PLTA &Tambang Sumatera Harus Diaudit: Anak Usaha Astra Group hingga PTPN III Batang Toru Estate Biang Kerok Banjir Bandang!
Jakarta, MI – Pemerintah harus melakukan investigasi mendalam terkait penyebab banjir bandang di Sumatera diduga buntut aktivitas pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pertambangan.
Menurut Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono banjir yang melanda kawasan Sumatra terjadi bersamaan di beberapa negara di wilayah Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Hal tersebut menandakan adanya kesamaan dampak dari munculnya badai tropis yang menyebabkan curah hujan ekstrem di atas rata-rata. Namun, Sudirman menilai seluruh pihak tidak boleh menutup mata bahwa terjadi kerusakan alam di hutan Sumatra, di mana ulah manusia juga turut memperparah banjir yang terjadi.
“Namun, untuk menghakimi kegiatan di sektor industri apa yg paling menyebabkan terjadinya kerusakan alam tersebut tentunya harus dibuktikan dengan telaah dan investigasi yang mendalam, bukan hanya sekadar menuding tanpa adanya data yang akurat,” tegas Sudirman, Rabu (3/12/2025).
Sementara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Utara sebelumnya menuding aktivitas sejumlah perusahaan di kawasan ekosistem Batang Toru, salah satu bentang hutan tropis esensial terakhir di Sumut, memperparah banjir bandang yang terjadi di wilayah tersebut.
Direktur Eksekutif Walhi Sumut Rianda Purba menyatakan organisasinya mengindikasikan tujuh perusahaan turut memicu kerusakan karena aktivitas eksploitatif yang membuka tutupan hutan Batang Toru.
Perusahaan yang dimaksud, antara lain; PT Agincourt Resources (PTAR) (anak usaha dari Astra Group melalui perusahaan PT United Tractors Tbk), pengelola tambang emas Martabe; PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) pengelola PLTA Batang Toru; PT Pahae Julu Micro Hydro Power pengelola PLTMH Pahae Julu; dan PT SOL Geothermal Indonesia pengelola Geothermal Taput.
PT Toba Pulp Lestari Tbk. (INRU), pengelola unit perkebunan kayu rakyat (PKR) di Tapanuli Selatan; PT Sago Nauli Plantation, pengelola perkebunan sawit di Tapanuli Tengah; hingga PTPN III Batang Toru Estate pengelola perkebunan sawit di Tapanuli Selatan.
“Dalam delapan tahun terakhir Walhi Sumut mengkritisi terus-menerus model pengelolaan Batang Toru, misalnya PLTA Batang Toru. Selain akan memutus habitat orang utan dan harimau, juga merusak badan-badan sungai dan aliran sungai yang menjadi daya dukung dan daya tampung lingkungan. Selain itu juga pertambangan emas yang berada tepat di sungai Batang Toru,” tegas Rianda, Selasa (2/12/2025).
Rianda juga menyoroti aktivitas kemitraan kebun kayu dengan PT Toba Pulp Lestari di kecamatan Sipirok. Walhi menuding aktivitas tersebut mengalihfungsikan hutan.
Terkait dengan berdirinya PLTA Batang Toru, Rianda menyatakan pembangkit tenaga air tersebut menyebabkan hilangnya lebih dari 350 hektare (ha) tutupan hutan di sepanjang 13 kilometer (km) daerah sungai.
PLTA tersebut juga dituding menyebabkan gangguan fluktuasi debit sungai, sedimentasi tinggi akibat pembuangan limbah galian dan pembangunan bendungan, hingga berpotensi menyebabkan polusi di sungai jika limbah galian mengandung unsur beracun.
“Video luapan Sungai Batang Toru di Jembatan Trikora menunjukkan gelondongan kayu dalam jumlah besar. WALHI Sumut mensinyalir kayu-kayu tersebut berasal dari area pembangunan infrastruktur PLTA,” kata Rianda.
Di sisi lain, pembukaan hutan melalui skema pemanfaatan kayu tumbuh alami (PHAT) dituding menjadi salah satu pemicu banjir bandang.
Rianda mencatat kawasan koridor satwa yang menghubungan Dolok Sibualbuali–Hutan Lindung Batang Toru Barat telah terdegradasi 1.500 ha dalam 3 tahun terakhir.
“Semua aktivitas eksploitasi dilegalisasi oleh pemerintah melalui proses pelepasan kawasan hutan untuk izin melalui revisi tata ruang.”
Adapun, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia disebut siap mengevaluasi aktivitas pertambangan di wilayah Sumatra Barat (Sumbar), Sumatra Utara (Sumut), dan Aceh usai terjadinya banjir bandang di wilayah tersebut.
Juru bicara Kementerian ESDM Dwi Anggia mengungkapkan saat ini fokus kementeriannya adalah pemulihan pasokan energi di tiga wilayah terdampak banjir tersebut.
Setelah itu, lanjut dia, Kementerian ESDM bisa saja mengevaluasi aktivitas pertambangan yang berada di tiga wilayah tersebut. Dia mengklaim Bahlil siap mencabut izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan yang melanggar regulasi.
“Jadi ya siap-siap lah itu yang berdampak segala macam terhadap lingkungan akan dievaluasi untuk tambang dan lain-lainnya. Namun, yang jelas, kunjungan Pak Menteri akan fokus untuk rehabilitasi infrastruktur suplai energi,” kata Anggia kepada awak media, di Kementerian ESDM baru-baru ini.
Sementara Menteri Hanif mengatakan bahwa pihaknya akan memanggil perusahan-perusahaan tersebut. Pemanggilan delapan perusahaan yang beroperasi di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru, Sumatera Utara untuk menelusuri asal kayu yang terbawa arus banjir di wilayah tersebut.
“Ada delapan yang berdasarkan analisa citra satelit kami berkontribusi memperparah hujan ini. Jadi, kami sedang mendalami dan saya sudah minta di Deputi Gakkum untuk melakukan langkah-langkah cepat dan terukur,” kata Hanif, dikutip Rabu (3/12/2025).
Pemanggilan perusahaan dijadwalkan pada Senin pekan depan (8/12/2025). Menurut Hanif, seluruh perusahaan akan dimintai keterangan lebih rinci, termasuk penggunaan citra satelit beresolusi tinggi untuk meninjau kondisi pada saat banjir.
Pun, Kementerian Lingkungan Hidup juga akan mengevaluasi seluruh persetujuan lingkungan yang sebelumnya diberikan kepada perusahaan-perusahaan di kawasan DAS Batang Toru.
Topik:
Banjir Bandang Bencana Alam Sumatra Aceh Banjir Sumatra Banjir Aceh