Kasus Radiasi Udang Cikande Ancam Ekspor ke AS, Riyono Minta KKP Bergerak Cepat

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 10 Oktober 2025 7 jam yang lalu
Riyono Anggota MPR Fraksi PKS (Foto. Rizal)
Riyono Anggota MPR Fraksi PKS (Foto. Rizal)

Jakarta, MI - Keresahan petambak udang nasional memuncak seiring penetapan red line atau batas waktu oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) hingga 31 Oktober 2025. 

Tenggat tersebut diberikan terkait penyelesaian kasus dugaan paparan radiasi Cesium-137 pada produk udang asal Cikande, Banten, yang kini mengancam keberlanjutan ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat.

Kasus ini dinilai krusial karena pasar Amerika Serikat menyerap hampir 70 persen produksi udang nasional. Jika tidak segera diselesaikan, dampaknya berpotensi memukul lebih dari satu juta pekerja dan petambak udang di seluruh Indonesia.

Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS, Riyono “Caping”, menyatakan telah bergerak cepat menindaklanjuti persoalan tersebut sejak pertama kali mencuat ke publik.

“Begitu kasus ini muncul, saya langsung mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar fokus dan bertindak cepat. Dalam Raker APBN 2026 bersama KKP bulan September lalu, saya sudah ingatkan agar kasus ini ditangani serius karena menyangkut masa depan jutaan pelaku usaha udang nasional,” ujar Riyono, Jumat (10/10/2025).

Riyono menegaskan, KKP harus memastikan keamanan dan kelayakan produk udang Indonesia agar tidak menimbulkan kerugian besar bagi petambak, eksportir, dan industri perikanan nasional.

“Ekspor udang ke Amerika mencapai 66–70 persen dari total produksi nasional. Jika tidak disikapi cepat, bukan hanya eksportir yang terpukul, tapi juga petambak kecil di Pantura, Lampung, Sulawesi, dan Kalimantan yang menggantungkan hidupnya dari budidaya udang,” tegasnya.

Sebagai bentuk tanggung jawab, Riyono turun langsung ke lapangan memantau kondisi petambak di kawasan Pantura. Ia bertemu dengan Serikat Petambak Pantura Indonesia (SPPI) di Pemalang untuk mendengar aspirasi dan keluhan para petambak.“Ada sekitar 50 petambak aktif dengan kapasitas produksi 500 ton per bulan. Mereka menyampaikan keresahan karena harga menurun dan ekspor tertahan,” jelasnya.

Pada 2 Oktober 2025, Riyono bersama pengurus SPPI bertemu Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDS) di KKP untuk membahas solusi konkret, mulai dari penyelesaian kasus Cikande hingga stabilisasi harga udang di tingkat petambak.

“Ada sekitar satu juta pekerja yang bergantung pada sektor ini. Karena itu, kami di Komisi IV bersama KKP berkomitmen mencari solusi cepat agar usaha perudangan tetap berjalan dan tenaga kerja tidak terdampak,” tambah Riyono.

Selain dengan petambak, Riyono juga aktif berkoordinasi dengan kalangan pengusaha udang nasional yang tergabung dalam Shrimp Club Indonesia (SCI).

“Pada 7 Oktober malam, saya mengadakan pertemuan daring dengan pengurus pusat SCI untuk membahas kebuntuan ekspor akibat belum adanya Certifying Entity (CE) yang disyaratkan FDA,” ujarnya.

Upaya advokasi tersebut berlanjut dengan audiensi SCI bersama Dirjen PDS di KKP pada 9 Oktober 2025.

“Alhamdulillah, hasil pertemuan itu membawa kejelasan. Dirjen PDS memastikan bahwa penerbitan Certifying Entity akan dilakukan oleh Badan Mutu KKP. Ini langkah maju agar ekspor udang bisa segera kembali berjalan sebelum tenggat 31 Oktober,” terang Riyono.

Riyono menegaskan akan terus mengawal proses penyelesaian kasus hingga tuntas, baik di tingkat kementerian maupun asosiasi.

“Saya akan terus advokasi sampai selesai. Jangan sampai satu juta petambak udang menjadi korban kebijakan yang lambat,” pungkasnya.

Topik:

ekspor udang KKP FDA kasus radiasi udang Cikande udang Indonesia petambak udang Riyono Caping Komisi IV DPR