Delima Silalahi, Aktivis Lingkungan Asal Sumut Raih Goldman Environmental Prize 2023

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 27 April 2023 08:37 WIB
Jakarta, MI - Aktivis lingkungan dari Sumatera Utara (Sumut), Delima Silalahi (46) meraih penghargaan Goldman Environmental Prize 2023. Delima yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang mendapat penghargaan dari Goldman Environmental Foundation sekaligus mewakili kategori Pulau dan Negara Kepulauan. Delima diganjar penghargaan internasional berkat gerakannya bersama masyarakat adat di Tano Batak, yang berhasil merebut kembali hak kelola atas hutan adat di Sumatera Utara. Pada Februari tahun lalu, pemerintah akhirnya memberikan hak pengelolaan sah atas 7.213 hektare hutan adat kepada enam kelompok masyarakat Tano Batak. Tanah itu berhasil direbut kembali dari perusahaan pulp dan kertas yang telah mengubah sebagian lahan tersebut menjadi hutan tanaman industri eukaliptus, yang bukan merupakan tanaman asli dan dikembangkan secara monokultur. Secara perlahan keenam kelompok masyarakat adat melakukan restorasi hutan sehingga menciptakan serapan karbon berharga di hutan tropis Indonesia. Upaya itu juga berhasil meningkatkan keanekaragaman hayati. Keenam kelompok masyarakat adat itu, yakni Pandumaan Sipituhuta, Nagasaribu Onan Harbangan, Bius Huta Ginjang, Janji Maria, Simenak-menak, dan Tornauli Aek Godang Adiankoting. Mereka berkomitmen untuk melestarikan hutan adat mereka dan menyatakan siap merealisasikan program pemulihan kawasan hutan adat mereka dengan mulai menanam kembali spesies hutan asli, termasuk pohon kemenyan. Delima dan KSPPM mendukung masyarakat untuk menanam kembali dan merestorasi ekosistem, sekaligus meningkatkan tutupan pohon hutan dan ketahanan iklim alami. Meski sempat dihadapkan dengan industri paling berkuasa di Sumatera Utara, Delima dan komunitas masyarakat adat berhasil mendapatkan kembali hak pengelolaan sah atas hutan adat masyarakat. Mereka menganggap capaian ini sebagai kemenangan bagi ketahanan iklim, keanekaragaman hayati, dan hak masyarakat adat. “Saya sangat gembira walaupun saya sadar bahwa ini bukanlah perjuangan saya sendiri. Ini adalah kemenangan buat gerakan Masyarakat Adat di Indonesia. Perjuangan hak atas tanah, hak atas identitas kita itu tidak turun dari langit. Itu diperjuangkan," kata Delima dalam keterangan tertulis pada Selasa (25/4). "Kita tidak sedang melanggar hukum. Ada konstitusi yang menjamin perjuangan kita. Negara tidak akan memberikannya begitu saja kepada kita,” sambungnya. Goldman Environmental Foundation pada Senin (24/4) waktu San Francisco mengumumkan enam penerima Anugerah Lingkungan Goldman 2023. Keenam aktivis lingkungan yang menerima penghargaan pada tahun ini berasal dari Zambia, Indonesia, Turkiye, Finlandia, Brasil, dan Amerika Serikat (AS). Anugerah Lingkungan Goldman adalah penghargaan pertama di dunia bagi aktivis lingkungan di tingkat akar rumput. Selain Delima, beberapa tokoh dari Indonesia pernah mendapat penghargaan ini, yakni Loir Botor Dingit (1997),Yosepha Alomang (2001), Yuyun Ismawati (2009), Prigi Arisandi (2011), Aleta Baun (2013), dan Rudi Putra (2014). Goldman Environmental Prize dirintis di San Francisco pada tahun 1989 oleh pemuka masyarakat dan filantropis Richard dan Rhoda Goldman. Selama 34 tahun, yayasan itu telah menorehkan dampak yang teramat besar pada planet ini. Hingga saat ini, Goldman Environmental Prize telah memberi penghargaan kepada 219 orang, termasuk 98 perempuan dari 95 negara. Sebagian besar pemenang ini kemudian menempati posisi pejabat pemerintah, kepala negara, pemimpin NGO, dan penerima Nobel.
Berita Terkait