KPK Didesak Tahan Tersangka Korupsi Jual Beli Gas PGN, Danny Praditya dan Iswan Ibrahim

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 Januari 2025 10:54 WIB
Danny Praditya (kiri) dan Iswan Ibrahim (kanan) (Foto: Dok MI/Aswan)
Danny Praditya (kiri) dan Iswan Ibrahim (kanan) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Hingga saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menjebloskan tersangka dalam kasus dugaan korupsi jual beli gas di PT Perusahaan Gas Negara atau PT PGN periode 2017-2021 ke sel tahanan. 

Sudah ada dua tersangka yang ditetapkan lembaga anti rasuah itu. Yakni Direktur Komersial PT PGN periode 2016-2019, Danny Praditya, dan Komisaris PT Inti Alasindo Energi dan Direktur Utama PT Isar Gas, Iswan Ibrahim. 

Keduanya ditetapkan tersangka dengan dua sprindik berbeda. Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprindik 79/DIK.00/01/05/2024 tanggal 17 Mei 2024. Serta, Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprindik 80/DIK.00/01/05/2024 tanggal 17 Mei 2024.

Adapun keduanya diduga berkomplot merancang kontrak kerja sama pengadaan gas yang merugikan negara senilai US$ 14,19 juta atau sekitar Rp 212 miliar.

Terkait hal itu, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria mendesak agar KPK segera menahan dua tersangka itu. Dia khawatir tersangka menghilangkan jejak dugaan rasuahnya dan barang buktinya.

“Jika dua alat bukti cukup, ya sudah saatnya KPK menahan pihak yang telah melawan hukum terkait kasus yang merugikan keuangan negara itu," tegas Kurnia kepada Monitorindonesia.com, Minggu (5/1/2025).

Menurut Kurnia, seluruh syarat-syarat untuk dilakukan penahanan terhadap tersangka sudah terpenuhi. Baik itu syarat subjektif maupun objektif berdasarkan Pasal 21 KUHAP. “Jika sampai saat ini penyidik KPK belum juga melakukan penahanan, maka masyarakat akan bertanya-tanya. Apa pertimbangan KPK tidak atau belum melakukan penahanan kepada tersangka,” ujarnya.

KPK diketahui telah mencegah Danny dan Iswan ke luar negeri terkait kasus tersebut. Pencegahan ini tentu dilakukan atas sejumlah pertimbangan. Salah satunya adalah agar pihak yang akan diperiksa dapat selalu hadir memenuhi panggilan.

Pada Senin (30/9/2024) lalu, Danny sempat dipanggil KPK, namun tidak hadir dengan alasan sakit. "Tidak hadir. Yang bersangkutan minta reschedule tanggal14 Oktober karena sedang sakit," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada Monitorindonesia.com.

Danny pun meminta diperiksa penyidik pada tanggal 14 Oktober 2024. Tidak diketahui apakah dia benar-benar memenuhi pemeriksaan tersebut.

KPK sejauh ini telah menemukan sejumlah bukti terkait berupa dokumen. Sampai saat ini, pengumpulan bukti dan keterangan masih dilakukan KPK.

Berdasarkan sumber Monitorindonesia.com yang mengetahui penanganan kasus ini, sejumlah lokasi yang digeledah yaitu Kantor Pusat PT IAE di Jakarta; Kantor Pusat PT Isargas di Jakarta; Kantor Pusat PT PGN di Jakarta; Rumah pribadi tersangka DP di Tangerang Selatan dan Pasar Minggu, Jakarta Selatan; Rumah pribadi tersangka II di Kota Bekasi; dan Kantor Cabang PT IAE di Gresik, Jawa Timur.

Adapun perkara bermula ketika PT PGN berencana memperbesar slot kuota gas dari lapangan Madura Strait yang dikelola Husky CNOOC Madura Ltd (HCML) sekitar tahun 2017. 

Jajaran direksi ketika itu menyepakati pembelian gas dari perusahaan terafiliasi PT Isar Gas selaku salah satu pemegang kuota. PT Isar Gas setuju tapi dengan sejumlah syarat. 

Di antaranya, PT PGN membayar utang usaha PT Isar Gas dan perusahaan terafiliasi ke beberapa pihak sebagai uang panjar. Nilainya sebesar US$ 15 juta atau Rp 225 miliar.

Rencana tersebut tertuang dalam risalah rapat direksi nomor 680/R-BOD/2017 tanggal 24 Oktober 2017. Direktur Utama PGN kala itu, Jobi Triananda Hasjim; Direktur Keuangan Nusantara Suyono, dan Direktur Infrastuktur dan teknologi Dilo Seno Widagdo adalah orang yang menandatangani dokumen tersebut. 

Rapat yang berlangsung selama lima jam tersebut digelar dari ketinggian lantai 30 gedung The Manhattan Square, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.

Jobi yang kini menjabat Direktur Utama PT Sucofindo, tak menjelaskan duduk perkara perjanjian itu ketika dimintai konfirmasi perihal pertemuan tersebut. 

Lewat pesan WhatsApp, dia meminta agar kerja sama yang dikenal dengan nama Proyek Libra itu disampaikan oleh PT PGN. “Biar satu pintu, lewat PGN saja ya,” jelasnya.

PT Perusahaan Gas Negara bergabung dan menjadi anak usaha PT Pertamina sejak 2018. Lewat jawaban secara tertulis, Penjabat Corporate Secretary PT Pertamina Gas Negara, Susiyani Nurwulandari, juga tak menjelaskan secara detail bentuk kerja sama tersebut. 

Dia mengatakan manajemen PGN akan mendukung KPK dan bersikap kooperatif untuk menuntaskan kasus ini. “Kami menghormati dan terus memantau proses hukum di KPK,” jelasnya.

Seseorang yang mengetahui perkara ini mengatakan duit untuk PT Isar Gas mengalir pada 17 November 2017. Sebanyak US$ 8 juta di antaranya dipakai Isar Gas membayar utang mereka kepada Pertagas Niaga dan US$ 2 juta kepada salah satu bank pelat merah. Sisanya, US$ 5 juta, digunakan untuk menyelesaikan utang PT Isar Aryaguna, induk usaha Isar Gas.

Saat itu, PT PGN tak keberatan. Namun mereka mengajukan sejumlah klausul tambahan dan meminta jaminan fidusia. Klausul tambahan di antaranya opsi memperhitungkan uang muka sebagai nilai pengurang jika kelak PT PGN berencana mengakuisisi saham PT Isar Gas.

PGN juga meminta jaminan berupa penguasaan jaringan pipa PT Banten Inti Gasindo, perusahaan yang terafiliasi dengan Isar Gas. Uang panjar itu menjadi masalah karena, hingga kontrak berakhir, PGN baru menerima pengiriman gas senilai US$ 805 ribu dari perusahaan terafiliasi Isar Gas.

Kepala Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan kerugian negara muncul lantaran PT PGN tak memiliki kajian dan mitigasi risiko bisnis yang memadai. Begitupun dengan skema uang panjar senilai US$ 15 juta yang melatari syarat kerja sama. 

Kerja sama tersebut juga diduga tak sesuai dengan sejumlah aturan dan rekomendasi Dewan Komisaris untuk menghentikan kerja sama. “Ada larangan kontrak penjualan bertingkat, tapi aturan itu mereka abaikan,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri saat itu.

Topik:

KPK PGN Danny Praditya Iswan Ibrahim