi bisa diarahkan ke putusan ontslag.
Jaksa menyebut Syafei berperan menyiapkan uang suap sebesar Rp 60 miliar agar majelis hakim menjatuhkan putusan ontslaag. Putusan tersebut demi membebaskan ketiga korporasi dari kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara senilai sekitar Rp 17 triliun.
Vonis dijatuhkan pada 19 Maret 2025. Kini, Kejaksaan sedang mengajukan kasasi atas putusan tersebut.
Hingga kini, Kejaksaan Agung belum mengonfirmasi apakah dana Rp 60 miliar tersebut seluruhnya berasal dari Wilmar Group, atau merupakan iuran bersama dengan dua korporasi lainnya, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.
Topik:
Kejagung Hakim CPOBerita Sebelumnya
Kejagung Garap 10 Saksi Dugaan Suap Hakim Rp 60 Miliar
Berita Terkait

Terima Rp 500 Juta Hasil Barang Bukti yang Ditilap, Jaksa Iwan Ginting Dicopot
6 jam yang lalu

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
17 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB