Kejagung Harus Kerja Keras Buktikan Kerugian Negara Korupsi Timah Rp300 Triliun

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 3 Januari 2025 18:54 WIB
Kejaksaan Agung (Foto: Dok MI/Aswan)
Kejaksaan Agung (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai perlu kerja keras dalam membuktikan kerugian negara Rp300 triliun di kasus dugaan korupsi izin usaha pertambangan (IUP) di PT Timah. Kerugian itu dinilai belum terbukti sepenuhnya.

"Jadi, mereka harus menunjukkan hasil, meski angka itu tampaknya sulit terbukti," ujar ahli hukum pidana, Prof. Romli Atmasasmita, Jumat (3/1/2024).

Selain dugaan korupsi, Kejagung turut menambahkan tuduhan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk mengejar aset-aset perusahaan yang terjerat dalam perkara ini. 

Baru-baru ini, Kejagung menetapkan lima korporasi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di PT Timah. Dia menegaskan Kejagung harus bisa membuktikan tuduhan itu.

"Aset halal atau tidak halal semuanya bisa disita. Tapi persoalannya adalah pembuktiannya," tegas Romli.  

Dia menilai langkah cermat Kejagung bisa mencegah potensi disparitas hukuman. "Jangan sampai ada yang (nanti) didenda triliunan, sementara yang lain hanya ratusan juta. Itu akan menimbulkan masalah keadilan," ujar dia.  

Hal senada disampaikan ahli manajemen hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Sudarsono Soedomo. Dia menilai perhitungan kerugian negara sebesar Rp300 triliun harus didasarkan pada data valid. 

"Angka Rp300 triliun itu lebih menyerupai potensi kerugian, bukan kerugian riil. Namun, persepsi yang muncul di masyarakat seolah-olah itu uang nyata," jelas Sudarsono.  

Dia menyarankan Kejagung mendengarkan pendapat dari banyak ahli terkait penghitungan kerugian negara. Sehingga, jaksa penuntut umum (JPU) bisa memberikan tuntutan yang proporsional kepada para terdakwa.

“Harusnya Kejagung mendengarkan ahli lain. Kalau orang itu bersalah hukumlah secara proporsional," ujar dia.

Sementara itu, Kejaksaan Agung menegaskan kerugian negara dalam rasuah IUP PT Timah mencapai Rp300 triliun.

Namun, angka tersebut tak sepenuhnya berasal dari hasil korupsi seperti suap ataupun kerugian lain yang berasal dari anggaran negara. Bahkan, kerugian terbesar bersumber dari kerusakan yang timbul akibat praktik rasuah.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengungkap, total kerugian kasus timah Rp300.003.263.938.131,14. Dari angka itu, Rp2,284 triliun merupakan kerugian keuangan negara atas aktivitas kerja sama penyewaan alat processing penglogaman timah yang tidak sesuai ketentuan.

"Kerugian keuangan negara atas pembayaran bijih timah dari tambang timah ilegal sebesar Rp26,648 triliun," sambung Harli dalam acara Capaian Kinerja Kejaksaan RI 2024 di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa, 31 Desember 2024.

Kerugian keuangan negara atas kerusakan lingkungan akibat tambang timah ilegal yang dihitung oleh ahli lingkungan hidup mencapai Rp271,069 triliun. Harli memerinci kerugian lingkungan itu bersumber dari kerugian ekologi yang jumlahnya Rp183,703 triliun.

Selain itu, kerugian negara akibat kerusakan lingkungan juga berasal dari kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp74,479 triliun serta pemulihan lingkugnan yang jumlahnya mencapai Rp11,887 triliun.

Topik:

Timah Kejagung