Gibran Menguat ke Bursa Pilpres, Hendardi: MK Bisa Menjadi Antitesa Kehendak Rezim

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 16 Agustus 2023 13:13 WIB
Jakarta, MI - Bergabungnya Partai Golkar dan PAN ke koalisi Gerindra-PKB, banyak dianggap sebagai keberhasilan Jokowi dalam mencetak peran baru sebagai sentrum kontestasi Pilpres 2024, sekalipun melampaui standar etik politik kepartaian dan kenegaraan. Demikian disampaikan Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi dalam keterangannya, Rabu (16/8). "Meskipun selalu dibantah, dengan segenap kuasa yang digenggam dan jebakan kasus-kasus hukum yang melilit sejumlah elit, Jokowi dengan mudah mendisiplinkan beberapa ketua umum partai politik untuk sebaris dengan kehendaknya," kata Hendardi. Ia menilai indikasi keberhasilan kerja politik Jokowi untuk menggemukkan koalisi yang mengusung Prabowo Subianto juga sejalan dengan operasi politik lain dengan menggunakan tangan Mahkamah Konstitusi, yang menguji norma dalam UU Pemilu terkait batas usia Capres dan Cawapres. "Sekalipun belum tentu ditujukan untuk kepentingan Gibran Rakabuming Raka, sulit bagi publik untuk tidak mengaitkan uji materi ini dengan upaya sistematis memuluskan jalan bagi anak presiden, yang belum genap lima tahun belajar memimpin sebuah kota kecil di Jawa Tengah," ujarnya. Hendardi pun menyinggung soal hasil survei yang mengunggulkan Gibran sebagai Cawapres paling populer menjadi pendamping Prabowo Subianto. Menurutnya, hasil survei itu dirilis dan diamplifikasi untuk memperkuat kelayakan elektoral putera Jokowi. "Bahkan popularitas Gibran di angka 66,5% dengan tingkat kesukaan 82,6% melampaui Erick Thohir, Muhaimin Iskandar dan Airlangga Hartanto, meskipun tiga sosok terakhir ini memiliki mesin politik dan sebaran kader seluruh Indonesia," kata Hendardi. Hendardi menuturkan, survei dengan mempromosikan kandidat yang tidak memiliki syarat usia berdasarkan UU, memang tidak salah. "Tetapi jelas tidak kondusif bagi upaya pematuhan rule of the game Pilpres, yang sudah ditetapkan dalam UU," tuturnya. Hendardi mengatakan, promosi kelayakan Gibran (35 tahun) untuk jadi Cawapres yang tidak proper secara hukum, adalah bagian agitasi yang bisa saja mempengaruhi Mahkamah Konstitusi, yang saat ini dipaksa menjadi penentu dapat atau tidaknya Gibran ikut berlaga. Atas hal tersebut, Hendardi mendorong MK untuk menunda pemeriksaan perkara terkait batas usia hingga Pilpres usai. "Apalagi seluruh preseden, argumen dan yurisprudensi yang dicetak sendiri oleh MK menyatakan tegas bahwa terkait batasan usia dalam pengisian jabatan publik adalah kebijakan hukum terbuka (open legal policy)," ujarnya. "MK harus menjadi antitesa kecenderungan autocratic legalism yang sudah merasuk dan merusak prinsip-prinsip dasar bernegara dari rezim yang berkuasa," imbuhnya. Autocratic legalism adalah suatu praktik penyelenggaraan negara yang memusatkan perhatiannya pada formalisme hukum dan seolah-olah benar menurut hukum, padahal yang dilakukannya adalah memupuk kekuasaan dan melanggar prinsip dasar berhukum dan bernegara.