Tarif Impor AS 32% Hantam Ekspor Indonesia, Hanif Dhakiri: Ancaman PHK dan Strategi Pemerintah


Jakarta, MI - Pemerintah Indonesia dihadapkan pada tantangan besar setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan tarif impor tambahan sebesar 32% untuk produk-produk asal Indonesia.
Langkah ini menimbulkan kekhawatiran mendalam terhadap stabilitas ekonomi nasional dan nasib jutaan pekerja di sektor industri padat karya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dhakiri, menekankan urgensi respons pemerintah yang cepat dan tepat.
"Ini bukan sekadar urusan dagang, tapi pukulan langsung ke industri padat karya dan jutaan pekerja. Pemerintah tak bisa hanya berdiri di pinggir lapangan. Harus turun tangan penuh," ujarnya di Jakarta, Kamis (3/4/2025).
Per 2 April 2025, Presiden Trump memberlakukan tarif dasar 10% untuk seluruh negara, dengan tarif tambahan bervariasi berdasarkan penilaian atas praktik perdagangan negara mitra.
Indonesia dikenakan tarif tambahan 32% atas sejumlah produk, sementara negara lain seperti Vietnam menghadapi tarif 46% dan China 34%.
Kebijakan ini secara langsung mempengaruhi komoditas ekspor unggulan Indonesia seperti alas kaki, tekstil dan garmen, minyak nabati, serta alat listrik. Pada 2023, nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai USD 31 miliar atau sekitar Rp500 triliun, menjadikannya mitra dagang terbesar kedua setelah China.
Hanif memperingatkan bahwa tanpa antisipasi yang tepat, dampak dari kebijakan ini bisa meluas, termasuk penurunan ekspor, peningkatan PHK, kenaikan inflasi, dan tekanan pada daya beli masyarakat.
Nilai tukar rupiah saat ini telah menyentuh Rp16.675 per dolar AS, meskipun Bank Indonesia telah menggelontorkan lebih dari USD 4,5 miliar cadangan devisa untuk intervensi pasar. "Strategi moneter penting, tapi tak cukup. Tanpa penguatan sektor riil dan fiskal, ekonomi kita bisa limbung," tegas Hanif, yang juga Wakil Ketua Umum DPP PKB.
Ia mendorong diversifikasi pasar ekspor ke kawasan BRIICS dan Afrika, serta penguatan UMKM dan industri berbahan baku lokal agar lebih tangguh menghadapi guncangan eksternal. "Tarif AS harus kita jawab dengan keberanian industrialisasi. Produk lokal tak boleh hanya bertahan—harus maju dan menembus pasar baru," katanya.
Hanif juga menyoroti pentingnya investasi pada sumber daya manusia, termasuk pekerja migran yang tahun lalu menyumbang devisa sebesar USD 14 miliar.
"Mereka bukan beban, tapi kekuatan. Kalau dikelola serius, lima hingga sepuluh tahun ke depan mereka bisa jadi pilar ekonomi nasional," ujar mantan Menteri Ketenagakerjaan RI ini.
Menutup pernyataannya, Hanif menegaskan bahwa tekanan global adalah ujian bagi arah kebijakan nasional. "Ini saatnya melangkah dengan strategi yang berani dan keberpihakan yang nyata," pungkasnya. ***
Topik:
Hanif Dhakiri Ekonomi DPRBerita Selanjutnya
Ormas Bergaya Militer akan Disikat Habis
Berita Terkait

Tarif Impor AS Melonjak, Indonesia Siapkan Langkah Strategis Hadapi Kebijakan Liberation Day Trump
18 April 2025 13:56 WIB

Kekerasan Seksual Saat USG di Garut, DPR Minta Kemenkes dan Polisi Bertindak Cepat
16 April 2025 19:38 WIB