Mengapa Menteri KP Sakti Wahyu Persoalkan Pembongkaran Pagar Laut 30,16 Km di Tangerang?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Januari 2025 14:35 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono dan Pagar Laut sebelum dibongkar (Foto: Dok MI/Aswan)
Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono dan Pagar Laut sebelum dibongkar (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Sebanyak 600 personel TNI AL beserta nelayan membongkar pagar laut dari garis Pantai Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga hingga pesisir Pantai Kronjo, Kecamatan Kronjo pada Sabtu (18/1/2025).

Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Danlantamal) III Jakarta Brigjen TNI (Mar) Harry Indarto di Tangerang, mengatakan, proses pembongkaran pagar laut dari bambu itu dilakukan secara bertahap sepanjang dua kilometer yang melibatkan sejumlah unsur TNI AL dan nelayan.

Menurutnya, tahapan pembongkaran pertama itu sedikitnya melibatkan 30 kapal nelayan sebagai pengangkut objek pagar bambu tersebut.

Namun demikian, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempersoalkannya. Mengapa?

Kementerian yang dipimpin Sakti Wahyu Trenggono itu memberi sinyal untuk menunda pencabutan pagar laut sepanjang 30 kilometer di Pantai Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang karena masih proses penyidikan.

“Pencabutan kan tunggu dulu dong, kalau sudah tahu siapa yang menanam kan lebih mudah (penyidikan),” kata Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono di Pantai Kedonganan, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (19/1/2025).

Dia menegaskan, bahwa seharusnya pagar laut dari bambu itu menjadi barang bukti dari kegiatan yang ia nilai ilegal tersebut. “Saya dengar berita ada pembongkaran oleh institusi Angkatan Laut, saya tidak tahu, harusnya itu barang bukti setelah dari hukum sudah terdeteksi, terbukti, sudah diproses hukum, baru bisa (dicabut),” beber Sakti.

Meski beberapa bagian pagar itu sudah dicabut, namun ia memastikan proses penyidikan yang dilakukan saat ini tetap berlanjut. KKP, lanjut dia, juga sudah menyegel pagar laut misterius tersebut untuk memudahkan proses penyidikan.

Ia menjelaskan, tidak ada satu pun pengajuan izin dari pihak tertentu yang memasang pagar laut tersebut kepada KKP. Kalau pun ada pengajuan, menurut dia, pihaknya harus memeriksa detail perairan itu untuk memastikan tidak masuk kawasan konservasi. “Jadi kalau ada seperti itu jelas pasti kami larang kegiatan seperti itu. Tapi itu tidak ada pengajuan, sehingga kami lakukan penyegelan,” tutur Sakti.

KKP, tambah Sakti, hanya menjatuhkan sanksi administratif sesuai dengan kewenangan dari instansi KKP. Sedangkan sanksi hukum hingga potensi adanya kerugian negara, sambung dia, merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup.

“Dari sisi lingkungan, saya kira Menteri Lingkungan Hidup yang bisa menghitung (kerugian). Kalau dari kami kegiatan (ilegal) di laut itu dari sisi administratif,” pungkasnya.

Polemik pagar laut ini berawal dari laporan dari masyarakat terkait pembangunan pagar di pesisir Tangerang pada 14 Agustus 2024. Lima hari kemudian, tim Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten langsung meninjau ke lokasi.

Kemudian, pada 4-5 September 2024, tim gabungan DKP bersama dengan Polisi Khusus Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) kembali mendatangi lokasi. Tim gabungan terpecah menjadi dua, yaitu tim pertama untuk menilik pemagaran di pesisir laut dan tim kedua berdiskusi dengan pemerintah setempat.

Topik:

KKP Pagar Laut Sakti Wahyu Trenggono