Dear Jaksa Agung, Apa Kabar Korupsi BTS Kominfo Rp 8 Triliun?
Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menjadi salah satu kasus besar yang pernah terungkap pada tahun 2023.
Tak tanggung-tanggung, kerugian keuangan negara dalam perkara ini sebesar Rp 8,03 triliun.
Kerugian negara ini terjadi karena ada persoalan pada kajian, markup barang, hingga pembayaran terhadap menara BTS padahal secara fisik tidak ada.
Hingga saat ini, hanya 16 tersangka dalam kasus ini. Mulai dari mantan Menkominfo Johnny G Plate hingga anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi.
Usai menetapkan Achsanul sebagai tersangka pada 3 November 2023 lalu, Kejaksaan Agung (Kejagung) berlanjut pada 2024 sudah tidak memeriksa para saksi lagi.
Padahal, fakta-fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus) menyeruak. Nama Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo hingga Nistra Yohan, Staf Anggota Komisi I DPR RI Sugiono saat itu disebut-sebut dalam persidangan.
Belum ada kejelasan dari Kejaksaan Agung, apakah kasus ini sudah disetop atau masih berjalan. Yang jelasnya, beberap pihak sudah menggugat Korps Adhyaksa itu.
Bahwa Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) melayangkan gugatan praperadilan melawan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (26/2/2024).
Gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 31/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL ini dilayangkan lantaran Kejagung dinilai telah menghentikan penyidikan terhadap Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo. Dito Ariotedjo disebut telah menerima aliran dana senilai Rp 27 miliar dalam kasus korupsi itu. Namun demikian, gugatan itu ditolak.
Usai gugatannya ditolak, Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho berencana aku melayangkan gugatan lagi. "Kejagung akan digugat lagi dengan menarik presiden sebagai termohon II," katanya kepada Monitorindonesia.com pada beberapa bulan yang lalu dikutip pada Senin (6/1/2025).
Menurut Kurniawan, langkah itu juga sekaligus menguji komitmen Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka usai dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. "Ini kami akan lakukan sekaligus untuk menguji komitmennya dalam pemberantasan korupsi," tegasnya.
Soal fakta persidangan dalam kasus ini, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Febrie Ardiansyah sempat mengatakan semua itu akan diusut namun tergantung dari pada alat bukti yang ditemukan pihaknya. "Tergantung alat bukti. Selama alat bukti tidak ada, kami tidak bisa menetapkan (kepastian hukum)," kata dia kepada wartawan di Gedung Bundar Kejagung, Rabu (10/1/2024).
16 tersangka
Penetapan tersangka dalama kasus ini dilakukan Kejagung pertama kalinya pada awal Januari 2023. Bhawa saat itu, tiga tersangka yang ditetapkan yakni eks Direktur Utama Bakti Kemkominfo Anang Achmad Latif (AAL); Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak (GMS); dan Yohan Suryanto selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020.
Pada akhir Januari 2023, Kejagung menetapkan Mukti Ali (MA) yang menjabat Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment sebagai tersangka.
Setelahnya, Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy sebagai tersangka pada awal Februari 2023.
Setelah dikembangkan, Kejagung pun menetapkan Johnny Plate yang kala itu menjabat Menkominfo sebagai tersangka pada pertengahan Mei 2023.
Johnny menjadi tersangka karena menjadi pemegang jabatan menteri dan pengguna anggaran.
Dia juga diduga memperkaya diri sendiri dengan menerima aliran dana dari proyek pembangunan BTS 4G.
Di bulan yang sama, Direktur Utama PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Mei 2023.
Bulan Juni 2023, Kejagung menetapkan Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus Direktur Utama PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki diumumkan sebagai tersangka.
Tiga bulan setelahnya, di September 2023, sebanyak empat tersangka baru ditetapkan.
Mereka adalah Direktur Utama PT Sansaine Exindo, Jemmy Sutjiawan (JS); Elvano Hatorangan (EH) selaku pejabat pembuat komitmen proyek BTS 4G di Kominfo.
Kemudian, Muhammad Feriandi Mirza (MFM) selaku Kepala Divisi Lastmile atau Backhaul Bakti Kominfo; dan Walbertus Natalius Wisang (WNW), tenaga ahli Kominfo.
Pada Oktober 2023, Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital Naek Parulian Washington Hutahaean (NPWH) alias Edward Hutahaean (EH) dan Sadikin Rusli selaku pihak swasta ditangkap sebagai tersangka.
Pada bulan yang sama, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) menetapkan Muhammad Amar Khoerul (MAK) selaku Kepala Human Development Universitas Indonesia sebagai tersangka.
