Pertarungan Sengit Korupsi: Politik Bencana dan Bencana Politik

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Januari 2025 21:15 WIB
Azmi Syahputra, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) (Foto: Dok MI)
Azmi Syahputra, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Petarungan sengit semakin terlihat di ruang publik melalui penetapan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto jadi tersangka, menyiratkan ada kubu pertikaian antara Presiden Megawati dan Presiden Jokowi sekaligus menunjukkan "pecahnya gong  kekuasaan", menurut Azmi Syahputra, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki)

"Karenanya ada benarnya kiasan yang lazim didengarkan dalam politik bahwa" tidak ada kawan atau lawan abadi dalam politik' sebab kini kesatuan kekuatan tersebut semakin tampak urai "pecah kongsinya" tidak bisa ditutupi lagi walaupun beberapa saat lalu sebelum bulan masa tahap pencapresan hal ini dibantah," kata Azmi kepada Monitorindonesia.com, Rabu (8/1/2025) malam.

Pecah kongsi, lanjut Azmi, kini semakin menguat tekanannya ditandai  beberapa peristiwa maupun narasi-narasi kontradiktif maupun saling kritik, dimulai soal pengkhianatan yang dengan cepat bertebaran di berbagai platform media massa termasuk menguarai kembali dokumen suap politik , politik berbau korup, perdagangan pengaruh dan hasil kejahatan yang mengalir di petinggi para politisi.

"Lingkaran kolega yang sempat seiring sejalan kini justru menjadi sebab andil pertarungan kekuasaan sehingga muncullah peristiwa politisi kriminalisasi hukum,  cari celah korupsi politik berupa bentuk kejahatan salah satunya melalui tindak pidana korupsi," beber Azmi.

Keadaan pertarungan sengit ini, ungkap Azmi, adalah hal sebab ambiugitas perilaku pejabat di wadah partai politik tersebut yang sudah tidak lagi sama kepentingan nya, saling membuka catatan perbuatan  yang selama ini menyimpang dari hukum, kewajibannya, sumpah jabatannya dan aspirasi masyarakat, saling sandera, jegal dan saling ancam.

"Masing-masing pihak pegang kartu truf " bagai catatan kesalahan atau penyimpangan, tentu keadaan ini akan membuat serba sulit bagi aparat penegak hukum," jelas dosen hukum pidana dari Univesitas Trisakti (Usakti) itu.

Para politisi ternama ini, menurut Azmi, bukan lagi memikirkan kepentingan nasional, kini berhadap-hadapan bukan dengan dalil hukum yang argumentatif, demi keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Kini saling memicu kegaduhan,intimidasi, saling gertak bahkan saling sandera jadilah politik bencana dan bencana politik dan mengarah pada perbuatan pidana.

Pecah kongsinya antara Presiden Megawati dan Presiden Jokowi  merupakan pilihan yang adil bagi keduanya untuk membuktikan pada masyarakat  sikap dan jalan siapakah  yang benar dan yang salah dalam mendarmabaktikan dirinya untuk bangsa dan  komitmen sejarah masa depan Indonesia 

"Karenanya harapan baru ada di tangan Presiden Prabowo sebagai role model untuk melihat situasi, ambil peran dan posisi  dalam pola "penyeimbang" serta jadi  kualitas uji bagi seorang pemimpin sekaligus bertanggungjawab sebagai pemimpin tertinggi bangsa guna terwujudnya kepentingan rakyat dan tujuan nasional," demikian Azmi Syahputra. (an)

 

Topik:

Azmi Politik Korupsi