Pengamat: Anies Gagal Bahagiakan Warga Jakarta Tapi Acap Kali Pamer Rekam Jejak, Retorika Kosong!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 Desember 2023 19:22 WIB
Anies Baswedan saat menjabat Gubernur DKI Jakarta (Foto: Ist/Net)
Anies Baswedan saat menjabat Gubernur DKI Jakarta (Foto: Ist/Net)

Jakarta, MI - Pengamat kebijakan publik, Sugiyanto Emik menyoroti calon presiden (capres) nomor urut 1 sekaligus mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang acap kali pamer atau menonjolkan rekam jejaknya baik dalam berbagai kesempatan, kampanye maupun dalam debat pilpres baru-baru ini. 

SGY sapaanya berpandangan bahwa strategi ini menjadi senjata ampuh untuk meyakinkan masyarakat atas prestasinya saat menjabat dan menangkis serangan dari lawan politiknya jelang pemilihan umum (pemilu) 2024.

Padahal, SGY nilai, Anies telah gagal mewujudkan "bahagia warganya". Hal ini mengingat jargon Anies adalah "Maju Kotanya Bahagia Warganya.” Dalam konteks ini, tegas SGY, capaian kinerja Anies seharusnya mencerminkan kebahagiaan warga Jakarta selama masa kepemimpinannya.

"Namun yang terjadi, saat memimpin Jakarta, Anies Baswedan gagal mewujudkan bahagia warganya. Dengan demikian, jargon ini dapat dianggap sekadar retorika kosong tanpa dampak nyata pada kebahagiaan warga Jakarta," ujar SGY, Rabu (27/12).

Bukan tanpa alasan SBY menilai demikian, sebab dalam evaluasi kegagalan kinerja Anies merujuk pada survei terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta. 

Bahwa, pada tahun 2021, BPS mencatat penurunan indeks kebahagiaan DKI Jakarta menjadi 70,68 poin dari skala 0-100. Angka ini menurun dari 71,33 poin pada tahun 2017. Sedangkan pada tahun 2014, BPS merilis indeks kebahagiaan DKI Jakarta hanya 69,21 poin.

Dengan demikian, lanjut SGY, capaian kinerja gubernur dapat dinilai melalui perbandingan indeks kebahagiaan DKI Jakarta pada tahun 2014, 2017, dan 2021. 

"Kesimpulannya, masa pemerintahan gubernur sebelum Anies menunjukkan peningkatan, menandakan bahwa masyarakat Jakarta menjadi lebih bahagia dibandingkan pada masa pemerintahan Anies," beber SGY.

Dalam hal ini, ungkap SGY, BPS DKI Jakarta mengukur indeks kebahagiaan daerah (Provinsi) menggunakan tiga dimensi. Yakni diukur berdasarkan kepuasan hidup warga (life satisfaction), perasaan (affect), dan makna hidup (eudaimonia). 

Sementara itu, selama memimpin Jakarta, Anies diperkirakan telah mengalokasikan total dana sebesar Rp 395,74 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. Namum indeks kebahagiaan Jakarta pada tahun 2021 tetap berada pada peringkat kedelapan terendah dengan skor hanya 70,68.

Ironisnya, Provinsi DKI Jakarta dengan total APBD sebesar Rp 395,74 triliun tidak mampu masuk dalam 10 besar provinsi paling bahagia, tidak dapat mewakili Pulau Jawa. Berdasarkan survei BPS DKI Jakarta, indeks kebahagiaan hanya mencapai 70,68 poin, menunjukkan kegagalan Gubernur Anies dalam memenuhi janjinya membahagiakan warganya.

"Meskipun jargon "Anies “Bahagia Warganya’" terdengar ambisius, kenyataannya sia-sia dan gagal total. Pertanyaan tentang kemampuan APBD sebesar Rp 395,74 triliun untuk menyelesaikan persoalan klasik Jakarta dan lainnya tetap menggantung," lanjut SGY.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut, menurut SGY, mungkin tak perlu dijawab, karena indeks Kebahagiaan DKI Jakarta saja gagal meningkat. Artinya, ujar SGY, dapat dianggap rekam jejak kepemimpinan mantan Gubernur Anies Baswedan dinilai buruk karena tidak berhasil mewujudkan jargon bahagia warganya. 

"Dengan kata lain, selama memimpin Jakarta, Anies dianggap gagal meningkatkan kebahagiaan warga," tegas SGY yang juga Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrata).

Kendati demikian, untuk menjaga transparansi, tambah SGY, perlu diungkapkan bahwa Anies mengalami kegagalan dalam menangani isu klasik Jakarta, seperti banjir dan kemacetan. "Implementasi elektronik road pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar tidak berhasil," menurut SGY.

Selain itu, menurut SGY, Anies juga gagal dalam penanganan masalah sampah, khususnya pembangunan tempat pengelolaan sampah modern (Intermediate Treatment Facility/ITF). 

"Meskipun program ITF sudah dirancang pada masa gubernur Fauzi Bowo, groundbreaking ITF Sunter oleh gubernur Anies pada 20 Desember 2018 belum menghasilkan realisasi hingga akhir masa jabatannya," cetus SGY.

Sementara kegagalan lainnya dapat diidentifikasi dalam Perda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022 yang tidak berhasil direvisi selama masa jabatan Anies. "Termasuk ketidakmampuan mencapai target pembangunan rumah DP Rp0," demikian Sugiyanto Emik. (An)