Kasus Korupsi Tol Trans Sumatera Rugikan Negara Rp 205 M, KPK Tahan Eks Dirut Hutama Karya

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 7 September 2025 12:07 WIB
Mantan Direktur Utama PT Hutama Karya, Bintang Perbowo [Foto: Ist]
Mantan Direktur Utama PT Hutama Karya, Bintang Perbowo [Foto: Ist]

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Direktur Utama PT Hutama Karya, Bintang Perbowo dan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi (Ketua Tim Pengadaan Lahan) M Rizal Sutjipto, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Tahun Anggaran 2018-2020. Kasus ini diduga merugikan negara hingga Rp 205,14 miliar.

"KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada kedua tersangka untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 6 sampai dengan 25 Agustus 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih," kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu di Jakarta, dikutip Minggu (7/9/2025).

Dalam perkara ini, KPK juga menetapkan dua tersangka lain atas nama Iskandar Zulkarnaen selaku Pemilik PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ) dan korporasi STJ.

Namun, karena Iskandar sudah meninggal dunia pada 8 Agustus 2024, maka penyidikannya dihentikan.

"Sehingga berdasarkan Laporan Penghitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP RI, kerugian negara yang timbul dari pengadaan lahan ini mencapai Rp205,14 miliar," ujar Asep.

Dalam kasusnya, Bintang Perbowo setelah lima hari diangkat menjadi Direktur Utama PT Hutama Karya pada April 2018, disebut langsung melakukan rapat direksi yang salah satunya, memutuskan siasat pembelian lahan-lahan di sekitar JTTS.

Bintang lalu memperkenalkan tersangka Iskandar, yang merupakan teman dekatnya kepada jajaran direksi PT Hutama Karya, untuk menyampaikan kepemilikan lahan di Bakauheni.

Bintang juga meminta Iskandar, untuk melakukan penawaran kepada Hutama Karya. Bintang juga meminta agar Iskandar memperluas lahan miliknya, dengan membeli lahan dari masyarakat sekitar l.

"Tersangka BP [Bintang Perbowo] meminta Tersangka RS [Rizal Sutjipto] sebagai Ketua Tim Pengadaan Lahan agar segera melakukan pembelian tanah kepada tersangka IZ [Iskandar Zulkarnaen] karena tanah tersebut mengandung batu andesit yang bisa dijual," tutur Asep.

Pada September 2018, Hutama Karya melakukan pembayaran tahap pertama atas lahan di Bakauheni sebesar Rp 24,6 miliar. Namun, dalam pengadaan lahan itu terjadi sejumlah kejanggalan.

Asep merincikan, pengadaan lahan itu tak direncanakan dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2018. Dokumen risalah rapat direksi, yang menjadi dasar rencana pengadaan itu juga dibuat backdate.

"Selain itu, kegiatan rapat yang dimaksud, sebenarnya tidak pernah terjadi," ungkap Asep.

Hutama Karya disebut tak memiliki SOP dalam pengadaan lahan. Perusahaan itu juga tak menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk melakukan valuasi lahan. 

Bahkan Hutama Karya juga tak memiliki rencana bisnis atas tanah tersebut.
Hingga 2020, Hutama Karya total telah melakukan pembayaran lahan di Bakaheuni dan Kalianda kepada PT STJ seharga Rp 205,14 yang terdiri dari 32 lahan SHGB atas nama PT STJ dan 88 lahan SHGB atas nama masyarakat di Kalianda.

"Namun demikian, PT. HK tidak menerima manfaat atas lahan-lahan tersebut karena kepemilikan atas lahan-lahan tersebut belum dialihkan kepada BUMN atau belum dapat dikuasai dan dimiliki BUMN," tandas Asep.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Topik:

Kasus Korupsi Tol Trans Sumatera KPK Eks Dirut Hutama Karya Bintang Perbowo