DPR Soroti Minimnya Mitigasi Bencana dan Empati Pejabat

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 2 Desember 2025 18:44 WIB
Anggota Komisi V DPR Yanuar Arif Wibowo (Dok. MI)
Anggota Komisi V DPR Yanuar Arif Wibowo (Dok. MI)

Jakarta, MI - Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Yanuar Arif Wibowo, menilai pemerintah perlu melakukan pembenahan menyeluruh terhadap kebijakan mitigasi bencana menyusul beruntun­nya kejadian bencana alam di berbagai daerah. 

Ia menegaskan, rangkaian bencana ini harus menjadi alarm bagi pemerintah untuk memperkuat kesiapsiagaan, tata kelola lingkungan, hingga komunikasi publik.

Dalam Diskusi Refleksi Akhir Tahun 2025 bertema “Membangun Solidaritas Bersama di Tengah Bencana” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI di Gedung Nusantara, Selasa (2/12/2025), Yanuar menyampaikan bahwa potensi kebencanaan Indonesia yang tinggi semestinya dihadapi dengan perangkat mitigasi yang matang dan berkelanjutan.

“Indonesia ini hidup di atas potensi kebencanaan yang luar biasa. Maka perangkat mitigasi harus dipersiapkan sejak awal,” ujarnya. Ia menambahkan, berbeda dengan perang yang masih dapat diprediksi, bencana alam bisa datang kapan saja sehingga pemerintah wajib mengantisipasi dengan kebijakan berbasis sains dan kesiapan teknis.

Yanuar mengungkapkan, selama enam bulan terakhir ia intens berdiskusi dengan BMKG dan melihat bahwa peta kebencanaan sebenarnya sudah tersedia. Namun implementasinya kerap tidak sejalan dengan kebutuhan lapangan. Ia menyoroti kondisi di Sumatera, yang baru-baru ini dilanda bencana besar hingga menyebabkan banyak korban jiwa.

“Jangan kemudian para pejabat publik memberikan pernyataan yang memicu amarah. Masa iya ratusan warga meninggal dianggap biasa saja? Empati itu penting,” tegasnya.

Menurutnya, sejumlah pernyataan pejabat kurang mencerminkan kepekaan terhadap situasi korban dan berpotensi menimbulkan kemarahan masyarakat yang sedang berduka.

Yanuar juga menuturkan pengalamannya meninjau lokasi longsor di Majenang. Meski mitigasi telah dilakukan dua minggu sebelumnya, skala longsor jauh lebih besar daripada perkiraan. “Longsor itu bergerak sampai dua kilometer dengan ketebalan lumpur tujuh meter di titik paling ujung. Banyak korban di rentang 500–1.500 meter yang tidak tersentuh,” paparnya.

Ia mendorong pemerintah mengalokasikan investasi besar untuk mitigasi bencana, mulai dari peralatan, teknologi monitoring, hingga penguatan kapasitas pemerintah daerah. Keterbatasan anggaran daerah, menurutnya, sering membuat penanganan bencana tidak optimal.

“Makanya beberapa kepala daerah berteriak agar ini ditetapkan sebagai bencana nasional, supaya resolusi nasional bisa dibawa dan rehabilitasi bisa cepat dilakukan,” ujarnya.

Selain kesiapan teknis, Yanuar menilai pejabat publik harus menjaga kesejukan komunikasi, terutama kepada relawan dan korban. “Yang dibutuhkan itu kesejukan, bukan pernyataan yang mendiskon apa yang terjadi di lapangan. Jangan sampai mereka merasa tidak dianggap,” katanya.

Yanuar menyerukan refleksi nasional atas rangkaian bencana yang kembali terjadi menjelang akhir tahun. Ia berharap pemerintah pusat memberikan perhatian maksimal agar percepatan pemulihan di daerah dapat segera terlaksana.

Topik:

mitigasi bencana DPR RI Komisi V Yanuar Arif Wibowo kebencanaan nasional Sumatera longsor Majenang banjir respons pemerintah