Peternak Aceh Gugat PLN usai 18 Ribu Ayam Mati akibat Listrik Padam

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 19 November 2025 17:58 WIB
Peternak Ayam Muhammad Hatta, menggugat PT PLN (Persero) (Foto: Repro)
Peternak Ayam Muhammad Hatta, menggugat PT PLN (Persero) (Foto: Repro)

Jakarta, MI - Seorang peternak ayam broiler di Kabupaten Aceh Barat Daya, Muhammad Hatta, menggugat PT PLN (Persero) ke Pengadilan Negeri Blangpidie. Gugatan itu muncul setelah pemadaman listrik pada akhir September 2025 membuat 18 ribu ekor ayamnya mati massal.

Kuasa hukum Hatta, Miswar, mengungkapkan kliennya telah melayangkan somasi terhadap PT PLN di Jakarta untuk menuntut kompensasi. Upaya somasi itu telah dilakukan sebanyak tiga kali.

PLN Unit Induk Distribusi Aceh baru memberikan respons setelah somasi ketiga yang dikirim pada 20 Oktober 2025. Namun balasan tersebut hanya berupa permintaan maaf atas pemadaman listrik. 

"Akhirnya kemarin kami gugat ke Pengadilan Negeri Blangpidie,” ujar Miswar di Aceh Barat Daya, Kamis (13/9/2025).

Ia menjelaskan bahwa pada 29 September 2025 terjadi pemadaman listrik selama lebih dari 12 jam. Pemadaman itu terjadi selama tiga hari berturut-turut, tanpa pemberitahuan resmi dari PLN.

Menurut Miswar, pemadaman berulang tersebut berdampak langsung pada usaha kliennya yang sangat bergantung pada pasokan listrik, terutama untuk menjalankan sistem ventilasi dan penerangan kandang ayam.

Akibatnya, peternak asal Gampong Blang Blang Raja itu mengalami kerugian besar setelah 18 ribu ayam broiler mati selama periode pemadaman. Nilai kerugian diperkirakan mencapai Rp800 juta.

Padahal, kliennya sudah menyiapkan genset. Namun karena tidak ada kepastian kapan listrik menyala, genset tersebut pun meledak. Miswar menambahkan, membeli genset baru pun tidak memungkinkan karena suplai bahan bakar ikut terganggu akibat pom bensin yang terdampak pemadaman.

Ia menilai tindakan PLN yang memadamkan listrik tanpa pemberitahuan serta tidak memberikan kompensasi sebagai bentuk kelalaian (negligence). Menurutnya, hal itu telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana disyaratkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1229 K/Pdt/2006 serta Putusan MA Nomor 2314 K/Pdt/2013. 

Miswar menuturkan, sebagai pelaku usaha atau pemegang izin usaha di bidang ketenagalistrikan, semestinya PLN tunduk dan patuh terhadap Pasal  29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan untuk memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan. 

"Serta, memberikan kompensasi berupa ganti kerugian kepada pelanggan akibat kesalahan atau kelalaian dalam mengoperasikan ketenagalistrikan di Aceh,” ujarnya.

Lebih lanjut, Miswar menegaskan bahwa PLN telah melanggar Pasal 19 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Beleid itu mewajibkan pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian konsumen akibat jasa yang tidak sesuai standar mutu sebagaimana mestinya.

Menurutnya, akibat kelalaian PLN yang tidak memberikan pemberitahuan resmi mengenai pemadaman serta buruknya kualitas layanan listrik di Aceh, kliennya menanggung kerugian materiil yang ditaksir mencapai Rp784 juta.

Selain itu, kliennya turut mengalami kerugian immateriil, mulai dari terganggunya reputasi usaha, kehilangan kepercayaan mitra, serta penderitaan moril atas kelalaian PLN dalam memberikan pelayanan publik yang seharusnya berkualitas. kerugian immateriil tersebut diperkirakan mencapai Rp1 miliar.

“Atas dasar itu, kami menggugat PT PLN untuk membayar kerugian materil kepada klien saya secara tunai sebesar Rp 784 juta. Kemudian PLN juga harus membayar kerugian immateriil kepada klien saya secara tunai dan sekaligus sebesar Rp 1 miliar," kata Miswar.

Berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Blangpidie, gugatan tersebut telah terdaftar dengan nomor perkara 11/Pdt.G/2025/PN Bpd. Pihak penggugat adalah PT Meuligo Raya, sementara pihak tergugat yaitu PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dalam hal ini PT PLN Unit Induk Wilayah Aceh.

Detail petitum gugatan belum dapat diakses di laman tersebut. Namun, tercantum nilai sengketa sebesar Rp1.784.200.000 atau sekitar Rp1,78 miliar. Sidang perdana dijadwalkan berlangsung pada Rabu (26/11/2025).

Topik:

peternak-ayam aceh pln