Soal Aset KBRI di Paris akan Disita, Ini Kata Menteri Yusril


Jakarta, MI - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, melakukan pertemuan dengan Menteri Kehakiman Prancis, Gérald Darmanin, guna membahas kerja sama hukum bilateral antara Indonesia dan Prancis.
Salah satu topik utama yang disoroti adalah Putusan Pengadilan Prancis terkait kasus Navayo Internasional, yang berpotensi berdampak pada aset Pemerintah Indonesia di Paris.
Dalam pertemuan tersebut, Yusril menegaskan bahwa Indonesia menghormati proses hukum yang berlaku di Prancis. Namun, ia juga menyoroti adanya kejanggalan dalam putusan tersebut yang dinilai bertentangan dengan asas hukum internasional yang berlaku.
“Semua pihak yang terlibat dalam suatu perkara seharusnya diberikan kesempatan untuk memberikan keterangan sebelum putusan dijatuhkan,” ujarnya dalam siaran pers dikutip, Jumat (28/3/2025).
“Kelalaian terhadap prinsip ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kredibilitas pengadilan Prancis dalam menangani permohonan yang diajukan oleh Navayo Internasional," tambahnya.
Menurutnya, aset-aset milik Indonesia yang terseret dalam putusan tersebut seharusnya mendapat perlindungan dari Prancis; sebagai objek diplomatik sesuai Konvensi Wina. Dengan begitu, aset diplomatik suatu negara di luar negeri seharusnya tidak boleh disita oleh pihak swasta.
“Jika penyitaan ini tetap dikabulkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi hubungan diplomatik internasional," jelasnya.
Menanggapi keberatan yang diajukan Yusril, pemerintah Prancis menegaskan bahwa seluruh informasi terkait telah disampaikan ke pengadilan, termasuk konfirmasi dari Kementerian Luar Negeri Prancis yang menyatakan bahwa aset yang disita merupakan properti diplomatik milik Pemerintah Indonesia.
Pihak Prancis juga menyebut bahwa pengadilan memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mengajukan banding, dengan sidang lanjutan yang dijadwalkan berlangsung pada Mei mendatang.
"Kami akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menyampaikan keberatan, sanggahan, dan bantahan atas keputusan pengadilan tersebut. Kami berharap pengadilan dapat mempertimbangkan fakta-fakta yang ada dan membatalkan keputusan yang telah diambil sebelumnya," tutur Yusril.
Pemerintah melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris juga telah menunjuk pengacara Prancis yang berpengalaman dalam menangani kasus penyitaan aset negara, untuk menghadapi persidangan tersebut.
Dalam hal ini, Yusril menyampaikan bahwa pihaknya akan turut memberikan keterangan dalam persidangan nanti.
“Kami telah menunjuk pengacara yang pernah menangani kasus serupa bagi negara Kongo, dan saat ini kami yakin beliau dapat membantu membela kepentingan Pemerintah Indonesia di pengadilan Prancis," ungkapnya.
Selain itu, Yusril menegaskan bahwa pemerintah telah mengambil langkah hukum di dalam negeri terkait kasus Navayo. Pemerintah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk menyelidiki dugaan fraud dalam perjanjian antara Navayo dan Kementerian Pertahanan.
“Dugaan fraud ini telah dikemukakan dalam persidangan Arbitrase Singapura, namun langkah hukum pidana tetap diperlukan untuk menangani kasus ini lebih lanjut," imbuhnya.
Yusril juga telah meminta Kejagung untuk menetapkan tersangka terhadap pihak Navayo International AG dan mengajukan red notice ke Interpol. Hal tersebut terjadi akibat terkait kasus sengketa pengadaan satelit antara Navayo dengan Kemhan pada tahun 2016.
Topik:
kbri prancis yusril-ihza-mahendra