PTPN II Kelebihan Pembayaran Success Fee Konsultan Hukum Rp 8,2 M

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 22 Juli 2025 18:32 WIB
PTPN II (Foto: Istimewa)
PTPN II (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan bahwa pembayaran monthly base dan biaya lain-lain konsultan hukum tidak berdasar serta kelebihan pembayaran success fee senilai Rp8.271.191.768,56.

Hal itu tertuang dalam Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2023 pada PTPN II dan Instansi Terkait di Sumatra Utara dan DKI Jakarta dengan Nomor 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024.

BPK menjelaskan bahwa PTPN II dalam Laporan keuangan (audited) Tahun 2021 dan 2022 serta rincian transaksi (ledger) Tahun 2023 menyajikan saldo beban jasa konsultan senilai Rp26.843.065.664,00, Rp19.096.950.881,00 dan Rp1.823.700.000,00. 

Salah satu jasa konsultan yang digunakan oleh PTPN II adalah Jasa Konsultan Hukum (Advokat). 

PTPN II sejak tahun 2021 sampai dengan Semester I 2023 bekerja sama dengan beberapa Kantor Advokat melalui Perjanjian Kerja Sama Jasa dan Konsultan Hukum (PKSJKH). 

Berdasarkan PKSJH di atas, ruang lingkup pemberian pelayanan Jasa Advokat adalah memberikan nasihat hukum, pendapat hukum dan pertimbangan hukum atas setiap permasalahan hukum yang diajukan oleh PTPN II baik perkara Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara (TUN) dan Ketenagakerjaan; 

Memberikan bantuan dan pendampingan hukum dalam hal terjadinya sengketa hukum antara PTPN II dengan pihak lainnya yang menyangkut Perkara Pidana, Perdata, TUN dan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI), baik di dalam maupun di luar Pengadilan; dan 

Pemberian Jasa Advokat lainnya seperti pemberian Lega/ Opinion, Legal Drafting, penyusunan Draft Kontrak, Jasa Pengurusan Perizinan dan Jasa Pengurusan Alas Hak. 

PKSJKH mengatur biaya honorarium yang dikeluarkan yaitu dengan skema Monthly Base dan Case by case basis.  Selain itu, Advokat juga berhak untuk memperoleh Success Fee atas pemenangan perkara di tingkat pengadilan. 

Namun hasil pengujian lebih lanjut, BPK menemukan permasalahan bahwa kantor hukum tidak didukung kualifikasi administrasi yang memadai dan penetapan monthly nase tidak berdasar.

Realisasi biaya lainnya atas penanganan perkara senilai Rp2.840.300.000,00 tidak didukung dengan bukti memadai dan tidak sesuai ketentuan dan kelebihan kembayaran success fee senilai Rp8.271.191.768,56.

Kondisi tersebut mengakibatkan menunjukkan konsultan hukum berpotensi tidak layak dan cacat prosedur serta pembayaran honor monthly base yang tidak terukur berisiko membebani perusahaan.

"Realisasi biaya penanganan perkara senilai Rp2.840.300.000,00 tidak akuntabel dan Indikasi kerugian keuangan PTPN II senilai Rp8.271.191.768,56 atas kelebihan pembayaran success fee konsultan hukum," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Selasa (22/7/2025).

Kondisi tersebut, menurut BPK, disebabkan Direktur PTPN II periode Tahun 2021 lalai dalam menyetujui addendum perjanjian kerja sama jasa advokat serta dalam mengawasi pekerjaan Advokat dan lalai dalam mengawasi pelaksanaan dan hal-hal yang belum diatur dalam perjanjian; dan lalai dalam menyetujui perhitungan dan pembayaran Success Fee. 