Terakhir, Kejagung juga menetapkan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi sebagai tersangka pada 3 November 2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana pada 16 Oktober 2023 mengatakan bahwa dari total tersangka yang ditetapkan pihaknya dibagi ke dalam tiga klaster.
Pertama, soal pokok atau perkara korupsi.
Kedua, terkait dugaan aliran dana dan tindak pidana pencucian uang.
Ketiga, upaya menghalang-halangi proses penyidikan dan persidangan.
"(Perkara) Pokoknya adalah Pasal 2, Pasal 3. Kualifikasi perkara aliran dana itu terkait Pasal 5, Pasal 11, Pasal 12 yang tadi ya. Dan kualifikasi Pasal 21 itu adalah pasal yang menghalang-halangi penyidikan dan proses persidangan," kata Ketut.
Vonis
Kasus ini sudah bergulir di meja hijau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Johnny G Plate divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Anang Latif divonis 18 tahun penjara, namun Mahkamah Agung (MA) menyunatnya menjadi 10 tahun penjara. Anang tetap dihukum membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 5 miliar.
Yohan Suryanto divonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Irwan Hermawan divonis hukuman 12 tahun penjara dan pidana denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Galumbang Menak dan Mukti Ali divonis enam tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan.
Windi Purnama divonis pidana 3 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Muhammad Yusrizki divonis 2 tahun penjara dan pidana denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurangan.
Jemmy Sutjiawan divonis 3 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Elvano Hatorangan divonis 6 tahun penjara dan pidana denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
Muhammad Feriandi Mirza divonis 5 tahun penjara dan pidana denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
Walbertus Natalius Wisang divonis 3 tahun penjara dan pidana denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Edward Hutahaean divonis 5 tahun penjara dan pidana denda Rp125 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada sejumlah 1 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp15 miliar dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sadikin Rusli divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan.
Achsanul Qosasi divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan.
Sementara Muhammad Amar Khoerul belum pada tahap sidang pembacaan vonis terhadapnya.
Amar sebagai Kepala Hudev UI disebut berperan memalsukan kwitansi pembayaran terkait kajian teknis proyek tower BTS 4G BAKTI Kominfo. Dari pemalsuan itu, Hudev UI disebut menerima uang Rp 1,9 miliar.
Amar dijerat Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kronologi kasus
Dalam persidangan terungkap bahwa Anang bersama 3 pihak swasta disebut sengaja "mengunci" persyaratan lelang proyek menara BTS 4G yang dibuat tanpa kajian memadai supaya hanya bisa dimenangkan perusahaan atau konsorsium tertentu.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Irwan Hermawan dan Galumbang Menak. Surat dakwaan keduanya dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (4/7/2023) lalu.
Dalam dakwaan itu disebutkan, Anang beserta Irwan, Galumbang, serta Account Director PT Huawei Tech Investment Mukti Ali bertemu buat mengatur persyaratan pemilihan penyedia antara lain persyaratan pemilik teknologi, lisensi jaringan tertutup, dan kemitraan.
"Dengan tujuan untuk membatasi peserta lelang dan memenangkan calon penyedia yang telah disiapkan," kata jaksa penuntut umum saat membacakan surat dakwaan.
Keempat orang itu kemudian sepakat buat memenangkan sejumlah perusahaan dalam proses lelang proyek itu. Para perusahaan yang sudah diatur buat memenangkan lelang adalah PT. Telkominfra, PT. Multi Trans Data (MTD) dan Fiberhome, PT. Lintas Arta, PT. Huawei dan PT. Surya Energy Indotama (PT.SEI) dan PT. Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT. ZTE Indonesia.
"Padahal persyaratan tersebut tidak ada kajian teknisnya," kata jaksa.
Dalam dakwaan juga disebutkan, Irwan beserta Anang dan Galumbang juga menentukan kriteria pemilihan penyedia yang mengarah pada penyedia tertentu yang kemudian menjadi pemenang.
Pengerjaan proyek itu dibagi ke dalam 5 paket yang sudah ditentukan pemenangnya.
Pertama adalah konsorsium Fiber Home PT Telkominfra dan PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk pengerjaan paket 1 dan 2.
Kemudian, konsorsium PT Lintas Arta, PT Huawei dan PT Surya Energy Indotama (SEI) mengerjakan paket 3.
Lalu konsorsium PT Infra Struktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia mendapatkan paket 4 dan 5. (wan)
Topik:
Kejagung Jaksa Agung Korupsi BTS Kominfo