Dukung Prodi S2 Hukum Keadaan Darurat Unhan, Bamsoet Ungkap Banyak Negara Nancur karena Kekosongan Kekuasaan

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 7 Maret 2024 19:54 WIB
Bambang Soesatyo dalam acara Workshop Pembentukan Prodi S2 Hukum Keadaan Darurat, di kampus UNHAN RI, Bogor, Kamis (7/3/24)
Bambang Soesatyo dalam acara Workshop Pembentukan Prodi S2 Hukum Keadaan Darurat, di kampus UNHAN RI, Bogor, Kamis (7/3/24)

Bogor, MI - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendukung langkah Rektor Iniversitas Pertahanan (Unhan) Letjen TNI Jonni Mahroza membentuk Program Studi (Prodi) S2 Hukum Keadaan Darurat, Fakultas Keamanan Nasional. 

Hal itu disampaikan Bamsoet sapaanya dalam Workshop Pembentukan Prodi S2 Hukum Keadaan Darurat, di kampus UNHAN RI, Bogor, Kamis (7/3/24) yang turut hadir jajaran Rektorat UNHAN RI antara lain Rektor Letjen TNI Jonni Mahroza, Warek I Laksda TNI Agus Adriyanto, Warek II Mayjen TNI Jati Bambang, Warek III Marsda TNI Ferdic Sukma Wahyudin, dan Warek IV Mayjen TNI Susilo Adi Purwantoro. Lalu Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI ke-1 sekaligus Anggota DPD RI Prof. Jimly Asshiddiqie, serta Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Prof. Bintan R. Saragih.

Sebagai Dosen Pascasarjana Unhan, Bamsoet menilai hal ini akan menjadi laboratorium pengetahuan yang efektif, sehingga kondisi kedaruratan negara mulai dari darurat militer, darurat sipil, hingga darurat konstitusi, dapat terus dikaji dan dicarikan solusi melalui berbagai pendekatan akademis.

Saat ini saja, lanjut Bamsoet, konstitusi Indonesia tidak memiliki pintu darurat. Misalnya terjadi bencana alam berskala besar, peperangan, pemberontakan, pandemi, atau lainnya yang menyebabkan Pemilu tidak dapat diselenggarakan tepat pada waktunya sesuai perintah konstitusi. 

Lembaga mana yang berwenang menunda pelaksanaan Pemilu? Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika Pemilu tertunda, sedangkan masa jabatan anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD selesai per 1 Oktober.

"Presiden-wakil presiden bersama para menteri kabinet termasuk Triumvirat Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan juga selesai per 20 Oktober. Tersisa hanya Panglima TNI dan Kapolri yang tidak memiliki kewenangan mengisi kekosongan kekuasaan kepresidenan," ujar Bamsoet.

"Berbagai masalah ini belum ada jalan keluar konstitusionalnya setelah beberapa kali perubahan UUD NRI Tahun 1945, sehingga bisa menyebabkan negara mengalami kekosongan kekuasaan," tambah Bamsoet yang juga Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golongan Karya (Golkar).

Dari berbagai kajian maupun pendapat para ahli hukum tata negara, ungkap dia, menekankan pentingnya MPR RI sebagai representasi rakyat yang terdiri dari Anggota DPR RI dan DPD RI bisa kembali memiliki kewenangan mengeluarkan TAP MPR RI yang bersifat mengatur keluar (regeling). 

Lanjut Bamsoet yang juga Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran (Unpad), sebagai pintu darurat manakala terjadi kedaruratan konstitusi sehingga Indonesia tidak mengalami kekosongan kekuasaan. 

Sekaligus mampu mengatasi kebuntuan politik antar lembaga negara atau antar cabang kekuasaan, hingga kondisi kedaruratan kahar fiskal dalam skala besar.

"Sejarah dunia mencatat banyak negara hancur karena kekosongan kekuasaan. Misalnya keruntuhan Yugoslavia yang disebabkan kekosongan kekuasaan pasca meninggalnya Presiden Josep Broz Tito," ungkap Ketua DPR RI ke-20 itu.

"Kekosongan kekuasaan di Yaman setelah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi mengundurkan diri dari jabatannya pada 22 Januari 2015, diikuti pengunduran diri Perdana Menteri Khaled Bahah juga memperburuk kondisi Yaman yang tengah dilanda kekacauan dan kerusuhan etnis," jelas Bamsoet menambahakan.

Menurut Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum (PADIH) UNPAD itu, Somalia juga sempat mengalami kevakuman pemerintahan selama kurang lebih 15 tahun. Pasca tergulingnya rezim Jenderal Siad Barre pada tahun 1991, banyak kelompok oposisi yang mengincar posisi pemerintahan, sehingga memicu pecahnya perang saudara. 

Tanpa pemerintahan sentral yang beroperasi, tutur Bamsoet, hukum maupun peraturan pemerintah pun menjadi tidak berlaku.

"Menyebabkan Somalia terjerumus dalam jurang kemiskinan yang sangat parah, di samping meningkatnya ancaman terorisme. Begitupun dengan invasi Amerika bersama negara sekutunya ke Irak tahun 2003 yang berdampak pada kekosongan kekuasaan".

"Setelah berakhirnya pemerintahan Saddam Hussein, terjadi perang saudara di Irak, yang memperburuk permasalahan sosial, ekonomi, dan politik," demikian mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, Hak Asasi Manusia dan Keamanan ini.