Audit BPKN: BPOM Tak Awasi Obat Sirup 3 Tahun Terakhir

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 November 2022 11:16 WIB
Jakarta, MI - Tim Pencari Fakta (TPF) kasus gagal ginjal Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyebutkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bisa dikatakan telah lalai mengawasi obat sirup yang beredar di masyarakat. Pasalnya, kasus gagal ginjal akut yang menewaskan 195 anak-anak, diduga karena mengonsumsi obat sirup mengandung zat kimia berbahaya etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Ketua Tim Pencari Fakta BPKN, Mufti Mubarok mengklaim, pihaknya menemukan BPOM tidak melakukan pengawasan terkait izin edar perusahaan farmasi dan sebaran distribusi bahan baku obat sirup yang digunakan oleh perusahaan farmasi "nakal" selama 3 tahun terakhir. "Audit kita 3 tahun terakhir enggak ada pengawasan sama sekali dalam konteks obat sirup ini," kata Mufti dikutip pada Kamis (17/11). "Dengan anggaran yang besar itu, enggak ada audit mereka terhadap sebaran distribusi, bahan baku, izin mereka. Artinya kan, kelalaian. Kalau begitu, berarti sistemik," sambung Mufti. Mufti menyampaikan, pengawasan BPOM tidak bisa hanya berhenti pada pemberian izin edar dan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) perusahaan farmasi. Mufti  menuturkan, perlu ada inisiatif BPOM untuk menginisiasi sampling terhadap produk jadi, dengan cara meminta perusahaan farmasi mengirim contoh produk kepada BPOM untuk diperiksa. Sayangnya, hal ini luput dari kerja-kerja BPOM. Oleh karena itu, dia meminta lembaga pengawas obat dan makanan itu meminta maaf kepada masyarakat, terutama mereka yang menjadi korban gagal ginjal akut. "Harus (minta maaf), karena ini kelalaian. Kalau satu orang meninggal mungkin enggak lalai, tapi kan ini sudah 200 lebih (kasusnya). Artinya terstruktur dan 28 provinsi penyebarannya di mana-mana," tegas Mufti. Untuk itu, Mufti meminta BPOM bertanggung jawab tanpa tuding-menuding dengan pihak lain. Pasalnya, sejauh ini, memang terjadi tuding-menuding antara BPOM dengan perusahaan farmasi yang masuk dalam lingkaran kasus gagal ginjal akut, seperti PT Yarindo Farmatama yang mengaku ditipu oleh distributor propilen glikol, dan CV Budiarta yang menduga bahwa BPOM memiliki skenario jahat. BPOM juga sempat menyeret nama Kementerian Perdagangan (Kemendag) perihal impor senyawa kimia propilen glikol dan polietilen glikol. Keduanya merupakan barang impor yang tidak diatur regulasi impornya alias bebas (non larangan dan pembatasan/lartas). Namun tudingan itu dibalas Kemendag dengan menyatakan bahwa pemeriksaan pada bahan baku pharmaceutical grade yang masuk dalam kategori larangan dan pembatasan (lartas) adalah wewenang BPOM. "Kemudian menyalahkan, kan enggak bisa. Apalagi Kemendag enggak ada hubungan dengan ini. Kemendag (hanya untuk impor) yang umum-umum, tapi izin khusus (bahan baku obat) ada di BPOM," pungkasnya.