Dituding Perparah Banjir Sumut, Ini Profil Tambang Emas Martabe

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 1 Desember 2025 13:48 WIB
Tambang Emas Martabe di Batang Toru (Foto: Ist)
Tambang Emas Martabe di Batang Toru (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Tambang emas Martabe milik PT Agincourt Resources (PTAR) di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, diduga ikut memperparah banjir yang melanda provinsi tersebut. Lokasi tambang disebut berdiri di ekosistem Batang Toru, salah satu bentang hutan tropis esensial terakhir di wilayah itu.

Berdasarkan informasi di situs resmi perusahaan, 95% saham PTAR dimiliki PT Danusa Tambang Nusantara, anak usaha PT Pamapersada Nusantara (Pama) dan PT United Tractors Tbk. (UNTR).

Konstruksi tambang dimulai pada 2008 dan produksi resmi berjalan sejak 2012. Konsesi tambang emas Martabe tercantum dalam kontrak karya 30 tahun generasi keenam antara PTAR dan pemerintah.

Luas awal kawasan yang ditetapkan pada 1997 mencapai 6.560 km², namun setelah beberapa pelepasan wilayah, kini tersisa 130.252 hektare yang mencakup Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Mandailing Natal.

Area operasional tambang emas Martabe berada di Kabupaten Tapanuli Selatan, dengan luas 509 hektare per Januari 2022.

PTAR mengoperasikan tiga pit terbuka; Pit Rambing Joring yang dibuka pada 2017, Pit Barani dibuka pada 2016, dan Pit Purnama yang dibuka pada 2011.

Selain itu, perusahaan menjalankan pabrik pengolahan bijih emas dengan teknologi carbon-in-leach (CIL), didukung fasilitas penunjang seperti jalan angkut, penampungan tailings, tangki penyimpanan air baku, bendungan pengendali sedimen, instalasi pengolahan air, switchyard, fuel depot, workshop, dan warehouse.

Sepanjang 2024, PTAR mencatat penambangan bijih mencapai 6,9 juta ton, naik 21% dibandingkan dengnan tahun sebelumnya yang sebanyak 5,7 juta ton. Penggilingan bijih tercatat sebesar 6,7 juta ton, naik 1,5% dibandingkan dengan 2023.

Perusahaan juga melanjutkan kegiatan eksplorasi di area Martabe dan regional. Sepanjang 2024, perusahaan melakukan pengeboran 37.200 meter.

Perusahaan juga melanjutkan kegiatan eksplorasi di area Martabe dan wilayah sekitarnya, dengan total pengeboran sepanjang 2024 mencapai 37.200 meter.

Hasil aktivitas ini membuat sumber daya bijih perusahaan per 30 Juni 2024 tercatat sebesar 6,1 juta ons emas dan 59 juta ons perak, sedangkan cadangan yang dimiliki mencapai 3,5 juta ons emas dan 32 juta ons perak.

Tudingan Walhi: Banjir dan Longsor Sumut Dipicu Kerusakan Ekosistem Batang Toru

Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Sumatera Utara mencatat delapan kabupaten/kota terdampak banjir bandang dan longsor, dengan dampak terparah terjadi di Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah.

Walhi menyoroti bahwa bencana paling parah terjadi di wilayah ekosistem Harangan Tapanuli atau Batang Toru, salah satu bentang hutan tropis esensial terakhir di Sumut.

Berdasarkan data citra satelit 2025, Walhi mencatat pembukaan hutan di areal harangan Tapanuli yakni di Batang Toru, Tapanuli Selatan sangat masif terjadi. Lokasi tersebut padahal memiliki  nilai konservasi tinggi dan menjadi benteng alam jika hujan terjadi.

“Tak jauh dari lokasi penambangan emas, muncul pada 2025 lahan gundul yang luas di daerah Tapanuli Tengah,” tulis Walhi Sumut dalam akun Instagram resminya.

Di sisi lain, Walhi menilai keberadaan tambang tersebut tidak memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024, tingkat kemiskinan di kabupaten tempat tambang beroperasi tercatat 6,92%.

“Walhi sumut menilai pendapatan besar perusahaan tidak otomatis diterjemahkan ke peningkatan kesejahteraan masyarakat atau pemulihan ekosistem. Ini bukti nyata keuntungan tambang seringkali keluar dari wilayah terdampak. Kontribusi ke pendapatan daerah hanya berkisar 5% dari penghasilan tambang,” tulis Walhi.

Topik:

tambang-emas-martabe banjir pt-agincourt-resources ptar tapsel