Ancam Demokrasi, SETARA Dorong Polri Terapkan Restorative Justice dalam Kasus Rocky Gerung

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 7 Agustus 2023 16:39 WIB
Jakarta, MI - Kritik atas kebijakan negara di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang disampaikan Rocky Gerung (RG), telah memantik 13 laporan kepolisian dan demonstrasi artifisial di beberapa tempat. Sayyidatul Insiyah, Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute menyebut, di tengah kohesi sosial yang segregatif, pro dan kontra atas pernyataan Rocky sangat mungkin terjadi dan sangat mungkin sengaja dibuat, sehingga terjadi keonaran. "Kualitas demokrasi dan keadaban publik yang semakin ringkih telah memungkinkan pernyataan RG menjadi kapital politik bagi conflict entrepreneur dan avonturir politik untuk memainkannya secara terbuka guna menunjukkan prestasi semu pada patron politiknya dan memetik insentif politik elektoral pihak manapun yang berkontes," kata Sayyidatul Insiyah dalam keterangan tertulis, Senin (7/8). Membaca dinamika respons publik atas Rocky, kata Sayyidatul, sangat kuat bahwa kasus ini sesungguhnya merupakan bentuk pelintiran kebencian atas Rocky. "Substansi kritik RG sesungguhnya mewakili aspirasi publik yang selama ini tersumbat atau disumbat. Kemarahan dan keonaran artifisial yang saat ini mengemuka nyatanya hanya ditunjukkan oleh kelompok relawan dan pegiat demonstrasi musiman," ungkapnya. Menurut Sayyidatul, sebagian besar masyarakat lebih berfokus pada substansi, sekalipun menyayangkan pilihan diksi Rocky. "Hate Spin atau pelintiran kebencian adalah gabungan dari konsep hate speech (ujaran kebencian) dengan kemarahan karena ketersinggungan (offence-taking), dimana hal ini banyak digunakan oleh para “entrepreneur” politik untuk memobilisasi pendukung dan menyerang kelompok sasaran tertentu (Cherian George, 2017). RG hari ini menjadi korban pelintiran ini, setelah pernyataannya direspons secara berjarak dengan jeda waktu dari peristiwa dan orkestrasi struktural," jelasnya. Dibanding repot mencari-cari delik pidana untuk menjerat Rocky, kata Sayyidatul, jika memang tidak bisa mengabaikan berbagai pelaporan warga dan relawan Jokowi, Polri bisa mengambil langkah moderat dengan menerapkan restorative justice sekaligus memainkan peran dialog dengan pihak-pihak yang berkeberatan. "Polri bisa menjadi jembatan demokrarik untuk tetap menjaga ruang publik tetap sehat dan demokratis. Sekaligus memutus praktik berulang tuduhan pembungkaman dengan menggunakan instrumen hukum," pungkasnya.