Lalu, SEVP BS Periode Tahun 2021 sampai dengan 2023 lalai dalam menyetujui perhitungan dan pembayaran biaya lainnya konsultan hukum dan Kepala Bagian Sekretaris Perusahaan (sekarang menjadi Bagian Hukum) periode Tahun 2021 lalai tidak mengajukan konsep SOP pertanggungjawaban Biaya-biaya hukum terkait konsultan hukum.

Kemudian lalai dalam mengajukan dan mempertanggungjawabkan pembayaran biaya lain-lain dan success fee; dan lalai dalam menyusun kontrak dan addendum perjanjian dengan advokat. 

Namun atas permasalahan tersebut, Region Head Regional 1 PTPN I menyatakan belum sependapat dengan temuan pemeriksaan BPK. Bahwa berdasarkan PP 5 2021, jasa hukum tidak berkewajiban memiliki KBLI dan hasil konsultasi dengan Ketua DPC PERADI Medan, sejauh ini DPC PERADI Medan selaku Asosiasi Advokat tidak ada mensyaratkan anggotanya untuk memiliki SIUP, NIB, dan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM, sehingga sulit mencari Kantor Hukum di Medan yang memiliki izin usaha tersebut; 

KUH Perdata pasal 1320 bentuk dan isi dari Perjanjian atau Addendum tidak ada yang standar semuanya dikembalikan kepada para Pihak (freedom of contract) dan perdapat perbedaan dasar perhitungan dalam pemberian honor Success Fee kepada kantor hukum. 

Pun, BPK RI tidak sependapat dengan tanggapan Region Head Regional 1 PTPN I karena sesuai dengan SK Direksi Nomor Dir/PER/08/2020 mewajibkan untuk memenuhi syarat administrasi. Salah satunya terkait Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Nomor Induk Berusaha (NIB), Surat I7in Usaha Perdagangan (SIUP) dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SP-PKP); 

"Definisi “objek gugatan" tidak definisikan dalam kontrak dan luasan yang digugat sesuai dengan putusan PTUN bukan seluruh objek sertifikat karena jika gugatan masyarakat dikabulkan, maka sertifikat PTPN II yang dibatalkan seluas yang digugat bukan keseluruhan luasan sertifikat/ lahan," tegas BPK.

Dan penanganan perkara nomor 51/Pdt.G/2020/PN-LBP, 51/Pdt.G/2020/PN-LBP jo 508/Pdt/2020/PT.Mdn, 122/Pdt.G/2020/PN-LBP, 230/Pdt.G/2020/PN-LBP dan 10/Pdt.G/2020/PN-Lbp jo. 46/PDT/2021/PT MDN jo. 2425 K/PDT/2022 dibayarkan sesuai dengan luasan yang diperkarakan,bukan total luasan. 

Untuk itu BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama PTPN I membentuk fungsi di Bagian Hukum pada regional 1 yang bertugas untuk mereviu semua draft kontrak pengadaan barang dan jasa.

Menagihkan kelebihan pembayaran success fee senilai Rp8.271.191.768,56 kepada Nusantara II LLC dan menyetorkan ke kas perusahaan. Mempertanggungjawabkan biaya penanganan perkara senilai Rp2.840.300.000,00 dan menyusun SOP perihal Pertanggungjawaban Penanganan Perkara.

Lalu, memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada SEVP BS periode 2021 sampai dengan 2023 karena lalai dalam menyetujui perhitungan dan pembayaran biaya lainnya konsultan hukum dan Kepala Bagian Sekretaris Perusahaan Tahun 2021 sesuai ketentuan yang berlaku karena lalai dalam menyusun kontrak dan addendum serta mempertanggungjawabkan pembayaran biaya lain-lain dan success fee.

Dan berkomunikasi dengan Direktur Utama PTPN III (Persero) untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada sdr. IP selaku Direktur PTPN II Periode 2021 sampai dengan 2023 karena lalai menyetujui pembayaran success fee melebihi jumlah yang seharusnya.

Hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, pihak PTPN belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com melalui email [email protected].

Topik:

BPK PTPN II